Indonesia Diminta Tak 'Cari Perkara' dalam Konflik Ukraina-Rusia, 'Dalih' Ini Bisa Jadi Bumerang
Pakar hukum internasional memperingatkan Indonesia untuk tidak mencari perkara dalam konflik Rusia vs Ukraina.
TRIBUNPALU.COM - Invasi Rusia ke Ukraina hingga kini masih terjadi.
Indonesia jadi negara yang ikut memperhatikan konflik ini, netizen Indonesia pun ramai membuat berbagai teori mengenai konflik ini.
Banyak dari teori yang dibuat di Twitter oleh netizen sudah ramai meskipun belum tentu benar, untuk itu kami himbau Anda agar mengikuti berita terbaru dari kami atau media resmi lainnya jika mengikuti berita konflik Rusia-Ukraina.
Dunia khawatir serangan Rusia ke negara pecahan Uni Soviet tu bisa memicu konflik dalam eskalasi besar.
Melansir Tribunnews, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menyebut konflik Rusia-Ukraina tidak lepas dari ketidakinginan Vladimir Putin melepas legitimasinya
Putin tidak mendefinisikan serangannya sebagai agresi, tapi Putin bersikeras mempertahankan pengaruh Rusia sejak Ukraina merdeka.
Semakin Ukraina maju dan merdeka, legitimasi Soviet lama semakin pudar.
Baca juga: Meski Dukung Ukraina, AS Tolak Permintaan Zelenskyy Terapkan Zona Larangan Terbang Untuk Rusia
Baca juga: Presiden Rusia Sewa Tentara Bayaran untuk Bunuh Presiden Ukraina, Jika Berhasil dapat Bonus Besar
Baca juga: Bodo Amat dengan Gertakan Amerika, Ternyata Putin Sudah Tahu Masa Depan Dunia Ada di 2 Negara Ini
"Pertama, Rusia mengirim pasukan dalam rangka mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk dari Ukraina.
"Menurut Putin ini bagian dari legitimasi dan aksi mereka sebagai upaya membantu kedua negara dalam menghadapi Ukraina," kata Hikmahanto mengutip Tribunnews Minggu (27/2/2022).
Hikmahanto menambahkan, sejatinya Putin paham betul bahwa operasi militernya telah sesuai Pasal 51 piagam PBB.
Meski akhirnya Ukraina tidak tinggal diam karena deklarasi Luhansk dianggap sebagai kelompok separatis Ukraina yang Pro Rusia.
"Dalam konteks demikian hukum internasional hanya digunakan sebagai legitimasi baik Rusia maupun Ukraina untuk menggunakan kekerasan (use of force)," kata Hikmahanto.
Hikmahanto menilai sangat wajar bila militer Ukraina berhadapan Rusia akan penuh tantangan.
Sebab, konflik keduanya dipengaruhi pula keinginan kuat Ukraina yang ingin bergabung ke NATO.
Aksi tersebut justru memicu emosi Putin, apalagi Presiden Ukraina saat ini lebih pro-barat daripada Rusia.