Apakah Kotoran Cicak Itu Najis? Simak Penjelasan Ulama Berikut Ini

Cicak merupakan hewan reptil yang bisa merayap di permukaan dinding, baik vertikal maupun horizontal. Sehingga bisa membuang kotorannya di manapun.

unsplash.com
Foto Ilustrasi: Hukum kotoran cicak yang dikatakan ulama tidak najis dan ada yang mengatakan najis. 

“Adapun cicak, maka para jumhur ulama (Syafi’iyyah) berpendapat bahwa ia termasuk hewan yang tidak mengalir darahnya.

Di antara yang menegaskan hal tersebut adalah Syaikh Abu Hamid dalam Ta’liq-nya, Al Bandaniji, Al Qadhi Husain, penulis kitab Asy Syamil, dan selain mereka.

Dan dinukil dari Al Mawardi bahwasanya dalam hal ini ada dua pendapat, sebagaimana ular. Dan Syaikh Nashr Al Maqdisi menguatkan bahwa cicak itu memiliki darah yang mengalir”

Baca juga: Jelang Hari Raya Idul Fitri, Perlukah Mempersiapkan Baju Baru? Berikut Penjelasan Buya Yahya

Baca juga: Manakah yang Harus Didahulukan, Bayar Utang Puasa atau Puasa Syawal? Berikut Penjelasan Buya Yahya

Kedua, Kotoran Cicak Digolongkan sebagai Najis yang Dimaafkan

Kotoran cicak itu dihukumi ma’fu atau kotoran yang dimaafkan.
Sehingga tidak perlu disucikan, cukup dibersihkan saja.

Sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Hasyiyah Qolyubi juz 1 halaman 209:

(ويعفى) أي في الصّلاة فقط، أو فيها وغيرها ما مرّ على عامر. قوله: (عن قليل دم البراغيث) ومثله فضلات ما لا نفس له سائلة. قال شيخ شيخنا عميرة ومثله بول الخفّاش، كما في شرح شيخنا ورجّح العلّامة ابن قاسم العفو عن كثيره أيضا. قال وذرقه كبوله، وقال تبعا لابن حجر، وكذا سائر الطّيور، ويعفى عن ذرقها وبولها، ولو في غير الصّلاة على نحو بدن أو ثوب قليلا أو كثيرا رطبا أو جافّا ليلا أو نهارا لمشقّة الاحتراز عنها فراجعه مع ما ذكروه في ذرق الطّيور في المساجد

“Imam Ibnu Qasim berpendapat bahwa kotoran kelelawar sama halnya seperti kencingnya, pendapat beliau ini mengikuti Imam Ibnu Hajar, dan hal ini sama dengan jenis burung yang lainya.

Kotoran dan air kencingnya hukumnya dima’fu meskipun itu terjadi dalam selain shalat seperti terkena pada badan atau baju, baik najisnya sedikit atau banyak, basah ataupun kering, dan malam atau siang dikarenakan sulit untuk menjaganya, dan apa yang telah tertuturkan tadi itu hukumnya sama (dima’fu) dengan kotoran burung yang berada di dalam masjid.”

(TribunPalu.com/Hakim)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved