Buntut Aksi Walk Out HRS saat Sidang, KY Bereaksi Keras dan Ingatkan Soal Konsekuensi Hukum

Komisi Yudisial (KY) bereaksi keras terkait aksi walk out Habib Rizieq Shihab dalam sidang yang digelar di PN Jakarta Timur, Selasa (16/3/2021).

Tribunnews.com
Habib Rizieq Shihab. 

TRIBUNPALU.COM - Komisi Yudisial (KY) bereaksi keras terkait aksi walk out Habib Rizieq Shihab dalam sidang yang digelar di PN Jakarta Timur, Selasa (16/3/2021).

Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata menyangkan sikap HRS yang walk out dalam sidang tersebut.

Adapun HRS memutuskan walk out karena protes tidak bisa hadir langsung dalam sidang.

Menurut Mukti Fajar, sidang yang dilakukan secara virtual telah diatur dalam undang-undang.

Sidang virtual bisa dilaksanakan sebagai antisipasi kesehatan dan keselamatan di masa pandemi Covid-19.

Baca juga: Anies Pangkas 95 Persen Target Rumah DP 0 Rupiah, Wagub Riza Jelaskan Alasannya

Baca juga: Penjelasan Resmi BWF Soal Tim Indonesia di All England: Aturan Pemerintah Inggris

Baca juga: Sidang Virtual HRS karena Alasan Prokes Covid-19 Dinilai Terlalu Mengada-ada

"Perihal sidang virtual dilakukan untuk memberikan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan bagi pencari keadilan. Penyesuaian ini adalah mengedepankan aspek kesehatan dan keselamatan para pihak," ujar Mukti Fajar dalam siaran persnya, Kamis (18/3/2021).

Oleh karena itu, Mukti Fajar mengingatkan bahwa KY memiliki wewenang untuk mengawasi adanya tindakan yang menjatuhkan martabat dan kehormatan hakim dalam sidang.

Dia mengimbau agar semua pihak selalu menghormati lembaga peradilan.

"KY mengimbau agar publik dapat menghormati lembaga peradilan agar marwah dan kewibawaan lembaga peradilan benar-benar terjaga dengan baik. Publik juga diminta untuk menghormati pengadilan dan profesi hakim," kata Mukti Fajar.

Selain itu Mukti Fajar mengingatkan bahwa ada konsekuensi hukum dalam setiap tindakan yang dilakukan saat persidangan.

KY menurutnya siap memproses prilaku atau pelanggaran yang dianggap melanggar kode etik atau merendahkan profesi hakim.

"Apabila KY menemukan dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim, atau perilaku merendahkan martabat hakim oleh para pihak maka KY akan memproses lebih lanjut," pungkas Mukti Fajar.

Sementara itu pengamat politik, Refly Harun mengatakan digelarnya sidang virtual karena alasan prokes terlalu mengada-ada.

Baca juga: Update CPNS 2021: Ada 115.393 Formasi Guru dan 10.949 Formasi Non Guru, Pendaftaran Mulai Mei

Baca juga: Pengakuan Istri Edhy Prabowo, Dikasih Uang Bulanan Rp 50 Juta dan Tak Tahu Penghasilan Lain

Baca juga: Kisah Personel Polisi yang Hilang Saat Tsunami Aceh,17 Tahun Hilang Kini Ditemukan Menghuni RSJ Aceh

"Satu-satunya alasan yang membuat, alasan formal ya, yang membuat mereka tidak bisa dihadirkan adalah protokol kesehatan Covid-19. Menurut saya alasan itu mengada-ada," kata Refly Harun dilansir dari YouTube pribadinya, Kamis (18/3/2021).

Menurut Refly, sidang virtual seharusnya dilakukan secara keseluruhan.

Jadi, bukan hanya terdakwa saja yang tidak hadir langsung di ruang sidang.

"Kalau begitu ya sekalian saja sidangnya virtual semua. Jadi hakimnya virtual, pengacaranya virtual, jaksanya virtual, kemudian kuasa hukumnya virtual," jelasnya.(*)

Sumber: Tribun Palu
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved