Ngabalin Beri Peringatan Tegas ke Andi Mallarangeng: Jangan Seret Nama Jokowi dalam Urusan Demokrat
Ali Mochtar Ngabalin memberikan peringatan tegas kepada politisi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng.
TRIBUNPALU.COM - Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin memberikan peringatan tegas kepada politisi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng.
Hal ini berkaitan dengan kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat yang terjadi di Deli Serdang, Sumater Utara.
Sebelumnya Ali Ngabalin mengatakan bahwa KLB demokrat merupakan masalah pribadi Moeldoko dan tidak ada kaitannya dengan istana.
Mendengar ucapan Ali Ngabalin, Andi Mallarangeng memberikan pernyataan menohok.
Andi Mallarangeng meminta Ali Ngabalin agar tidak ikut campur persoalan Partai Demokrat dan membela Moeldoko.
“Saya mau ingatkan kepada Ali Ngabalin dan staf KSP tak usah ikut-ikutan urusan Partai Demokrat, kalau ada yang mau membela Pak Moeldoko, biarlah mereka peserta KLB abal-abal dalam konteks urusan dengan Partai Demokrat. Kecuali ini urusan langsung dari istana, itu saya ingatkan mudah-mudahan tidak dilakukan,” kata Andi dalam tayangan di kanal YouTube tvOneNews.
Baca juga: Terlibat KLB dan Ungkap Iming-iming Rp 100 Juta, Gerald Piter Runtuthomas Masih Diakui Kubu AHY?
Baca juga: Testimoni Peserta KLB Demokrat Sumut, Akui Dijanjikan Uang Rp 100 Juta, Tapi Hanya Terima Rp 5 Juta
Tak mau kalah, Ngabalin membalas ucapan Andi dengan mengancam balik agar Demokrat tidak menyeret nama Jokowi dalam urusan internal.
"Bagi saya Pak Andi, siapa pun menyeret-nyeret nama Presiden Joko Widodo dalam urusan kalian yang namanya Partai Demokrat ini, ini adalah urusan remeh-temeh, yang saya bilang kepada siapa pun yang menyeret nama Jokowi dalam urusan internal partai Demokrat, saya akan maju dan menghadapi kalian,” tegas Ngabalin.
"Itu sebabnya saya bilang jangan membawa nama Jokowi dan presiden dalam urusan ini, ini urusan internal, ini urusan pribadi Pak Moeldoko, ketika Anda menyebutkan, menduga-duga nama Presiden Jokowi maka saya akan tampil, saya akan hadapi bapak, kapan dan dimana siapa pun dari Demokrat ketika Anda membawa-bawa Presiden Jokowi pasti saya akan tampil," imbuh Ngabalin.
Andi Mallarangeng menyebutkan bahwa dirinya tidak pernah menyeret nama Presiden Jokowi.
Melainkan pihaknya hanya mempertanyakan izin yang diberikan Presiden Jokowi kepada Moeldoko.
"Tidak ada yang menyeret nama Pak Jokowi, yang ada kita bertanya pada Pak Jokowi, saya bertanya dapat izin dari presiden nggak dia (Moeldoko)," pungkas Andi Mallarangeng.
Mahfud MD Tegaskan KLB adalah Urusan Internal Partai Demokrat
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menanggapi soal kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat yang terjadi di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Mahfud MD mengatakan bahwa KLB di Deli Serdang itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Tak hanya itu, Mahfud MD bahkan menyinggung soal kejadian yang pernah dialami oleh PKB.
Menurut Mahfud MD sikap pemerintah saat ini sama seperti yang dilakukan oleh Matori Abdul Djalil ketika berupaya mengambil PKB dari tangan Gus Dur.
Mahfud MD juga menjelaskan langkah Megawati pada saat itu karena secara hukum hal itu adalah masalah internal dari PKB.
Baca juga: Posisi AHY Jadi Ketum Partai Demokrat Dikudeta Moeldoko, Annisa Pohan Geram: Apakah akan Diam?
Baca juga: Pasca Moeldoko Jadi Ketum Demokrat Versi KLB, Rocky Gerung: Kalau Jokowi Diam Berarti Dia Setuju
Begitu pula, sambungnya, saat PKB terbagi ke dalam dua kubu antara Gus Dur dan Muhaimin Iskandar di Tahun 2008.
Ia menegaskan bahwa saat ini pemerintah menganggap peristiwa yang terjadi di Deli Serdang merupakan masalah internal Partai Demokrat.
Dan bukan menjadi masalah hukum karena belum adanya laporan atau permintaan legalitas hukum baru kepada pemerintah dari Partai Demokrat.
Hal ini diungkapkan Mahfud MD lewat cuitan di akun Twitternya.
"Sesuai UU 9/98 Pemerintah tak bs melarang atau mendorong kegiatan yg mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deliserdang. Sama dgn yg menjadi sikap Pemerintahan Bu Mega pd saat Matori Abdul Jalil (2020) mengambil PKB dari Gus Dur yg kemudian Matori kalah di Pengadilan (2003).
Saat itu Bu Mega tak melarang atau pun mendorong krn scr hukum hal itu masalah internal PKB. Sama jg dgn sikap Pemerintahan Pak SBY ketika (2008) tdk melakukan pelarangan saat ada PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin). Alasannya, itu urusan internal parpol.
Bg Pemerintah skrg ini peristiwa Deli Serdang merupakan mslh internal PD. Bukan (minimal belum) menjadi mslh hukum. Sebab blm ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru kpd Pemerintah dari Partai Demokrat. Pemerintah skrng hny menangani sudut keamanan, bkn legalitas partai," tulis Mahfud MD.
Sebelumya, AHY mengaku telah mengirimkan surat ke Presiden Jokowi pada Senin (1/2/2021).
Melalui suratnya, AHY meminta klarifikasi tentang isu adanya gerakan yang mengarah pada upaya mengambil alih kepemipinan Partai Demokrat.
Berdasarkan informasi yang diperoleh AHY, gerakan tersebut turut melibatkan pejabat penting yang berada di lingkaran dekat Presiden.
AHY juga menyebut gerakan itu sudah mendapat dukungan dari sejumlah menteri dan pejabat penting di pemerintahan Jokowi.
Namun demikian, AHY mengatakan, tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam persoalan ini.
"Karena itu, tadi pagi, saya telah mengirimkan surat secara resmi kepada yang terhomat Bapak Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi dari beliau terkait kebenaran berita yang kami dapatkan ini," kata AHY, dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Agus Yudhoyono, Senin.
Kemudian, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menggenapi pernyataan AHY. Herzaky menyebut, orang di lingkungan Istana yang hendak mengambil alih kekuasaan di partainya adalah Moeldoko.
Demokrat beranggapan, gerakan ini dilancarkan untuk menjadikan Partai Demokrat sebagai kendaraan politik pada Pemilu 2024. Namun demikian, tudingan tersebut telah berulang kali dibantah Moeldoko.
(TribunPalu.com)