Terbongkar Kasus Baru Selain Herry Wirawan, Kini Ada 9 Santriwati Diperkosa Guru di Jawa Barat
Kasus pemerkosaan terhadap santriwati oleh guru pesantren bernama Herry Wirawan baru-baru ini bikin heboh masyarakat Indonesia.
TRIBUNPALU.COM - Kasus pemerkosaan terhadap santriwati oleh guru pesantren bernama Herry Wirawan baru-baru ini bikin heboh masyarakat Indonesia.
Namun, di tengah kabar menggegerkan tersebut, kini muncul kasus lain yang serupa.
Kali ini kasus pencabulan terhadap santriwati terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Polres Tasikmalaya pun telah melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut.
Polisi sedang melakukan pemeriksaan saksi dan pembuktian.
"Sedang kami tangani. Laporannya pada hari Kamis tanggal 7 Desember kemarin," kata Kapolres Tasikmalaya, AKBP Rimsyahtono, Jumat (10/12).
Baca juga: Nasib Pilu 2 Santriwati Usai Dicabuli Guru Agama, Dikeluarkan dari Sekolah Baru karena Punya Bayi
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Darah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya kini mendampingi santriwati korban pencabulan.
"Sudah dua orang yang berani melapor dan kami melakukan pendampingan," kata Ketua KPAID, Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto.
Ato mengungkapkan, dari hasil penelusuran KPAID ada sembilan santriwati yang menjadi korban percabulan guru pesantrennya.
"Pesantrennya ada di wilayah selatan Kabupaten Tasikmalaya, dan belum bisa kami sebutkan," ujar Ato.
Ia menyebutkan, dari sembilan yang sementara ini sudah diketahui, baru dua santriwati yang berani melapor.
"Kedua korban melapor dengan disertai sejumlah bukti yang bisa dijadikan pegangan penyidik," kata Ato.
Peristiwa Serupa Kasus Herry Wirawan
Korban kebejatan guru pesantren Herry Wirawan kini bertambah menjadi 21 santriwati. Sebelumnya, korban Herry Wirawan berjumlah 12 santriwati.
Hal tersebut diungkap Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut.
Selain itu, Herry Wirawan dikabarkan tega mempekerjakan santrinya menjadi kuli bangunan.
Tak hanya itu, Herry Wirawan juga tega mengeksploitasi ekonomi dan mengambil hak-hak korban.
Fakta-fakta itu terbongkar dalam persidangan.
Menurut Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), diduga ada eksploitasi ekonomi dalam kasus rudapaksa tersebut.
Lantaran, dana Program Indonesia Pintar (PIP) milik korban diambil pelaku.
Tak hanya itu, Herry juga memaksa korban menjadi kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru.
"Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku."
"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ungkap Wakil Ketua LPSK RI, Livia Istania DF Iskandar, Kamis (9/12/2021), dilansir Kompas.com.
Lebih lanjut, Livia mengungkapkan, Herry juga memanfaatkan bayi-bayi korban untuk meminta dana bantuan pada sejumlah pihak.
Bayi-bayi malang yang dilahirkan para korban, oleh Herry diakui sebagai anak yatim piatu.
Karena itu, Livia mendorong Polda Jawa Barat untuk mengusut dugaan eksploitasi ekonomi yang dilakukan Herry.
"LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut," tambahnya.
Tak hanya itu, Herry diketahui juga menyalahgunakan dana bantuan pemerintah untuk kepentingan pribadinya, seperti menyewa hotel dan apartemen.
Hotel yang disewa Herry, juga digunakannya untuk merudapaksa para korban.
Fakta ini terungkap berdasarkan hasil temuan penyelidikan tim intelijen, selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan.
Aksi Herry menyewa hotel dan apartemen itu membuat korban percaya pelaku memiliki ekonomi yang cukup.
"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana, Kamis, dikutip dari TribunJabar.
Selama melancarkan aksinya, Herry mengiming-imingi akan menjadikan korban polisi wanita hingga pengurus pondok pesantren.
Aksi Herry menyewa hotel dan apartemen itu membuat korban percaya pelaku memiliki ekonomi yang cukup.
"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana, Kamis, dikutip dari TribunJabar.
Selama melancarkan aksinya, Herry mengiming-imingi akan menjadikan korban polisi wanita hingga pengurus pondok pesantren.(*)
(Sumber: TribunJakarta.com)