Ada Usulan PSBB di DKI Jakarta Dicabut Saja, Epidemiolog UI: Itu Hanya Usul Emosional
Di tengah pandemi Covid-19, sejumlah kalangan meminta agar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta untuk dicabut karena tak lagi efekti
TRIBUNPALU.COM - Sudah hampir sembilan bulan pandemi virus corona Covid-19 di Indonesia berlangsung.
Dalam kurun waktu itu, jumlah kasus infeksi dan kasus kematian masih terus mengalami peningkatan. Bahkan kurva pandemi Covid-19 masih belum melandai.
Di tengah pandemi Covid-19, sejumlah kalangan meminta agar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta untuk dicabut karena tak lagi efektif.
Pasalnya, terdapat acara di kawasan Petamburan yang dibiarkan berlangsung meski mengumpulkan dan membuat kerumunan massa.
Salah satu yang mengkritisi adalah dokter sekaligus influencer dr Tirta Mandira Hudhi.
Baca juga: Ada Sanksi untuk Aparat yang Tak Mampu Bertindak Tegas dalam Pelaksanaan Protokol Kesehatan Covid-19
Baca juga: Kepulangan dan Acara Rizieq Shihab Pancing Kerumunan, Pemerintah Dinilai Tidak Konsisten
Baca juga: Tamu di Acara Pernikahan Putri Rizieq Shihab Capai 10 Ribu Orang, dr Tirta: Aturan Ini Untuk Siapa?
Dia bahkan berencana akan menggelar konser amal, sebagai reaksi kekecewaan terhadap pemerintah yang memperbolehkan adanya kerumunan.
Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono pun memberikan tanggapannya.
Dihubungi Tribunnnews, Senin (16/11/2020) melalui pesan singkat, Pandu menilai desakan sejumlah kalangan untuk mencabut PSSB Transisi hanya usulan emosional.
"Itu hanya usul emosional," kata Pandu Riono.

Ia menambahkan, pernyataan itu seharusnya dibarengi dengan data-data yang lengkap.
Selain itu, Pandu juga meminta kepada pemberi usulan itu membeberkan alasan secara keilmuan.
"Bukan usul berdasarkan data dan keilmuan," tambahnya.
Baca juga: Doni Monardo: Mereka yang Buat Kerumunan akan Dimintai Pertanggungjawaban oleh Allah
Sebelumnya diberitakan, dokter sekaligus influencer dr. Tirta Mandiri Hudhi mengkritisi pemerintah dan pejabat yang dianggapnya membiarkan kegiatan dengan konsentrasi banyak massa.
Pada unggahan di instagram-nya Sabtu (14/11/2020), dokter lulusan UGM ini mengungkapkan kekesalannya, pasca digelarnya acara Maulid Ketua Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab.
Menurutnya, ia telah ditugasi dan rela tidak bertemu keluarga selama 8 bulan dari bulan Maret hingga November 2020, untuk melakukan edukasi 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak).
Ia dan tim relawan juga telah berkeliling ke 17 kota di Indonesia dalam rangka penegakan aturan 3M tersebut.
"Diminta untuk mengedukasi termasuk merazia pub dan lounge di Bandung itu bareng Satgas Jawa Barat, lalu edukasi kerumunan di Tegal itu diminta oleh Pak Ganjar Pranowo, di Solo edukasi kerumunan angkringan, di Yogyakarta edukasi angkringan di Malioboro, lalu kita juga membuat protokol mencegah pameran musik ya kan," ungkapnya dengan nada kesal seperti dikutip Tribun, Minggu (15/11/2020).
dr. Tirta melanjutkan, pemerintah dan pejabat harusnya melarang warga untuk membuat acara dengan massa banyak, tanpa tebang pilih, khususnya di DKI Jakarta yang sedang menerapkan PSBB transisi.
"Lalu ini di Jakarta masih PSBB transisi tetapi dilakukan beberapa hal kegiatan yang hubungannya sangat banyak dengan massa," ujarnya.
"Yang jadi pertanyaan dan pernyataan sekaligus kalau memang standar ganda, ayo buka pilih salah satu alasan atau kita mau strict-strict kan atau mau los-losan," ungkapnya.
dr Tirta mengaku kecewa dengan pemerintah karena melanggar sendiri aturan yang dibuat.
Bahkan, tanpa memberikan sanksi, atau membubarkan kegiatan kerumunan.
Baca juga: Anggota DPRD Kota Lubuklinggau Meninggal Dunia karena Covid-19, Sempat Membuat Video Perpisahan
Baca juga: Korindo Group Beri Penjelasan Soal Dugaan Pembakaran Hutan Papua Secara Sengaja

Baca juga: Pemberian Masker untuk Hajatan Rizieq Shihab, Doni Monardo: Bukan Merupakan Bentuk Dukungan
"Seorang tokoh datang ke sini membuat kerumunan di bandara sampai puluhan ribu lalu membuat kemungkinan besar acara pernikahan yang mengundang banyak orang, malah pernikahannya diberikan masker 20.000. Saya tidak menyoroti Rizieq Shihab-nya, karena pernikahan itu diajukan semua warga berhak melakukan pernikahan," jelasya.
Ia pun mempertanyakan, konsisten pejabat di DKI Jakarta dan BNPB yang seolah-olah menutup mata dan telinga bahwa pandemi Covid-19 masih belum terkendali di Indonesia, di mana ratusan tenaga kesehatan dan medis telah meninggal dunia.
"Kalau seperti itu, semua warga berhak melakukan resepsi pernikahan. Kalau seperti itu kita melakukan resepsi saja dipersulit, banyak tidak makan di sini akan tetapi ini yang kita tahu berhak mengajukan izin. Tetapi di sini adalah konsistensi dari Satgas Covid-19 DKI dan konsistensi dari Gubernur DKI dan konsistensi dari BNPB."
"Kalian jangan tebang pilih jika memang ada seorang tokoh publik yang memang massanya banyak, takut. Saya ketemu cuma tiga kali ini sama anak saya sini selama 8 bulan, 3 kali doang hanya untuk edukasi di seluruh kota di Indonesia. Jelas-jelas kawan saya nakes-nakes gugur berjatuhan," ungkapnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Epidemiologi UI: Usulan Agar PSBB di Jakarta Dicabut Hanya Emosional
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia