Judicial Review UU Cipta Kerja, Ini Lima Pernyataan Sikap Buruh terhadap Mahkamah Konstitusi

Tuntutan aksi adalah menolak UU Cipta Kerja dan SE Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Baru Tahun 2021.

TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA
ILUSTRASI - Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah melakukan demo di depan halaman Kantor Dewan Provinsi Jateng yang intinya 'Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja' yang justru isinya mendegradasi kesejahteraan buruh, Selasa (25/08/20). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) 

TRIBUNPALU.COM - Aksi penolakan Omnibus Law Undang-undang (UU) Cipta Kerja masih terus berlanjut.

Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menggelar unjuk rasa yang terpusat di Istana Negara dan Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (2/11/2020).

Tuntutan aksi adalah menolak Undang-undang Cipta Kerja dan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Baru Tahun 2021 di Masa Pandemi Covid-19.

Dalam unjuk rasa kali ini, massa buruh turut menyambangi gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat untuk mengajukan uji materiil atau judicial review terhadap Undang-undang Cipta Kerja.

Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, uji materil UU Cipta Kerja saat ini belum bisa terlaksana lantaran undang-undang tersebut belum memiliki nomor atau belum diundangkan.

Walhasil, uji materil belum bisa dilakukan.

Baca juga: Kapal Rombongan Calon Bupati Banggai Laut Tenggelam, Asdar Badalia Meninggal, 5 Dalam Pencarian

Baca juga: Dirjen WHO Akui Kontak dengan Orang Positif Covid-19, Pandu Riono: Patut Dicontoh Pejabat Indonesia

Baca juga: Curhat Warganet Disalahkan Suami Karena Belum Hamil, Maya Septha: Belum Tentu Kesalahan Perempuan

Baca juga: Mona Ratuliu Ungkap Alasan Jarang Posting Foto Putri Pertamanya di Akun Media Sosialnya

"Gugatan sudah ada. Sudah sangat siap sekali, tapi karena belum ada nomor (UU), tentu sesuai mekanisme persidangan di MK, dikhawatirkan kami di-NO, tidak diterima, oleh karena itu kami menunggu nomor setelah ditandatangani presiden," kata Iqbal saat dihubungi Tribunnews.com.

Said Iqbal menceritakan, massa buruh akhirnya hanya berkonsultasi dengan para pejabat MK.

Dalam konsultasi itu, massa buruh menyatakan sikapnya terhadap Undang-undang Cipta Kerja.

Sedikitnya ada lima pernyataan sikap kaum buruh kepada Mahkamah Konstitusi.

Pertama massa buruh meminta agar Mahkamah Konstitusi agar dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-undang Cipta Kerja melandasi diri pada keyakinan terhadap hati nurani, yaitu keyakinan yang mendalam atas dasar keimanan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Kaum buruh, kata Said, merasa berkewajiban untuk mengingatkan kepada Hakim Mahkamah Konstitusi, bahwa sebelum menduduki jabatannya, para Yang Mulia Hakim Konstitusi telah bersumpah di hadapan Allah SWT.

Baca juga: Desak Presiden Keluarkan Perppu Cipta Kerja, Demokrat: Setidaknya setelah Pengesahan

Baca juga: Hari Ini, Buruh Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja, Serentak di 24 Provinsi dan Berpusat di Istana-MK

Baca juga: Ungkap Alasan Bawa Korek Kuping Jumbo, Massa Penolak UU Cipta Kerja: Mungkin Kuping Jokowi Tersumbat

"Bahwa semua putusan MK pun diawali dengan kata-kata 'demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,'" kata Said Iqbal.

Kedua, massa buruh meminta agar MK, dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-undang Cipta tidak sekadar berorientasi pada kebenaran yang bersifat formalistik.

Said mengatakan, apabila Hakim MK hanya mendasarkan putusan pada kebenaran yang bersifat formal, kebenaran sejati tidak akan pernah dapat ditemukan.

"Oleh karena itu, kaum buruh Indonesia menaruh harapan yang sangat besar kepada Mahkamah Konstitusi untuk mampu menggali, menyingkap, dan menemukan kebenaran yang hakiki dari proses pengujian Undang-undang Cipta Kerja," jelas Said Iqbal.

Ketiga, massa buruh meminta agar MK, dalam mengambil keputusan tidak hanya mengandalkan bukti-bukti yang diajukan Pemohon.

Said Iqbal berharap agar MK juga perlu mengambil inisiatif, dan secara aktif dapat menggali sendiri kebenaran uji materiil dari Undang-undang Cipta Kerja yang kelak akan diuji.

MK merupakan praperadilan konstitusional tingkat pertama dan terakhir, yang putusannya bersifat final and binding.

Sehingga tidak ada lagi instrumen hukum yang dapat mengubah putusan MK.

"Dalam hal ini kaum buruh Indonesia mengharapkan Mahkamah Konstitusi dapat mengambil peran yang maksimal sebagai judex factie (pemeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut)," jelas Said Iqbal.

Keempat, massa buruh turut mengharapkan agar Mahkamah Konstitusi dapat melihat aspirasi yang telah disuarakan jutaan massa buruh di Indonesia terkait Undang-undang Cipta Kerja ini.

"Yang dengan segala risiko terpaksa turun ke jalan di tengah pandemi Covid-19 hanya demi menyuarakan kebulatan tekad untuk menolak Undang-undang Cipta Kerja," kata Said Iqbal.

Suara jutaan kaum buruh dan berbagai elemen masyarakat sepatutnya turut menjadi bahan pertimbangan MK dalam proses uji materiil UU Cipta Kerja nantinya.

Said berharap, aksi yang dilakukan massa buruh ini dapat dilihat MK sebagai nilai-nilai moral dan politik yang hidup di tengah masyarakat.

"Nilai-nilai yang disebut sebagai 'konstitusi tidak tertulis' itu tempatnya di atas (undang-undang), atau setidaknya di samping (setara) konsitusi tertulis," ujar Said Iqbal.

Kelima, massa buruh meminta agar MK dalam memeriksa uji materiil Undang-undang Cipta Kerja dapat menunjukkan kekuasaannya sebagai the guardian of constitution (penjaga marwah konstitusi) dan pelindung hak asasi manusia (HAM).

"Sebagaimana telah disuarakan banyak pihak Undang-undang Cipta Kerja telah mengangkangi UUD 1945, melanggar hak konstitusional kaum buruh dan masyarakat, serta telah menista hak asasi manusia," pungkas Said Iqbal.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 5 Pernyataan Sikap Buruh Kepada Mahkamah Konstitusi Terkait Judicial Review UU Cipta Kerja

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved