Sulteng Hari Ini
Apa Itu Ritual Giwu? Sanksi Adat Warga Danau Poso ke Perusahaan Swasta yang Dianggap Rusak Alam
Ritual Giwu kepada sebuah perusahaan swasta yang beroperasi di sekitar Danau Poso disepakati ratusan masyarakat adat dari 21 desa, Senin (22/11/2021)
Selain menjaga alam, potensi taman bumi juga bisa beririsan untuk menunjang kesejahteraan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Inilah harta karun Danau Poso sesungguhnya yang harus dijaga kelestariannya.

perusahaan swasta Dianggap akan Matikan Tradisi hingga Rusak Lingkungan
Kompodongi memiliki nilai sejarah bagi masyarakat adat tepian Danau Poso.
Kawasan itu terletak di Kelurahan Tentena, Kecamatan Pamona Puselemba, Kabupaten Poso.
Dalam catatan sejarah suku Pamona, wilayah Kompodongi merupakan simbol penguasaan wilayah ulayat setelah perang antara Pamona dan Napu di masa lalu.
Selama sekian generasi masyarakat Danau Poso hidup, kawasan Kompodongi telah menjadi bendungan alami danau dan juga menjadi wilayah riparian tempat pengembangbiakan ikan alami.
Perubahan lingkungan di kawasan itu dikhawatrikan akan menghilangkan Mosango, salah satu tradisi masyarakat untuk menangkap ikan.
Saat Mosango dilakukan, masyarakat akan datang dari berbagai wilayah desa di kawasan adat di danau tersebut.
Kini wilayah seluas 34 hektare itu sedang terancam oleh proyek reklamasi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan swasta.
Masyarakat adat meyakini kegiatan perusahaan itu telah merusak lingkungan di sana sehingga mereka menjatuhkan sanksi adat terhadap perusahaan tersebut.
Baca juga: Danau Poso Resort Tawarkan Pemandangan Alam Amazing, Sulit Dilupakan Pengungjung
Berlin Modjanggo, Ketua Adat Desa Meko, Kecamatan Pamona Barat, memimpin ritual penjatuhan giwu tersebut.
Dia mengatakan bahwa sanksi adat ini adalah pernyataan sikap Masyarakat Adat Danau Poso (MADP).
Perusakan yang dimaksud itu berupa upaya membendung aliran Sungai Poso untuk menaikkan ketinggian air Danau Poso sejak April 2020.
Dampak dari naiknya ketinggian muka air Danau Poso adalah terendamnya 266 hektare sawah dan kebun warga di pinggir danau tersebut.
Selain itu, 150 hektare padang penggembalaan kerbau dan sapi masyarakat Desa Tokilo, Tindoli, dan Tolambo di Kecamatan Pamona Tenggara juga terdampak oleh naiknya ketinggian air danau ini.