Kisah Peneliti Ekspedisi Lorenz Disandera KKB, akan Dibebaskan Jika Papua Dilepaskan dari Indonesia
Belasan anggota tim ekspedisi penelitian flora-fauna, Lorentz 95 disandera tentara Organisasi Papua Merdeka (OPM), pada 8 Januari 1996.
Proses negosiasi sempat dilakukan oleh International Red Cross (IRC) atau Palang Merah Internasional.
Lobi-lobi IRC tak membuahkan hasil. OPM di bawah komando Kelly Kwalik ngotot, meminta syarat Papua dilepas dari Indonesia, dan menjadi sebuah negara merdeka.
"Saya minta ubi harus dapat ubi, bukan minta ubi dikasih ketela!," tutur Kelly Kwalik, seraya mengibaratkan kemerdekaan Papua mutlak tak boleh ditawar Indonesia.
Padahal sebelumnya, anggota OPM Daniel Yudas Kogoya yang menyandera awal belasan tersebut menampilkan sikap kompromis dan lunak dalam negosiasi.
Hanya, Jenderal OPMM Kelly Kwalik mengambil langkah intervensi dan sikap keras kepala.
Kelly Kwalik meminta tebusan yakni menuntut kemerdekaan Papua baru sandera akan dibebaskan.
Hingga Mei 1996, sebelas sandera masih ditahan.
Penyanderaan memasuki hari ke-120. Beberapa di antaranya mulai terjangkit penyakit seperti malaria maupun tekanan psikis.

Operasi Militer Dimulai
Di Jakarta, Brigjen Prabowo Subianto yang kala itu menjabat Komandan Jenderal Kopassus mengusulkan agar para sandera dibebaskan lewat operasi militer.
Meski berisiko tinggi, pejabat TNI di Markas Besar menyetujui usulan menantu Presiden Soeharto tersebut.
Kamis, 9 Mei 1996, Kopassus menyiapkan operasi militer rahasia. Ada 800 pasukan TNI diterjunkan, bersenjatakan AK dan SSI.
Lima unit helikopter TNI AU diterbangkan mendropping pasukan guna penyekatan lokasi penyanderaan.
Sebanyak 200 prajurit di antaranya diterbangkan menggunakan helikopter yang disamarkan untuk warga sipil.
Kopassus Grup-5 Antiteror yang saat itu dipimpin Prabowo Subianto siap perang kontra OPM.