Sudah Negosiasi Damai, NATO Heran Rusia Tak Tarik Pasukan di Kyiv, Strategi Licik Putin Terbaca

Rusia mengaku memiliki niat baik agar proses negosiasi damai dapat berjalan lancar. Namun NATO heran Rusia tak kunjung tarik pasukannya di Kyiv.

(dailymail.co.uk)
Pasukan Rusia yang terdampar dalam konvoi tank dan kendaraan lapis baja sepanjang 40 mil yang terhenti di pinggiran Kyiv (Kiev), 7 Maret 2022. Kondisi es diperkirakan akan mempersulit militer Rusia yang telah terjebak sekitar 20 mil dari Kyiv (Kiev) Ukraina selama berhari-hari. . Pasukan Rusia mulai menghadapi masalah mekanis, masalah pasokan bahan bakar, dan perlawanan Ukraina yang solid. 

TRIBUNPALU.COM - Pemerintah Rusia mengumumkan langkah besar untuk menarik pasukan militernya dari beberapa kota di Ukraina termasuk di Kiev/Kyiv, Selasa (29/3/2022).

Rusia mengaku memiliki niat baik agar proses negosiasi damai dapat berjalan lancar.

Namun NATO heran Rusia tak kunjung tarik pasukannya di Kyiv.

NATO ungkap strategi Pasukan Rusia di Ukraina bukan mundur tetapi regroupin.

Sekretaris Jenderal NATO mengatakan hal itu sebagai respons atas pengumuman Moskow tentang pengurangan operasi militer di sekitar Kyiv dan Chernihiv.

“Menurut intelijen kami, unit Rusia tidak menarik tetapi memposisikan ulang. Rusia sedang mencoba untuk regrouping, memasok, dan memperkuat serangannya di wilayah Donbas,” kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, Kamis (31/3).

“Pada saat yang sama, Rusia mempertahankan tekanan pada Kyiv dan kota-kota lain. Jadi, kita bisa memperkirakan tindakan ofensif tambahan (dari Rusia), membawa lebih banyak penderitaan,” ungkapnya, seperti dikutip Al Jazeera.

Sementara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berjanji "berjuang untuk setiap meter" tanah Ukraina, dengan mengatakan, pasukannya sedang mempersiapkan serangan baru Rusia di wilayah Donbas timur saat Moskow mengumpulkan pasukan di sana.

Zelenskyy, dalam video pidato malamnya pada Rabu, menyatakan, Ukraina berada pada “titik balik” dalam perang lima minggu dengan Rusia, dan sekali lagi mendesak negara-negara Barat untuk mengirim lebih banyak senjata.

Perlawanan sengit pasukan Ukraina sejauh ini berhasil mencegah Rusia untuk merebut kota besar mana pun, termasuk ibu kota Kyiv, tempat pasukan bersenjata negeri beruang merah tertahan selama berminggu-minggu.

Pada pembicaraan damai minggu ini di Istanbul, Turki, Rusia mengatakan, akan mengurangi operasi militer di dekat Kyiv dan kota utara Chernihiv untuk membangun kepercayaan dalam negosiasi.

Hanya, Rusia menyebutkan, pasukannya berkumpul kembali untuk fokus pada "membebaskan" wilayah Donbas timur yang memisahkan diri dari Ukraina.

Dalam pidatonya, Zelenskyy merujuk pada pergerakan pasukan Rusia menjauh dari Kyiv dan Chernihiv. Dia bilang, itu bukan penarikan tetapi “konsekuensi dari pekerjaan para pembela kami”.

"Kami melihat peningkatan pasukan Rusia untuk serangan baru di Donbas dan kami sedang mempersiapkan untuk itu," katanya seperti dilansir Al Jazeera. "Kami tidak akan menyerah apa pun dan kami akan berjuang untuk setiap meter tanah kami, untuk setiap warga kami”.

Moskow telah membina hubungan dekat dengan separatis pro-Rusia yang mengendalikan petak-petak Donbas, yang mencakup dua "republik rakyat" yang diproklamirkan sendiri, yang menurut Rusia membantu untuk membebaskan dari kendali Ukraina.

Eks Menlu Rusia Bongkar Siasat Putin

Negara-negara barat menaruh curiga.

