Guru Honorer Diteror Pinjaman Online, Utang Rp 3,7 Juta Membengkak Jadi Rp 206 Juta
Di era modern seperti saat ini, pinjaman online telah menjadi solusi instan untuk mendapatkan dana.
TRIBUNPALU.COM - Di era modern seperti saat ini, pinjaman online telah menjadi solusi instan untuk mendapatkan dana.
Namun pinjaman dengan skenario instan tersebut kerap kali dimanfaatkan oleh orang-orang tak bertanggungjawab.
Banyak sekali modus penipuan yang digunakan dengan memanfaatkan skema pinjaman online.
Seperti yang dialami seorang guru honorer di Semarang, Jawa Tengah.
Afifah Muflihati (27) mendapat teror sebuah aplikasi pinjaman online.
Baca juga: Pria Serang Polisi di Palembang, Teriak Usai Tusuk Leher Hingga Bahu Korban: Saya Teroris Pak
Baca juga: Prakiraan Cuaca BMKG 33 Kota Indonesia Minggu 6 Juni 2021: Jambi Berkabut, Banjarmasin Hujan Petir
Baca juga: Sertijab Bupati di DPRD Banggai 10 Juni, Ini Agenda Amir-Furqan Usai Dilantik Gubernur
Kuasa hukumnya, Muhammad Sofyan dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama (NU) Salatiga, menuturkan, sewaktu kliennya mendatanginya untuk meminta bantuan hukum, kondisinya terlihat sangat depresif.
Kata Sofyan, kliennya menerima teror yang mengerikan dari aplikasi pinjol.
"Diteror ratusan kali. Bahkan ada yang diedit konten pornografi dan ditulis menjual diri untuk lunasi utang online," ujarnya, Kamis (4/6/2021).
Menurut Afifah, tak hanya memperoleh teror, data dirinya pun disebar saat ditagih oleh pinjol.
Data diri itu disebar ke kontak telepon Afifah. Aplikasi pinjol tersebut ternyata bisa mengakses kontak teleponnya.
Orang-orang yang ada di kontak teleponnya, mulai dari keluarga, teman, hingga kolega, dikirimi foto beserta KTP-nya dengan narasi tidak bisa bayar utang.
"Data klien disebar ke seluruh kontak di phone book dengan tendesi menyerang, menyebutkan kata kasar, ditulis wanted dan sebagainya," tambah Sofyan.
Sofyan menyampaikan, karena diduga melakukan ancaman dan intimidasi melalui telepon dan seluruh sosial media kliennya, kasus aplikasi pinjol ini bisa dibawa ke ranah pidana.
Awal mula terjerat pinjol
Saat mengalami masalah finansial, Afifah melihat iklan aplikasi pinjaman online Pohon Uangku di ponselnya.
Pada 30 Maret 2021, Afifah mengunduh aplikasi tersebut, lalu mengikuti persyaratan melakukan pinjaman.
Afifah melanjutkan, saat itu, tidak ada tanda tangan elektronik sebagai tanda persetujuan.
Ia pun hanya diminta mengirimkan foto kartu tanda penduduk (KTP) dan identifikasi wajah.
Beberapa saat kemudian, ia menerima transferan senilai Rp 3,7 juta. Padahal, ia dijanjikan bakal memperoleh uang Rp 5 juta.
Dia awalnya mengira pelunasan bisa dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan, tapi tenor pinjaman justru tujuh hari.
Dalam kurun waktu lima hari, Afifah sudah ditagih. Aplikasi pinjol tersebut juga mengancam akan menyebar identitas lengkapnya.
Karena terus menerima teror, Afifah kembali meminjam uang melalui aplikasi pinjol lainnya supaya utangnya tertutup.
Namun, jaringan pinjol itu terus berlanjut hingga lebih dari 20.
Baca juga: Info Lowongan Pekerjaan di Ruangguru Lulusan Sarjana Semua Jurusan
Baca juga: Hari Lingkungan Hidup Sedunia, DLH Kota Palu Ajak Lurah Tanam Mangrove di Pantai Dupa Indah
Baca juga: Miliki Sensor Kamera Ultra Wide, Berikut Spesifikasi dan Harga Samsung Galaxy A32
Total utangnya pun membengkak jadi Rp 206.350.000. Dari hasil gali lubang tutup lubang, pinjaman online-nya telah terbayar Rp 158 juta.
Kemudian, untuk melunasi sisa utangnya, ia melakukan pinjaman di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar Rp 20 juta dengan jaminan sertifikat rumah.
Saat ini, utang di aplikasi pinjol yang belum dibayar Afifah sebesar Rp 47 juta.
Utang Rp 3,7 Juta untuk Beli Susu Anak, Guru Honorer Ditagih Pinjol Rp 206 Juta.
Afifah (28) tidak menyangka niatnya meminjam uang dari pinjaman online untuk membeli susu anaknya menjadi awal malapetaka.
Dari pinjaman sebesar Rp 3,7 juta, dia harus menanggung tagihan sebesar Rp 206 juta.
Kuasa hukum Afifah, Muhammad Sofyan dari Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama Cabang Salatiga mengatakan kejadian tersebut bermula pada 20 Maret 2021.
"Saat itu klien kami melihat iklan dari aplikasi. Dari penjelasan aplikasi tersebut, dari pinjaman Rp 5 juta jangka waktu 91 hari bunga 0,04 persen," jelasnya, Jumat (4/6/2021) saat ditemui.
Afifah kemudian dipandu untuk foto diri bersama KTP miliknya.
"Ternyata tak sampai lima menit, rekeningnya mendapat transferan dari tiga lembaga sebesar Rp 3,7 juta," kata Sofyan.
Karena merasa janggal mendapat transfer uang dalam waktu singkat, dana tersebut tidak diambilnya.
Masalah mulai datang di hari kelima setelah mendapat pinjaman, 25 Maret 2021.
"Afifah mulai mendapat WA (pesan WhatsApp) untuk melakukan pelunasan, padahal belum hari ke-91.
Setelah itu, pada hari ketujuh mulai ada teror WA ke rekan-rekan Afifah yang ada di kontak phonebook, dari kisaran 200 kontak, 50 di antaranya mendapat WA penagihan sebagai penjamin," kata Sofyan.
Menurutnya, Afifah sudah berupaya membayar tagihan pinjaman online tersebut.
"Diinformasikan oleh aplikasi tersebut, dari pinjaman Rp 5 juta, mendapat Rp 3,7 juta dan harus membayar Rp 5,5 juta. Dari uang Rp 3,7 juta yang tak diambil di rekening, sudah ditambah Rp 2 juta tapi malah membengkak jadi ratusan juta," jelasnya.
Sofyan mengungkapkan, kliennya melapor ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah karena cara-cara penagihan dari pelaku aplikasi tersebut sudah kelewat batas dan mengarah ke fitnah.
"Selain kata-kata kotor, ada foto editan seolah klien kami telanjang dan disebar ke kontak WA yang ada. Kata-katanya juga penuh ancaman, fitnah, dan mencemarkan nama baik," jelasnya.
Pelaporan tersebut terkait pelanggaran UU ITE.
Akibat serangkaian teror tersebut, Afifah yang bekerja sebagai guru honorer merasa trauma dan ketakutan.
"Saat ini klien kami tidak lagi berani memegang ponsel dan pekerjaannya terganggu karena teror WA tersebut juga sampai ke rekan-rekan guru," kata Sofyan. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com