Dalam Memutus Rantai Penularan Covid-19, Perilaku 3M dan Upaya 3T Tidak Boleh Dipisahkan
Aspek 3T dan 3M merupakan satu paket dalam memutus mata rantai penularan Covid-19.
Kemudian, perawatan akan dilakukan apabila seseorang positif Covid-19.
Jika tidak ada gejala, maka orang tersebut harus melakukan isolasi mandiri di fasilitas yang sudah ditunjuk pemerintah.
Sebaliknya, jika orang tersebut menunjukkan gejala, maka para petugas kesehatan akan memberi perawatan di rumah sakit yang sudah ditunjuk pemerintah.
Hingga saat ini, Monica mencatat, ada tiga indikator yang menjadi standarisasi pemeriksaan Covid-19, yakni jumlah spesimen, kecepatan hasil pemeriksaan, dan rasio positif.
“Di Indonesia angka testing rata-rata mencapai 24.000-34.000 orang per hari,” jelas Monica.
Laboratorium Indonesia sendiri memiliki kapasitas tes sekitar 80.000, sehingga memadai pemeriksaan sesuai standar WHO.
Kendalanya justru pada individu.
Ketika seseorang menunjukkan gejala Covid-19, kontak eratnya takut memeriksakan diri.
“Setiap orang harus mengambil peranan untuk memutus rantai dengan berpartisipasi kooperatif menerapkan 3M dan 3T,” ujar Monica.
Sementara itu, Soeprapto mengatakan, salah satu faktor yang menghambat kampanye 3T adalah ketakutan atas stigma masyarakat.
Untuk itu, pemerintah perlu mengimbau masyarakat untuk mendukung pasien positif Covid-19 dengan tidak mengucilkannya.
“Saat ini, 3M masih satu-satunya vaksin paling ampuh. Meski nanti vaksin asli sudah ditemukan, 3M dan 3T harus tetap dijalankan sampai pemerintah benar-benar memberi informasi bahwa Covid-19 sudah tidak ada,” kata Soeprapto.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Hanya 3M, Upaya 3T Juga Penting untuk Putus Penularan Covid-19"
Penulis : Inadha Rahma Nidya