Kata Pakar Epidemiologi Soal Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 Ditunda atau Tetap Sesuai Jadwal

Melihat pengalaman di masa pendaftaran, Windu tak yakin proses kampanye akan berjalan sesuai protokol kesehatan jika tidak ada ketegasan aturan.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ILUSTRASI -- Warga megikuti simulasi pemungutan suara pemilihan serentak 2020 di gedung KPU, Jakarta, Rabu (22/7/2020). Simulasi tersebut digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19. 

TRIBUNPALU.COM - Wabah virus corona Covid-19 di Indonesia masih belum mereda, dengan angka kasus konfirmasi positif yang semakin hari semakin meningkat.

Hal ini jelas mempengaruhi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.

Sejumlah pihak pun menyarankan agar pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 ditunda.

Satu di antaranya adalah pakar epidemologi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dr Windu Purnomo.

Windu Purnomo menilai, ada ketidaktepatan pengambil kebijakan dalam penetapan tanggal Pilkada Serentak.

Diketahui, Pilkada sedianya dilangsungkan pada September 2020 dan ditunda menjadi 9 Desember 2020.

"Keputusan tersebut diambil sekitar bulan Juni, padahal waktu itu kasus kita sedang mendaki, dan sampai sekarang pun belum mencapai puncaknya," ungkap Windu kepada Tribunnews.com, Selasa (21/9/2020).

Video TikTok Tenaga Kesehatan Kesakitan Saat Melepas Masker N95 Viral, Ini Kisah Sang Pengunggah

Nunung Dirawat di Rumah Sakit dan Digosipkan Terkena Covid-19, Ini Kata Sule dan Keluarga

Ahli Epidemologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, dr Windu Purnomo.
Ahli Epidemologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, dr Windu Purnomo. (SURYA.CO.ID/Febrianto Ramadani)

Windu menyebut, seharusnya ketika puncak wabah belum dicapai, penundaan Pilkada semestinya lebih panjang.

Ditundanya Pilkada dari September menjadi Desember dinilai terlalu pendek dengan kondisi puncak wabah belum terlewati.

"Ada contoh Selandia Baru yang menunda Pemilu, mereka mengambil sikap menunda saat kasusnya udah lama nol, sekitar 100 harian, kemudian ada kasus 4-5 orang, langsung Pemilu ditunda," jelas Windu.

"Sedangkan kita ini sedang naik, nundanya nggak cukup lama, padahal kasus belum mencapai puncak," ungkap Windu.

Proses Pilkada, menurut Windu, sangat riskan terhadap penyebaran kasus Covid-19.

"Dari pendafataran saja kita tahu Pilkada itu riskan, lihat bagaimana ratusan bahkan ribuan orang menemani bakal calon mendaftar ke KPU dan banyak yang tak patuh protokol kesehatan," ungkap Windu.

Belum lagi, lanjut Windu, masa kampanye yang lamanya sekira dua setengah bulan.

"Masih ada peluang kampanye tatap muka dengan pertemuan terbatas dan lain sebagainya yang berisiko terjadinya penularan," ungkap Windu.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved