Viral Anies Baswedan Baca How Democracies Die, Rocky Gerung Dukung: Saling Ledek dengan Intelektual
Viral foto Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan baca buku How Democracies Die, Rocky Gerung mendukung: harusnya begitu, saling ledek dengan intelektual
TRIBUNPALU.COM - Belakangan ini ramai dibahas foto Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang sedang membaca buku berjudul 'How Democracies Die'.
Dalam foto yang diunggah pada akun Twitter pribadinya, Anies Baswedan tampak mengenakan kemeja putih dan sarung sedang duduk untuk menyapa warganet di akhir pekan.
"Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi," tulis @aniesbaswedan, Minggu (22/11/2020), pukul 10.23 WIB.
Sontak foto tersebut menjadi perbincangan hangat di media sosial sebab momen tersebut terjadi setelah riuh soal kepulangan Pimpinan FPI, Rizieq Shihab ke Tanah Air.
Baca juga: Anies Baswedan Terancam Penjara Satu Tahun Gegara Acara habib Rizieq, Fadli Zon: Ngawur Saja
Bahkan, Anies Baswedan sempat memenuhi panggilan polisi dan menjalani pemeriksaan terkait pembiaran dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di DKI Jakarta.
Yang menjadi perhatian publik adalah buku bacaan dalam foto tersebut.
Beberapa warganet menyebut foto tersebut sebagai sindiran di era politik saat ini.
Sebagian lagi mengkritik unggahan Anies Baswedan tersebut.
Setelah mendapatkan komentar dari berbagai pihak termasuk para pengamat politik, kini Rocky Gerung juga memberikan responsnya terkait unggahan Anies Baswedan tersebut.
Rocky Gerung menilai, kondisi politik di Indonesia sudah memasuki tahap pertentangan secara abstrak, melalui sindiran-sindiran di jagat maya.
Sebab, menurutnya, sudah bukan masanya untuk membuat perlawanan dengan cara konkrit.
Hal itu diungkapkan Rocky Gerung dalam tayangan videonya bersama Hersubeno Arief di kanal YouTube Rocky Gerung Official.
Video dengan judul 'Beda Buku yang Dibaca Anies dengan Jokowi' itu diunggah pada Senin (23/11/2020).
Baca juga: Gatot Nurmantyo Tidak Hadir saat Penganugerahan Bintang Mahaputera, Rocky Gerung: Istana Diprank
"Saya kira ini hal yang menarik, kita mulai masuk pada duel politik yang sifatnya abstrak. Daripada yang konkrit kan nurunin baliho gitu kan. Maki-maki Nikita (Mirzani) itu juga konkrit," ucap Rocky Gerung.
Ia berpendapat, bahwa Anies Baswedan telah memberikan contoh untuk memberikan sinyal dengan cara yang lembut dengan melakukan satire.
"Nggak perlu begitu. Anies hanya kasih contoh saling kirim sinyal dengan cara-cara soft power. Tentu judulnya yang satire dan lucunya, di sebelahnya (disandingkan dengan meme) ada foto Jokowi membaca Sinchan," sambungnya.
Menurut Rocky Gerung, cara ini adalah pertarungan politik yang menarik ketimbang melakukan aksi yang kasar.
"Mestinya begitu kan, bertanding dengan begituan saja. Saling meledek dengan kemampuan intelektual," pungkas Rocky Gerung.

Ditanya soal keadaan politik Indonesia saat ini, Rocky Gerung mengkritik sikap pemerintah yang dianggap buruk dalam menangani berbagai persoalan dalam beberapa pekan terakhir.
Rocky Gerung menyebut seolah sedang terjadi pemburukan demokrasi yang tidak tertahankan lagi.
"Karena istana itu nggak punya semacam orkestrasi yang mampu untuk mengabstraksikan politik, membuat politik itu konseptual," ujarnya.
Apalagi, kata Rocky Gerung, istana justru terpancing oleh kehadiran Rizieq Shihab sehingga menggelar rapat tertutup dan mengumpulkan buzzer.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar suhu politik ini tetap panas tetapi tidak sampai menimbulkan kegaduhan.
"Persoalan kita saat ini agar supaya suhu politik tetap panas, tapi tidak membakar. Maka itu perlu kemampuan akal, bukan kemampuan buzzer,” kata Rocky Gerung.
Lebih lanjut, Rocky Gerung menjelaskan isi buku yang ia sebut sebagai paradoks itu.
Baca juga: Bicara Soal Kepulangan Rizieq Shihab, Rocky Gerung: Bahasa Tubuh Istana Tak Ingin Habib Pulang
Dikutip dari Kompas.com, buku How Democracies Die diterbitkan pertama kali pada 16 Januari 2018.
Dalam catatan Goodreads, buku tersebut adalah karya dua profesor Universitas Harvard, yaitu Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt yang diterbitkan oleh Crown Publishing Group.
Keduanya membutuhkan waktu lebih dari 20 tahun untuk mempelajari sejarah panjang demokrasi di Eropa dan Amerika Latin.
Karya tersebut memaparkan bahwa demokrasi tidak lagi berakhir dengan cara-cara yang spektakuler seperti revolusi ataupun kudeta militer.
Namun, demokrasi akan mati secara perlahan dan pasti dengan matinya institusi-institusi kritis, seperti peradilan dan pers, serta pengeroposan norma-norma politik yang telah lama ada.
Simak selengkapnya di sini:
Baca juga: Karang Taruna se-DKI Jakarta Siap Jaga Anies Baswedan, Yunarto Wijaya: Makin Mirip yang Baru Pulang
Viral Potret Anies Baswedan Baca How Democracies Die, Yunarto Wijaya: Mending Urus Pengerukan Sungai
Tak hanya komentar dukungan, banyak warganet yang juga mengkritik dalam unggahan Anies Baswedan tersebut.
Satu di antaranya adalah komentar Yunarto Wijaya.
Direktur Eksekutif Charta Politika itu me-retweet quotes unggahan Anies Baswedan dengan kalimat sindiran.
Yunarto Wijaya menyarankan agar Anies Baswedan fokus mencegah bencana banjir karena telah memasuki musim penghujan.
"Pakgub lagi belajar cara membuat demokrasi mati?
Mending urusin pengerukan sungai pak, mulai hujan mulu...," cuit @yunartowijaya, Minggu (22/11/2020) pukul 13.22 WIB.
Sampai artikel ini dibuat, TribunPalu.com telah melakukan konfirmasi kepada Yunarto Wijaya, tetapi belum mendapatkan respons.
(TribunPalu.com/Isti Prasetya)