Kecurigaan ini juga disampaikan oleh mantan Menteri Luar Negeri Rusia era Boris Yeltsin yakni Andrei Kozyrev.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, Andrei menyampaikan lewat akun media sosialnya bahwa aksi Putin menarik pasukannya dari Ukraina bukan karena tiba-tiba sang Presiden Rusia tersebut berubah menjadi baik.

Kozyrev menyampaikan, hal ini terjadi karena perlawanan pasukan militer Ukraina yang kuat mampu bertahan dari gempuran tentara Rusia.

Ia lalu menduga ada maksud tersembunyi dari ditariknya pasukan militer Rusia dari Ukraina.

"Bisa jadi sebuah manuver Rusia untuk membeli waktu untuk berkumpul kembali lalu menyerang sekuat tenaga," ungkap Kozyrev.

Sementara itu para pemimpin Barat diperingatkan agar tidak lengah meski Rusia telah mengumumkan akan mengurangi aktivitas militer di sekitar ibu kota Ukraina.

Pasalnya, pihak Barat masih sangsi dengan rencana Presiden Rusia Vladimir Putin yang kini tampaknya melunak.

Banyak spekulasi menilai hal tersebut hanya akal-akalan semata atau merupakan cara pengalih perhatian.

Dilansir TribunWow.com dari Sky News, Rabu (30/3/2022), Wakil Menteri Pertahanan Kremlin Alexander Fomin mengatakan adanya perubahan di medan perang.

Ia menjelaskan penarikan pasukan dari sekitar Kiev tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan pada upaya perundingan damai.

Atasannya Sergey Shoigu sementara itu mengatakan pasukan Rusia sekarang akan berkonsentrasi pada pembebasan wilayah Donbass timur daripada menyerang kota-kota besar Ukraina.

Keputusan ini merupakan perubahan taktis besar dalam menghadapi perlawanan sengit tentara Ukraina.

Namun pengumuman itu disambut dengan skeptisisme dari Eropa dan AS.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson hari ini menyatakan Putin masih bisa berusaha untuk 'memutar pisau' saat perang memasuki fase baru.

Para pejabat Barat tetap curiga terhadap niat sebenarnya Rusia, dengan alasan bahwa serangan Rusia terus berlanjut meskipun Kremlin berjanji untuk mengurangi pasukan di pusat-pusat kota besar.

"Tidak ada yang telah kita lihat sejauh ini yang menunjukkan kepada kita bahwa Presiden Putin dan rekan-rekannya sangat serius tentang (mengurangi pasukan). Ini lebih merupakan latihan taktis bermain untuk waktu," kata seorang pejabat Barat.

"Bahkan jika mereka melakukan apa yang mereka katakan, itu bukan dalam maksud untuk menghentikan permusuhan. Saya pikir kita dapat terus melihat kematian dan kehancuran yang berkelanjutan (di Donbass)."

Hasil pembicaraan tatap muka di Istanbul, di mana Fomin sendiri hadir, meningkatkan harapan bahwa konflik di Ukraina dapat segera diakhiri.

Sementara staf umum militer Ukraina mengatakan sebelumnya telah mencatat penarikan pasukan di sekitar dua kota yang bersangkutan.

Tapi London dan Washington segera meragukan kata-kata Rusia sementara Ukraina mengatakan tujuh orang tewas oleh serangan Rusia di gedung pemerintah di kota Mykolaiv.

Penarikan mundur Rusia dianggap sebagai taktik niat baik, tetapi ada kecurigaan bahwa itu hanyalah cara untuk menyelamatkan muka Rusia.

Mengingat kerugian besar yang diderita atas kehilangan pasukan, tank, dan kendaraan penyerang lapis baja.

Seorang juru bicara Inggris menambahkan bahwa pihaknya tak akan serta merta percaya dengan janji Rusia.

"Kami akan menilai Putin dan rezimnya dengan tindakannya dan bukan dengan kata-katanya," ujarnya.

Meskipun ada hal positif seputar pembicaraan damai di Istanbul, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan tidak melihat bahwa negosiasi itu berlangsung dengan cara yang konstruktif.

Ia berspekulasi bahwa mundurnya Rusia kemungkinan merupakan upaya untuk menipu orang dan mengalihkan perhatian.

"Ada 'Apa yang Rusia katakan' dan ada 'Apa yang dilakukan Rusia', dan kami fokus pada yang terakhir," kata Blinken di Maroko.

"Dan apa yang dilakukan Rusia adalah kebrutalan yang terus berlanjut di Ukraina."

Hasil Perundingan di Istanbul

Pertemuan pihak Ukraina dan Rusia di Istanbul, Turki Selasa (29/3/2021), berlangsung dengan lancar.

Tak seperti sebelumnya, pembicaraan kali ini telah menghasilkan perkembangan signifikan.

Terutama terkait rencana pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Dilansir TribunWow.com dari media Rusia TASS, Selasa (29/3/2022), kepala delegasi Rusia, Ajudan Presiden Vladimir Medinsky menilai pembicaraan Rusia-Ukraina bersifat konstruktif

Dia mengatakan Moskow akan membuat dua langkah de-eskalasi.

Satu di antaranya menawarkan untuk mengadakan pertemuan antara Putin dan Zelensky.

Pertemuan itu digelar bersamaan dengan penandatanganan perjanjian damai oleh Kementerian Luar Negeri mereka.

Pada langkah lain, pasukan Rusia akan secara drastis mengurangi aktivitas mereka di sekitar Kiev dan Chernigov.

Adapun pembicaraan itu seharusnya berlangsung dua hari yakni pada tanggal 29 dan 30 Maret.

Namun, sumber-sumber di delegasi Rusia dan Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan sesi itu telah berakhir dan pertemuan pada hari Rabu dibatalkan.

Berikut rangkuman poin-poin penting dalam perundingan damai tersebut.

Dua Langkah De-eskalator

Medinsky mengaku telah menerima dari perwakilan Zelensky tentang kejelasan posisi Ukraina.

Proposal dari Kiev, akan dipelajari dalam waktu dekat dan dilaporkan kepada presiden, dan kemudian Moskow akan kembali dengan tanggapan.

Selain itu, Rusia akan mengalah dan melakukan dua langkah di bidang politik dan militer untuk mengurangi konflik.

Langkah pertama adalah Rusia menawarkan untuk memajukan kemungkinan pertemuan antara para pemimpin negara.

Awalnya Putin dan Zelensky seharusnya bertemu setelah Kementerian Luar Negeri mereka menandatangani perjanjian damai, sekarang kedua acara ini diusulkan untuk diadakan secara bersamaan.

Langkah kedua diumumkan oleh Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin.

"Seiring pembicaraan beralih ke persyaratan praktis, Kementerian Pertahanan Rusia telah memutuskan untuk secara drastis mengurangi aktivitas militer menuju Kiev dan Chernigov," kata Fomin.

Proposal Ukraina

Medinsky mengatakan proposal tertulis Ukraina berisi larangan produksi dan penyebaran senjata pemusnah massal, serta larangan penyebaran pangkalan militer asing di Ukraina.

Dia kemudian mengatakan bahwa Kiev juga menyiratkan penolakan untuk mengejar kembalinya Krimea dan Sevastopol ke Ukraina dengan kekuatan militer.

Alexander Chaly, anggota delegasi Kiev, mengatakan bahwa Ukraina setuju untuk mengadopsi status netral dan non-nuklir jika diberikan jaminan keamanan.

Isi dan bentuk kesepakatan tersebut dituntut harus serupa dengan Pasal 5 dari Perjanjian Atlantik Utara.

Jaminan tersebut harus mencakup bantuan militer dan penetapan daerah larangan terbang setelah tiga hari konsultasi untuk mencari solusi diplomatik.

Para penjamin, dapat mencakup anggota tetap Dewan Keamanan PBB (termasuk Rusia), serta Jerman, Israel, Italia, Kanada, Polandia, dan Turki.

Menurut kepala faksi parlemen dari partai Hamba Rakyat yang berkuasa di Ukraina, David Arakhamiya, jaminan mereka tidak akan mencakup Krimea dan Donbass.

Kiev juga menuntut agar negara-negara penjamin membantu Ukraina bergabung dengan Uni Eropa sesegera mungkin.

(*/ TribunPalu.com / Kontan )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved