Warga Timor Leste Mengaku Salah Pilih saat Referendum 1999, Kini Tak Dihiraukan dan Hidup Menderita

Timor Leste resmi berpisah dari Indonesia tepat di hari ke-13 usai perayaan Hari Kemerdekaan RI tahun 1999.

Handover
Rumah pengungsi warga asli Timor Leste di Nusa Tenggara Timur. 

TRIBUNPALU.COM - Timor Leste resmi berpisah dari Indonesia tepat di hari ke-13 usai perayaan Hari Kemerdekaan RI tahun 1999.

Referendum di Timor Timur digelar 22 tahun silam pada tanggal 30 Agustus.

Tiga tahun berselang, akhirnya Timor Leste resmi berpisah dengan Indonesia dan dinyatakan sebagai sebuah negara pada 20 Mei 2002.

Sebanyak 94.388 orang atau 21,5 persen penduduk Timor Timur memilih tetap bergabung dengan Indonesia, sedangkan mayoritas 344.580 orang atau 78.5 persen warga Timor Timur memilih merekat.

Kemudian mereka yang memilih tetap menjadi bagian dari Indonesia berbondong-bondong mengungsi, menyeberang ke Nusa Tenggara Timur.

Baca juga: Timor Leste Nyaris Bangkrut karena Utang Menumpuk, Kini Ketiban Rejeki Nomplok dari Negara Tetangga

Menurut data Sekretariat Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Provinsi NTT tahun 2005, seperti melansir dari CNN Indonesia, tinggal di Kabupaten Belu.

Sebanyak 11.176 orang di Timor Tengah Utara, dan 11.360 orang di Kupang. Total pengungsi tercatat berjumlah 104.436 orang.

Dalam sebuah postingan di media sosial Instagram di akun papua_talk terlihat gambaran Desa Manusat, Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Rumah berdinding bambu atau kayu beratapkan daun lontar berlantaikan tanah, dengan tanah gersang di sekeliling rumah, serta bebatuan besar di sekitarnya.

Seorang wanita paruh baya membawa ember dan jeriken berisi air, rupanya berjalan cukup jauh untuk sekadar memiliki air bersih.

Tampak pula seorang wanita memintal benang di depan rumahnya yang gersang.

Fredu Simenes, warga asli Timor Timur yang saat ini mengungsi, berada di Reset Clemen, sementara sebagian saudara masih berada di Telowaki, Tuapukan, Neibona.

Dia mengatakan, bahwa dari tahun 1999 setelah diadakannya referendum, hingga saat ini, dia tetap menjadi pengungsi karena statusnya tidak jelas.

Dia tidak memiliki lahan untuk digarap dan tidak memiliki apa-apa untuk anak cucunya kelak keluar dari penderitaan yang dirasakannya selama ini.

Sebagai ketua RT, dia sudah meminta kepada pemerintah melalui lembaga terkait, untuk bagaimana caranya mengulurkan tangan agar mereka bisa keluar dari penderitaa ini.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved