Rusia-Ukraina Rundingkan Damai, Panglima Perang Chechnya Punya Misi Lain, Abaikan Putin & Zelensky
Panglima perang Chechnya, Ramzan Kadyrov mengatakan pembicaraan damai Rusia dan Ukraina tidak ada guna.
TRIBUNPALU.COM - Perundingan lanjutan Rusia dan Ukraina telah berlangsung di Istanbul, Turki pada Selasa (29/3/2022) kemarin.
Hasil pertemuan kedua negara yang sudah sebulan lebih berkonflik tersebut, dilaporkan mencapai hasil positif.
Pihak Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky kini sedang menuju perdamaian.
Masing-masing pihak sepakat untuk mulai menyusun perjanjian.
Kemudian menjadwalkan pertemuan Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky demi menyegel ketetapan damai.
Dari pihak Rusia, Wakil Menteri Pertahanan Alexander Formin mengaku akan menghentikan operasi militer ke arah ibu kota Kiev dan Chernihiv di utara Ukraina “secara fundamental”.
Formin menyebut, kebijakan itu diperlukan untuk membangun rasa saling percaya dan membuat prakondisi bagi negosiasi yang akan datang.
Komentar Formin menandakan Rusia mau membatasi invasi besar-besaran ke Ukraina yang diluncurkan sejak 24 Februari lalu.
Meski kedua pihak sedang berusaha untuk berdamai, namun Panglima Perang Chechnya, Ramzan Kadyrov punya pendapat lain.
Ramzan Kadyrov mengatakan pembicaraan damai Rusia dan Ukraina tidak ada guna.
Dia menegaskan akan terus berperang di Ukraina. Kata-kata Putin tak dipedulikannya.
Kadyrov, sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin, mengatakan dalam pesan suara ke Telegram pada Selasa (29/3/2022).
Dia tidak berpikir negosiasi damai yang berlangsung di Istanbul, Turki, akan menghasilkan kemajuan apapun.
"Saya sedang memikirkan negosiasi, yang sedang berlangsung di Turki," ujarnya.
"Keyakinan mendalam saya, negosiasi akan terbukti sia-sia," katanya, seperti dilansir Business Insider.
"Saya percaya, kita harus mengakhiri apa yang telah dimulai, untuk menghancurkan Banderit, Nazi, dan iblis di Ukraina," sebutnya.
"Baru setelah itu, kita perlu membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya," jelas Kadyrov.
Banderites, sekelompok nasionalis sayap kanan yang dibentuk selama Perang Dunia II.
Istilah ini sekarang digunakan secara lebih umum untuk merujuk pada nasionalis Ukraina.
Kadyrov juga mengacu pada klaim tak berdasar Rusia, Ukraina telah diambil alih oleh Nazi, dan menggunakan "denazifikasi" sebagai pembenaran untuk invasi.
Kadyrov memimpin Chechnya, bagian semi-otonom Rusia.
Human Rights Watch menggambarkannya sebagai seorang pemimpin otoriter yang telah mengawasi kemunduran hak-hak gay. yang telah dilarang dalam Islam,.
Bahkan, penyiksaan secara ekstensif, penghilangan paksa, dan pembunuhan di luar proses hukum.
Sebelumnya, pada akhir pekan lalu, pejabat militer Rusia telah mengumumkan “tahap kedua” invasi yang berfokus pada “pembebasan” kawasan Donbass di timur, dengan kata lain mengurangi atau justru meniadakan operasi militer ke jantung Ukraina.
Komando militer Ukraina sendiri telah mendeteksi penarikan pasukan Rusia di sekitar Kiev dan Chernihiv sebelum perundingan di Istanbul.
“Berdasarkan fakta bahwa negosiasi persiapan kesepakatan tentang netralitas dan status non-nuklir Ukraina, serta tentang penyediaan jaminan keamanan bagi Ukraina, sudah beranjak ke persoalan praktis, mengingat prinsip-prinsip yang dibicarakan selama pertemuan hari ini (di Istanbul), Kementerian Pertahanan Federasi Rusia memutuskan untuk, secara fundamental, seiring waktu, menghentikan aktivitas militer ke arah Kiev dan Chernihiv untuk meningkatkan kesalingpercayaan dan membuat kondisi yang diperlukan untuk negosiasi lebih lanjut,” kata Formin dikutip Associated Press.
Sementara itu, kepala delegasi Rusia, Vladimir Medinsky menyebut kedua pihak menempuh “pembicaraan substansial” di Istanbul.
Medinsky menyatakan bahwa kedua pihak sepakat untuk mulai menyusul perjanjian untuk kemudian mempertemukan kedua kepala negara. Namun, detail-detail perjanjian masih perlu dibahas lebih lanjut.
“Apabila perjanjian dikerjakan dengan cepat, kesempatan untuk menghasilkan perdamaian akan semakin dekat,” kata Medinsky.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu selaku salah satu mediator menyebut pertemuan di Istanbul berhasil mencapai “progres yang paling berarti” dengan delegasi Rusia-Ukraina berbagi “konsensus dan saling pengertian”.
Apabila Rusia mengejar status netral dan non-nuklir dari Ukraina, Kiev mengupayakan jaminan keamanan yang melibatkan negara-negara anggota NATO.
Kendati tidak akan menjadi anggota, Kiev berupaya menyegel jaminan keamanan dari NATO serupa Pasal 5 dalam perjanjian dengan Rusia.
Di lain sisi, nasib Krimea dan Donbass juga belum bisa diketahui per Senin (29/3).
Kiev menghendaki wilayah yang dianeksasi serta memerdekakan diri dengan dukungan Rusia itu masih menjadi wilayah Ukraina. Namun, Kremlin diketahui tidak ingin melepas Krimea, Donetsk, ataupun Luhansk.
Setelah perundingan di Istanbul, Cavusoglu menyebut isu-isu yang masih sulit diputuskan “akan dibawa ke level yang lebih tinggi.”
Ia pun meminta kedua pihak untuk segera menyepakati gencatan senajta demi membuka koridor bantuan kemanusiaan.(*)