Konsekuensi KKB Papua Dilabeli Teroris, Pengamat: Pendukung di Medsos Bisa Ditangkap Densus 88

Peneliti terorisme Ridlwan Habib menilai ada tiga konsekuensi setelah pemerintah melabeli KKB sebagai kelompok teroris.

Handover
Ilustrasi - Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua 

TRIBUNPALU.COM - Pemerintah kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua sebagai organisasi teroris.

Terkait dengan hal ini peneliti terorisme Ridlwan Habib menilai ada tiga konsekuensi yang harus dihadapi.

Pertama, kata dia, ujung tombak penanganan adalah Polri, dalam hal ini Densus 88.

Selain itu, kata dia, para pelaku dihukum menggunakan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018.

 

Dalam operasi penegakan hukum terhadap terorisme, kata Ridlwan, Polri bisa meminta bantuan TNI, bahkan pasukan khusus TNI.

"Namun perlu segera ada Perpres TNI mengatasi terorisme sebagai payung hukum, dan bisa segera ditandatangani oleh Presiden Jokowi," kata Ridlwan ketika dihubungi Tribunnews, Jumat (30/4/2021).

Konsekuensi kedua, kata dia, penyebutan secara spesifik kelompok terorisme di Papua berdasarkan pimpinan mereka.

Baca juga: Cara Soeharto Taklukan KKB Papua, Pimpinan KKB Legendaris Menyerah Meski Punya 14.000 Pasukan

Baca juga: Nekat Masuk Markas KKB Tanpa Senjata, Kapolres Yapen Sukses Bikin Pimpinan Musuh Bertobat

"Jangan sampai salah menyebut sebagai kelompok teroris Papua, karena akan membuat marah warga Papua lain yang tidak mendukung."

"Sebut saja nama kelompoknya, misalnya kelompok teroris Lekagak Telenggen, kelompok teroris Goliat Tabuni, kelompok teroris Kely Kwalik, dan seterusnya," ucap alumni S2 Intelijen UI tersebut.

Konsekuensi ketiga, kata dia, Densus 88 bisa menangkap siapa saja yang setuju, atau mendukung aksi bersenjata di Papua.

Termasuk, kata dia, mereka yang mendukung di medsos.

"Misalnya Veronica Koman, selama ini mendukung KKB di Twitter, bisa ditangkap atas dugaan terorisme sesuai Undang-undang Nomor 5 tahun 2018," beber Ridlwan.

Penangkapan itu, kata dia, juga bisa dilakukan terhadap aktivis-aktivis pro KKB yang berada di kota-kota di luar Papua.

"Misalnya di Yogya, di Surabaya, kalau ada indikasi kelompok itu mendukung KKB, sekarang bisa dihukum dengan Undang-undang Terorisme," ulasnya.

Ridlwan mengatakan, dengan demikian perlu dipikirkan masifnya penangkapan, termasuk kapasitas penjara yang digunakan nanti.

Baca juga: Ada 3 Konsekuensi KKB Papua Dicap Teroris, Peneliti UI: Hati-hati Salah Sebut

"Pergantian istilah menimbulkan konsekuensi serius yang harus disiapkan pemerintah," ujar Ridlwan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua sebagai organisasi teroris.

Mahfud MD mengatakan keputusan pemerintah tersebut sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Ketua MPR, pimpinan BIN, pimpinan Polri, dan pimpinan TNI.

Keputusan tersebut, kata Mahfud MD, juga sejalan dengan fakta banyaknya tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah daerah, dan DPRD Papua yang datang kepada pemerintah, khususnya Kemenko Polhukam, untuk menangani aksi kekerasan di Papua.

Pemerintah, kata Mahfud MD, menyatakan mereka yang melakukan pembunuhan dan kekerasan secara brutal secara masif sesuai dengan ketentuan UU 5/2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.

Mahfud MD menjelaskan, definisi teroris berdasarkan UU teesebut adalah siapapun orang yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.

Sedangkan terorisme, kata dia, adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan, atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas.

Yang dapat menimbulkan korban secara massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, dan keamanan.

Tidak hanya KKB, kata Mahfud MD, pemerintah juga menyatakan mereka yang berafiliasi dengan KKKB termasuk ke dalam tindakan teroris.

"Berdasarkan definisi yang dicantumkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018."

"Maka apa yang dilakukan oleh KKB dan segala nama organisasinya dan orang-orang yang berafiliasi dengannya adalah tindakan teroris," tegas Mahfud MD saat konferensi pers, Kamis (29/4/2021).

Untuk itu, kata Mahfud MD, pemerintah sudah meminta Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait, untuk melakukan tindakan terhadap organisasi tersebut.

Baca juga: KKB Ditetapkan Jadi Kelompok Teroris, Ini Konsekuensinya: Keterlibatan Densus 88 Hingga Penerapan UU

"Untuk itu maka pemerintah sudah meminta kepada Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait untuk melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur menurut hukum."

"Dalam arti jangan sampai menyasar ke masyarakat sipil," beber Mahfud MD.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin meminta pemerintah mendefinisikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagai organisasi teroris, sesuai UU 5/2018 tentang Terorisme.

Juga, Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB), Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TNPPB).

Azis mengatakan, kelompok bersenjata di Papua sejatinya para pelaku atau terduga terorisme, karena melakukan teror, ancaman, menyandera, membunuh, menyiksa dan menculik warga sipil, seringkali dengan motif politik.

"Maka mereka adalah teroris."

"Sama halnya dengan kelompok di Poso, di Bima, di Jawa Barat, Jawa Tengah ataupun Jawa Timur."

"Keengganan pemerintah melakukan pelabelan sebagai terorisme terhadap KKB sejenis Kelompok Egianus Kogoya.

"Bisa jadi adalah suatu pendekatan politik yang diambil untuk meredakan ketegangan akibat separatisme di Papua," kata Azis lewat keterangan tertulis, Senin (22/3/2021).

Azis menuturkan, jangan pernah mengatakan kejadian di Papua bukan terorisme, karena sejatinya terorisme terjadi di sana.

Menurutnya, terorisme yang berakar dari separatisme, persis seperti yang terjadi di Thailand selatan.

Maka, secara penegakan hukum pun UU Pemberantasan Terorisme dapat digunakan.

Walaupun pendekatan pemberantasan terorisme dapat digunakan di Papua, pendekatan terbaik adalah melalui pendekatan kesejahteraan, sosial, ekonomi dan budaya.

Seraya, memberikan rekognisi dan akomodasi terhadap hak-hak masyarakat adat/lokal yang eksis di sana.

"Pendefinisian OPM sebagai KKB tidak salah sepenuhnya, tetapi istilah itu terlampau umum."

"Begal motor, perampok bank misalnya, juga dapat tergolong KKB, sepanjang mereka berkelompok dan memakai senjata api,tajam, dalam aksinya," ulasnya.

Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, risiko lain yang lebih besar dari pendefinisian OPM sebagai pemberontak adalah munculnya peluang bagi mereka di luar negeri, untuk merujuk Protokol Tambahan II tahun 1977 dari Konvensi Jenewa (Geneva Convention).

Konvensi tersebut merupakan hukum internasional tentang penanganan perang (jus in bello) atau disebut pula hukum humaniter internasional.

Protokol Tambahan II membahas konflik bersenjata non-internasional atau di dalam sebuah negara.

Pada pasal 1 dinyatakan, “Angkatan perang pemberontak atau kelompok bersenjata pemberontak lainnya yang terorganisir di bawah komando."

"Hal ini yang memungkinkan mereka melaksanakan operasi militer secara terus menerus dan teratur, yang berarti termasuk objek Konvensi Jenewa."

"Pasal 3 Protokol Tambahan II melarang adanya intervensi dari luar."

"Tetapi tidak ada larangan pihak pemberontak menyampaikan masalah kepada dunia internasional jika menurutnya terjadi pelanggaran Konvensi Jenewa," bebernya.

Azis menegaskan, walaupun belum atau tidak menyetujui dan meratifikasi Protokol Tambahan II, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Jenewa.

Karena itu, penyebutan OPM sebagai pemberontak dapat berisiko internasionalisasi, kasus serangan OPM atau saat TNI/Polri menindak mereka.

"Penyelesaian OPM sebaiknya dilakukan komprehensif, secara taktis-operasional, TNI dan Polri segera menghancurkan dan menetralisasi para penyerang," paparnya. (Gita Irawan)

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul KKB Papua Dilabeli Teroris, Densus 88 Bisa Tangkap Pendukung di Medsos Seperti Veronica Koman,

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved