Sulteng Hari Ini
Jatam Sulteng Sebut Kerugian dari Sektor Tambang Mencapai Triliunan Rupiah
Karut marut usaha pertambangan menjadi penyebab temuan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng atas kerugian negara hingga triliunan rupiah.
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Fandy Ahmat
TRIBUNPALU.COM, PALU - Aktivitas pertambangan di Sulawesi Tengah (Sulteng) titik perhatian publik beberapa waktu terakhir.
Sebab, karut marut usaha pertambangan menjadi penyebab temuan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng atas kerugian negara mencapai triliunan rupiah.
Dari hasil penyelidikan terhadap tambang emas Poboya di Kota Palu pada 2017, Jatam Sulteng memperkirakan kerugian negara dari sektor pertambangan itu mencapai Rp 4 triliun dalam kurun waktu tiga tahun.
"Luas lahan pertambangan di Poboya itu seperti lapangan sepak bola. Sekali perendaman bisa menghasilkan 28 kg emas. Ketika kami jumlahkan dari tahun 2013 hingga 2017, keuntungannya sekitar Rp 4 triliun. Dan hasilnya hanya dinikmati segelintir orang," ujar Koordinator Pelaksana Jatam Sulteng, Moh Taufik, Senin (15/3/2021) pagi.
• Pelarian Bandar Narkoba yang Kabur dari Lapas Berakhir, Dibekuk saat Hendak Kabur ke Luar Sulawesi
• Buntut Kisruh Partai Demokrat, Ayah Dipecat karena Dukung KLB Partai Demokrat, Anak Tetap Pilih AHY
Selain di Kota Palu, kata Taufik, Jatam juga menemukan fenomena serupa terjadi di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo).
Menurutnya, agar tetap beroperasi, perusahaan tambang mengiming-imingi pekerjaan kepada masyarakat.
Sehingga, kata dia, masyarakat yang tadinya sebagai petani akhirnya beralih profesi menjadi penambang.
"Polemik tambang ini terletak pada aspek kerugian negara, seperti perusahaan tidak menunaikan kewajiban membayar dari hasil tambang. Sementara modus mereka itu tadi, ingin menggiatkan perekonomian masyarakat sekitar," pungkas Taufik. (*)