Gibran dan Kaesang Dilaporkan ke KPK Oleh Ubaedilah, Jokowi Mania: Pansos
Jokowi Mania (Joman) menyebut tindakan pelaporan Gibran dan Kaesang hanyalah sebuah pansos belaka yang tidak memiliki bukti yang cukup kuat.
TRIBUNPALU.COM – Baru-baru ini Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pelaporan tersebut diketahui atas dugaan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).
Gibran dan Kaesang dilaporkan ke KPK atas tuduhan melakukan tindak pidana pencucian uang dan KKN karena membangun relasi bisnis dengan perusahaan pembakar hutan.
Pelaporan ini menuai tanggapan dari Wakil Ketua Umum Jokowi Mania atau Joman, Bambang Sri Pujo Sukarno.
Dalam keterangannya, Bambang menyebutkan jika pelaporan ini hanyalah pansos belaka.
“Motifnya bukan politik kalau bagi saya, ini motif kampungan, motif pansos, panjat sosial pelapor aja, panjat sosialnya berhasil,” kata Bambang Sri Pujo Sukarno saat diwawancarai di KompasTV.
Tak hanya terlapor saja yang nantinya dapat bersalah, Bambang menyebut jika dampak hukum bagi pelapor juga dapat mengintai.
“Orang ngelaporin orang itu bisa-bisa aja, belum tentu orang yang dilaporkan bersalah, namun dampak hukum bagi pelapor itu udah pasti ada ,” lanjutnya.
Menganggapi hal tersebut, Ubaedillah Badrun selaku Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga sebagai pelapor dari Gibran dan Kaesang juga ikut buka suara.
“Saya udah dikenal publik, tidak ada motif pansos itu,” kata Ubaedillah.
Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi tanda tanya besar menganai putusan hukum atas pelanggaran pembakaran hutam oleh Mahkamah Agung.
Ubaedilah mengungkapkan awal mula laporan ini berasal dari putusan hukum atas sebuah perusahaan bernama PT SM yang memiliki kaitannya dengan dua anak presiden tersebut atas pelanggaran pembakaran hutan, oleh Mahkamah Agung.
Baca juga: Gibran dan Kaesang Dilaporkan ke KPK, KSP Moeldoko: Anak Pejabat Gak Boleh Kaya, Gimana Sih?

Atas pelanggaran tersebut terdapat tuntuntan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.
Namun Ubaedilah menyebut terdapat keanehan saat Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar.
“Saya kira ada argumen-argumen menunjukkan tanda tanya besar, misalnya putusan Mahkamah Agung yang putus bulan Februari tahun 2019 itu terjadi ketika satu bulan sebelumnya perusahaan yang didirikan dua anak presiden bersama anak petinggi PT SM itu didirikan bulan Januari, gugatan Kementerian Lingkungan Hidup yang harusnya Rp7,9 triliun itu berubah menjadi Rp 78,5 miliar, ini menjadi tanda tanya pertama mengapa berubah menjadi triliunan menjadi milyaran,” ungkap Ubaedilah.