Soal UU Cipta Kerja, Ernest Prakasa: Saya berharap, Sebuah UU Perlu Mencapai Titik 'Sepenuhnya Baik'
Ernest Prakasa buka suara soal UU Cipta Kerja yang saat ini tengah ramai diperbincangkan oleh banyak pihak.
TRIBUNPALU.COM - Komika sekaligus sutradara Ernest Prakasa buka suara soal UU Cipta Kerja yang saat ini tengah ramai diperbincangkan oleh banyak pihak.
Lewat cuitan di akun Twitternya Ernest Prakasa mengungkapkan pandangannya soal UU Cipta Kerja.
Ernest Prakasa mengakui bahwa dirinya memang belum membaca draft lengkap UU Cipta Kerja.
Namun dari sebagian yang dibaca, Ernest sudah bisa menyimpulkan bahwa pasal-pasal yang tertuang dalam UU Cipta Kerja sangat merugikan masyrakat.
• Susi Pudjiastuti Bereaksi Soal Kapal Asing Boleh Beroperasi di Laut Indonesia, Ini Kata Edhy Prabowo
• Jokowi Kunjungan Kerja ke Kalteng saat Ramai Unjuk Rasa Tolak UU Ciptaker, Buruh: Itu Menghindar
Dan hal ini cukup menjadi landasan dasar bagi dirinya untuk bisa memprotes pengesahan UU Cipta Kerja.
Tak hanya itu, Ernest Prakasa juga menjelaskan kenapa namanya UU Cipta Kerja bukan UU Ketenagakerjaan.
Hal ini lantasan UU Cipta Kerja dibuat untuk memudahkan perusahaan dalam membuat lapangan pekerjaan.
Dan tidak digunakan untuk membela hak pekerja.
Sebagai masryakat Ernest Prakasa mengakui bahwa dirinya membutuhkan UU yang sepenuhnya baik bukan yang tidak sepenuhnya buruk.
Berikut cuitan lengkap Ernest Prakasa:
"Apakah saya sudah membaca draft lengkap UU Omnibus?
Belum.
Apakah saya sudah membaca pasal-pasal yang menurut saya merugikan pekerja?
Sudah.
Apakah menurut saya mengidentifikasi pasal-pasal bermasalah, tanpa membaca draft lengkap, bisa menjadi landasan untuk protes?
Iya.
Mungkin itu kenapa namanya UU Cipta Kerja, bukan UU Ketenagakerjaan. Fokusnya memang bagaimana memudahkan perusahaan untuk membuka lapangan pekerjaan. Bukan bertujuan membela hak pekerjanya.
Apakah UU Omnibus sepenuhnya buruk? Tentu tidak. Tapi menurut saya sebagai warga negara, “Tidak Sepenuhnya Buruk” belumlah cukup. Saya berharap, sebuah UU perlu mencapai titik “Sepenuhnya Baik”. Atau saya yang berharap terlalu banyak?" tulis Ernest Prakasa pada akun Twitternya.
Luhut Minta Pihak yang Tolak UU Cipta Kerja Ajukan Judical Review
Pemerintah meminta pihak-pihak yang tak sepakat dengan adanya Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja untuk mengambil jalur hukum uji materi ( judicial review) ke Mahkamah Konstitusi.
"Silakan (ajukan judicial review), itu kita anjurkan. Itu yang betul. Pergi saja ke Mahkamah Konstitusi, itu kan jalur yang benar. Masukkan saja judicial review, itu kan boleh," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam tayangan virtual Satu Meja the Forum Kompas TV, Rabu (7/10/2020).
"Itu baru menunjukkan seorang negarawan," tambah dia.
• UU Cipta Kerja Sudah Disahkan, Tapi Baleg DPR Masih Rapihkan Naskah Final UU Cipta Kerja
• Dukung Penolakan UU Cipta Kerja, Nikita Mirzani Ingin Ikut Demo di Depan Gedung DPR
• Istana Tegaskan Tak Ada Opsi Penerbitan Perppu untuk Batalkan UU Cipta Kerja
Pemerintah sebut Luhut, tidak akan mencegah orang-orang yang kontra terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja untuk mengajukan uji materi. Karena hal ini lebih baik, ketimbang harus menggerakan massa serta bertindak anarki.
"Kita juga tidak melarang hak konstitusional. Tetapi, kalau kamu merusak, membuat anarki, negara akan bertindak. Itu pasti," tegasnya.
Undang-Undang Cipta Kerja telah disahkan oleh pemerintah dan DPR RI dalam rapat paripurna, Senin (5/10/2020). Pengesahan ini pun memicu perdebatan di publik, khususnya kalangan pekerja.
Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) turut menyoroti pasal-pasal yang tertuang dalam klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja. Presiden KSPN Ristadi mengatakan, pihaknya tengah melakukan kajian pada beleid itu untuk melakukan judicial review.
• Demo Tolak UU Cipta Kerja di Lampung Berujung Ricuh, 26 Mahasiswa Terluka
"Tim kami sedang lakukan kajian untuk judicial review terhadap pasal-pasal yang bertentangan dengan UUD (Undang-Undang Dasar)," ungkapnya kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
Dia menjelaskan, KSPN menilai terdapat pasal yang merugikan pekerja dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pasal itu terkait sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan outsourcing.
Pengesahan RUU Cipta Kerja
DPR mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengetuk palu tanda pengesahan setelah mendapatkan persetujuan dari semua peserta rapat.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan enam kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.
"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," tutur dia.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal UU Cipta Kerja, Luhut: Silakan Ajukan Judicial Review, Kita Anjurkan",
(TribunPalu.com)