Trending Topic

Din Syamsuddin Sebut FPI Radikal Secara Moral, HTI Memang Mengusung Konsep Khilafah

Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin mengomentari isu sejumlah ormas yang dianggap sebagai kelompok radikal.

Penulis: Haqir Muhakir |
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Din Syamsuddin. 

Tuduhan tersebut dilaporkan GAR ITB kepada Komisi Aparatus Sipil Negara (KASN).

Mengenai tuduhan tersebut, Din Syamsuddin menjelaskan bahwa kata radikal telah mengalami penyimpangan makna.

Penggunaan kata radikal harus dipahami betul maknanya.

Baca juga: Hasil AC Milan Vs Inter Milan: Si Biru Kuasai Derby della Madonnina, Kini Unggul 4 Poin di Klasmen

Baca juga: Pemadaman Listrik, Petugas PLN Masih Cari Penyebabnya

Baca juga: Update Covid-19 Sulteng, Minggu 21 Februari 2021:71 Sembuh, 2 Orang di Poso & 1 di Banggai Meninggal

Bahkan menurut Din Syamsuddin, radikal sebenarnya diperlukan dalam beragama dan bernegara.

“Radikal itu bisa punya arti positif,  radix itu adalah akar. Beragama harus radikal, artinya harus berpegang pada akar agama. Dalam bernegara harus radikal, berpegang pada dasar negara. Cuman sekarang ada distorsi,” jelas Din Syamsuddin.

Mengenai reaksi awal ketika dituduh radikal, Din Syamsuddin mengaku tidak kaget.

Dia telah menduga akan adanya tuduhan tersebut setelah muncul spanduk meminta dirinya dipecat dari Majelis Wali Amanat (MWA) ITB beberapa waktu lalu.

“Tidak kaget. Pertama ini bukan hal baru. Ini sudah sejak beberapa bulan yang lalu, bahkan sejak setahun yang lalu. Termasuk waktu diduga merekalah yang memasang spanduk di kampus ITB pecat Din Syamsuddin dari MWA ITB karena radikal,” katanya.

Baca juga: Fun Fact Tomoya Kanki Drummer ONE OK ROCK: Terlibat Skandal Masa Lalu, Sosok Family Man yang Humoris

Baca juga: Reaksi Anafilaktik jadi Efek Samping Vaksin Covid-19? Kenali Penyebab dan Seberapa Bahayanya

Baca juga: Vaksinasi Covid-19 untuk Lansia Akan Dilaksanakan, Berikut Cara Pendaftaran dan Lokasinya

Din Syamuddin mengakui bahwa dugaannya tuduhan tersebut berakar dari keanggotaannya di MWA ITB.

Baginya ada beberapa pihak yang tidak menyukai hal tersebut.

Padahal menurut Din Syamsuddin, dia tidak pernah meminta jabatan tersebut.

“Memang ada akar pada keanggotaan saya sebagai anggota MWA ITB, saya lupa sejak kapan. Tapi untuk diketahui saya atas undangan. Karena MWA itu harus ada unsur masyarakat,” terangnya.

Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu juga menjelaskan situasi ‘panas’ yang pernah dialaminya saat diminta mengundurkan diri dari keanggotaan MWA ITB.

Baca juga: Skripsi Mahasiswa Selalu Monoton, Rektor Unismuh Palu: Sekarang Waktunya Berinovasi

Baca juga: Detik-detik Video Kapal Feri Terbalik di Sambas Viral di Media Sosial: Ini Kronologi Kejadiannya

Baca juga: CEK FAKTA: Benarkah Panaskan Uang di Penanak Nasi Selama 40 Menit Bisa Bunuh Virus Corona?

Peristiwa itu bermula dari pernyataannya soal keputusan Mahkamah Konstitusi di Pilpres 2019.

“Waktu itu ada pernyataan saya yang dipersoalkan sebelum pemilihan rektor (ITB). Ketika ada keputusan Mahkamah Konstitusi tentang hasil Pilpres, saya membuat pernyataan dengan penuh kesadaran dan dapat saya pertanggungjawabkan baik secara moral dan secara akademik, dan juga ada niat untuk semacam mendamaikan walaupun saya juga punya sikap. Beredar luas yang intinya sebagai hasil Mahkamah Konstitusi maka kita harus menerim. Itulah sikap taat konstitusi, tapi kalau ada warga masyarakat mempersoalkan, kan ada dugaan kecurangan, ketidakadilan, itulah hak moral mereka,” katanya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved