Pernah Hidup Mewah dari Hasil Jualan Sabu di Palu, Pekerjaan Pria Ini Kini Sungguh Mulia

Pria berbadan kekar berkulit kecokelatan itu pernah merasakan dinginnya tembok penjara selama dua tahun.

Editor: mahyuddin
Kompas.com
Ilustrasi pengguna narkoba 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Alan Sahril

TRIBUNPALU.COM, PALU - Pengurus Yayasan Khitan Dzhofir Al-Qadum berinisial TY memiliki pengalaman pahit sebelum terlibat dalam berbagai kegiatan sosial.

Pria berbadan kekar berkulit kecokelatan itu pernah merasakan dinginnya tembok Penjara selama dua tahun.

Alumni Sekolah Kesehatan Kota Palu angkatan 2007 itu mendekam di penjara karena tersangkut kasus peredaran Narkotika jenis sabu.

“Sebelum masuk penjara saya pernah merasakan kemewahan dari hasil berjualan sabu. Bahkan omzet saya mencapai Rp 30 juta per bulan,” kata pria yang pernah tenar dengan nama Abeat kepada TribunPalu.com, Minggu (14/3/2021).

Ayah tiga anak tersebut sangat dikenal di kalangan pecandu sabu kala itu.

Tak hanya menjual, kadang Abeat juga 'mensedekahkan' sebagian barang haramnya untuk pecandu baru.

Baca juga: Selalu Berada di Sekitar Gubernur Terpilih Sulteng, Pemuda Ini Bukan Orang Sembarang

Baca juga: Neng Korona; Jajakan Kue di Taweli, Nyantri di Makassar, Nyalon di Donggala, Jadi Elite DPRD di Palu

Baca juga: Linawati Mulialim Kenalkan Kerja-kerja Bank Panin di Redaksi TribunPalu.com

Ketua Yayasan Khitan Dzhofir Al-Qadum Tusriyanto bersama rekannya dilantik Wali Kota Palu Hadianto Rasyid beberapa waktu lalu.
Pengurus Yayasan Khitan Dzhofir Al-Qadum dilantik Wali Kota Palu Hadianto Rasyid beberapa waktu lalu. (handover)

Sembari menjajakan sabu, Abeat juga bekerja sebagai perawat di beberapa rumah sakit dalam kurun waktu tujuh tahun, 2011-2017.

“Semasa berjualan, saya sampai beli mobil dan rumah di Kota Palu. Hampir semua juru parkir kenal saja, karena saya juga tidak pelit kalau soal uang, apalagi di tempat hiburan malam, saya keluar masuk tiap malam,” ucap Abeat.

Semua kemewahan hidupnya itu sirna begitu polisi menyergapnya.

Istri Abeat menjual semua barang mewah hingga rumah untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

Abeat tak bisa menafkahi istrinya selama di penjara.

“Istri saya itu begitu tabah. Itu juga yang membuat saya sadar. Satu yang membuat saya terharu, anak saya yang paling bungsu memanggil saya dengan nama Om, karena baru melihat saya,” tuturnya menunduk di redaksi TribunPalu.com, Jl Emmy Saelan, Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Pria kelahiran Palu 1988 itu meninggalkan narkoba, bahkan rokok selama di Penjara.

"Saya termasuk orang yang paling beruntung di dunia, saya rasa Tuhan memberi saya kesempatan menebus kesalahan," ucap Abeat mengusap dadanya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved