Universitas Tadulako

Pernah Wawancarai Teroris di Sulteng, Dekan FISIP Untad: Mereka Bisa Diperbaiki

Perhatiannya terhadap kasus tindak pidana terorisme semakin dibuktikan lewat laporan penulisan tugas akhir, mulai dari skripsi, tesis hingga disertasi

Editor: mahyuddin
tribunpalu.com/fandi
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Tadulako (Untad) Prof Muhammad Khairil 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Fandy Ahmat

TRIBUNPALU.COM, PALU - Dekan FISIP Universitas Tadulako (Untad) Prof Muhammad Khairil menceritakan pengalamannya saat mewawancarai teroris di Sulawesi Tengah.

Sejak awal kuliah, dirinya memang kerap melakukan kajian soal komunikasi tindak penanganan Terorisme di Indonesia. 

Perhatiannya terhadap kasus tindak pidana Terorisme semakin dibuktikan lewat laporan penulisan tugas akhir, mulai dari skripsi, tesis hingga disertasi. 

Termasuk kisah Prof Khairil dalam mengungkap kasus tindak terorisme di wilayah Poso khususnya pascakonflik. 

Prof Khairil menuturkan, saat itu dirinya meneliti perilaku komunikasi terpidana kelompok terorisme di 2012.

Awalnya, Prof Khairil berdialog dengan mantan pengacara Harun Nyak Itam dari Tim Pembela Muslim (TPM) Sulawesi Tengah

Para tersangka ini (kelompok teroris), kata Prof Khairil, menunjukkan identitas diri dalam perilaku non verbal, seperti celana cingkrang, memakai kopiah, memanjangkan jenggot dan identitas lainnya.

"Sebagai mantan pengacara yang pernah membela mereka, identitas tadi khas dari kelompok ini. Kalau ciri-ciri ini ada dalam seseorang, maka muncullah dugaan dia bagian dari teroris. Tapi benarkah identitas seperti itu adalah teroris? Ini adalah efek dari isu global penanganan teroris melalui pencitraan," jelasr Prof Khairil seraya menirukan ungkapan Harun Nyak Itam, Jumat (23/4/2021).

Prof Khairil juga telah bertemu dengan semua terpidana kasus Terorisme Sulawesi Tengah di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). 

Mulai dari mereka yang ditahan di Lapas Petobo (Palu), Ampana (Kabupaten Tojo Una-Una), Makassar (Sulawesi Selatan) hingga Cirebon (Jawa Barat). 

Dia sebelumnya telah mengetahui bahwa tindakan mereka didorong dendam dan kebencian mendalam. 

Pada umumnya, lanjut Prof Khairil, para tersangka teroris ini adalah pemuda yang terlibat langsung ketika terjadi konflik Poso pada 1998 hingga 2001, bahkan sebagian mereka adalah korban. 

Di sisi lain, Prof Khairil percaya bahwa para terpidana teroris itu bisa diperbaiki atau diajak kembali ke jalan yang benar. 

Namun baginya, upaya itu tentu tidak mudah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. 

"Menurut prinsip Islam, dalam situasi perang sekalipun, pihak berkonflik dilarang menargetkan warga sipil atau orang lemah yang tidak berkaitan langsung. Tetapi mereka justru terbalik. Pemahaman inilah yang perlu diluruskan. Dekati masyarakat, dengar cerita mereka karena memang upaya itu tidak serta merta cepat," ucap Prof Khairil. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved