Kerap Kritik Anies Baswedan, Yunarto Wijaya Akui Sikapnya Bodoh & Sengaja Tunjukkan Keberpihakannya

Sebagai konsultan politik, Yunarto Wijaya akui sikapnya bodoh saat berat sebelah dan kerap mengkritik keras kebijakan Gubernur Anies Baswedan.

Editor: Imam Saputro
Kolase TribunPalu.com - Kompas.com/Totok Wijayanto X Instagram Yunarto Wijaya
Sebagai konsultan politik, Yunarto Wijaya akui sikapnya bodoh saat berat sebelah dan kerap mengkritik keras kebijakan Gubernur Anies Baswedan. 

TRIBUNPALU.COM - Sosok Yunarto Wijaya santer disebut sebagai pengamat politik yang gencar mengkritisi kinerja Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Kritik-kritik itu kerap dilayangkan Yunarto Wijaya baik melalui diskusi politik maupun di ranah media sosial pribadinya.

Dengan pendapat pribadi, Yunarto Wijaya memang tampak menyudutkan setiap kebijakan yang diambil oleh Anies Baswedan.

Sehingga muncul asumsi publik bahwa pria lulusan Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan Bandung itu memiliki keberpihakan sebagai pengamat politik.

Yunarto Wijaya bahkan mengakui jika sikapnya yang berat sebelah itu adalah tindakan bodoh yang dilakukan seorang konsultan politik.

Bachtiar Nasir sebut Quick Count mengandung sihir sains, ini tanggapan Yunarto Wijaya di acara Mata Najwa.
Yunarto Wijaya (Tangkapan Layar/YouTube Najwa Shihab)

Fadli Zon Sebut Indonesia Butuh KAMI, Yunarto: Bagus kalau Anda Memulainya dengan Mundur dari DPR

Hal tersebut ia ungkapkan dalam diskusinya bersama Helmy Yahya di kanal YouTube 'Helmy Yahya Bicara' yang diunggah pada Selasa (1/9/2020) sore.

Mulanya, Helmy Yahya mengaku kenal betul dengan sosok yang karib disapa Totok itu setelah beberapa kali mengikuti kontestasi politik.

Ia mengaku penasaran mengapa Totok kerap 'menyerang' Anies Baswedan dengan kritikan baik kebijakan penting hingga kebijakan tata kota di DKI Jakarta.

"Tok, kok saya perhatiin gitu ya, ada orang yang mengatakan 'Totok itu kalau Anies Baswedan itu banyak banget dikritisi'.

Terakhir ganjil genap untuk motor pun Totok komentar. Kenapa sih sebenernya?" tanya Helmy Yahya disambut tawa.

Yunarto Wijaya mengaku jika sikap yang ia lakukan merupakan tindakan bodoh dari seorang konsultan politik.

"Pertama kalau dalam porsi gue sebagai konsultan politik, gue harus mengatakan kalau gue mengambil posisi dominan sebagai konsultan politik, apa yang gue lakukan bodoh," terang Yunarto Wijaya.

"Dengan dalam beberapa momen kelihatan berpihak, i have to admit that. Pilkada 2017, Pilpres dua kali, 2014 dan 2019," lanjutnya.

"Dan terlihat keberpihakan seorang Totok," sahut Helmy Yahya.

"Dan gue sengaja melakukan itu. Buat gue Jokowi jelas lebih bagus daripada Prabowo. Ahok saat itu lebih baik dibanding Anies ataupun AHY," kata Yunarto Wijaya mengakui.

Jalur Sepeda di Tol Dalam Kota Hanya untuk Road Bike, Yunarto: Road Bike Tuh Ya ke Velodrome Atuh Om

Namun, ia menyadari hal tersebut tidak sepantasnya dilakukan oleh orang yang mengurus lembaga survei politik kenamaan.

"Poinnya satu, kalau sebagai konsultan politik, bodoh. Karena seharusnya gue berdiri di tengah, bicara hal normatif, gue bisa dapat proyek dari siapapun. Tanda kutip seperti itu," kata Yunarto Wijaya.

Pengalaman hidup Yunarto Wijaya yang sempat kebingungan antara pengusaha atau terjun ke dunia politik membuatnya menyadari tanggung jawab yang besar untuknya.

"Tapi balik lagi, gue tadi ada sedikit cerita tentang pengalaman hidup bisa masuk di politik yang nggak bisa buat orang Chinese sekalipun.

Buat gue ini bukan tentang karier semata, dunia politik apalagi minoritas masuk politik bukan tentang mendapatkan uang, karier, atau nama sebagai pengamat.

Ada value yang harus kita pertanggungjawabin di situ.

Tanda kutip 'gue ngerasa ada tugas yang harus gue emban, ketika gue masuk menjadi orang yang anomali di situ' muda, Chinese masuk di politik dalam situasi yang sangat bebas.

Ada momen-momen besar yang kadang-kadang mengingatkan itu," jelas Yunarto Wijaya.

Yunarto Wijaya Soroti Kebijakan Sepeda Motor Kena Ganjil Genap: Ini Gimana Logikanya

Menurutnya, pemilihan umum mempunya beberapa indikator untuk menjadi kontestasi politik yang sehat.

Mencari yang terbaik di dunia politik adalah hal yang mustahil didapatkan.

Tetapi, dengan membuang indikasi buruk di awal kontestasi akan lebih memberikan pencegahan.

"Kita nggak mungkin kok cari yang best of the best karena kita tahu politik penuh dengan kekurangan secara sistemik dan segala macam.

Prasyarat pertama, kita buang yang worst of the worst.

Jadi kita nggak bisa pastiin yang terbaik tapi kita buang dulu terburuk dari yang terburuk," kata Yunarto Wijaya.

Indikator terburuk bagi Yunarto Wijaya adalah isu SARA yang dilibatkan dalam dunia politik.

"Dan buat gue ada beberapa indikator yang nggak bisa gue terima. Penggunaan isu SARA.

Buat gue itu primitif dalam politik. Demokrasi kata kuncinya satu, kesetaraan," jelasnya.

Yunarto Wijaya dan Anies Baswedan
Yunarto Wijaya dan Anies Baswedan (kolase/TribunWow)

KAMI Deklarasi di Tengah Pandemi Covid-19, Yunarto Wijaya: Begidik Liat Mic Dipindah-pindah Mulut

Lebih lanjut, Yunarto Wijaya sebelumnya telah mengagumi Anies Baswedan yang memiliki pemikiran terbuka tetapi ia mengaku kecewa dengan sikap mantan Mendikbud itu saat maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

"Buat gue lebih mengecewakan lagi ketika seorang Anies Baswedan yang sempat membuat gue terpesona dengan tulisan 'Merajut Tenun Kebangsaan'-nya dan setahu gue cukup terbuka pemikirannya sebagai intelektual muda masuk dalam arus besar itu," terang Yunarto Wijaya.

"Gue nggak mengatakan terlibat ya, tapi masuk dan menikmati arus besar itu," tegasnya.

"Jadi ini bukan tentang membela Ahok, tentang pernyataan sikap gue menolak orang yang menurut gue masuk dalam arus besar yang harus gue tolak," pungkas Yunarto Wijaya.

Mendengar pengakuan itu, Helmy Yahya penasaran apakah sikap penolakan itu masih dilakukan meski telah lama terjadi.

"Sikap lu sampe sekarang?" cecar Helmy Yahya.

"Sama," singkat Yunarto Wijaya.

"Kan itu udah lama, Tok?" sahut Helmy Yahya lagi.

"Yes, exactly. Jadi buat gue orang yang naik dengan cara yang tidak baik harus lebih kita kritisi kinerjanya.

Karena kompensasi dari orang seperti itu, mau tidak mau dia harus kerja dengan sangat baik," kata Yunarto Wijaya.

"Ini bagian dari sebuah tanggung jawab?" tanya Helmy Yahya.

"Menurut gue iya. Bagaimana Anies harus diuji lebih ketat dalam kinerjanya ketika dalam satu tahapan yang kita anggap raportnya merah dan gue warga Jakarta," tutup Yunarto Wijaya.

Simak selengkapnya di sini:

(TribunPalu.com/Isti Prasetya)

Sumber: Tribun Palu
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved