Syarat Musafir Tidak Diperbolehkan Puasa Ramadhan, Ini Penjelasan Buya Yahya & Ustaz Adi Hidayat
Berikut ini TribunPalu sampaikan syarat musafir tidak diperbolehkan puasa Ramadhan.
Apa Saja Syarat Musafir Tidak Diperbolehkan Puasa Ramadhan? Ini Penjelasan Buya Yahya & Ustaz Adi Hidayat
TRIBUNPALU.COM - Musafir merupakan orang yang sedang melakukan perjalanan jarak jauh dan tergolong orang yang tidak wajib puasa Ramadhan.
Terdapat hukum yang tersendiri bagi para pelaku perjalanan jarak jauh saat puasa Ramadhan.
Melalui tayangan YouTube Al-Bahjah TV, Buya Yahya menjelaskan jika orang bisa dianggap musafir saat ia berada di sepanjang perjalanan.
Namun jika orang tersebut sudah memiliki niat untuk tinggal di suatu tempat lebih dari 4 hari, maka ia sudah dianggap mukim.
"Saya dikatakan musafir ketika saya berada di sepanjang perjalanan.
Tapi kalau sudah berada di sebuah tempat lebih dari 4 hari disebut mukim.
Misalnya saya pergi ke Amsterdam satu minggu, dari datang di sana saya tidka boleh buka puasa lagi.
Karena saya niat tinggal di sana empat hari," ujar Buya saat menjelaskan dan mencontohkan pada jemaah.
Lebih lanjut Buya Yahya menegaskan dalam hal ini harus didasarkan pada niatnya.
Apabila sudah berniat untuk tinggal lebih dari 4 hari, maka saat tiba di wilayah tertentu wajib berpuasa.
Baca juga: Hukum Mencicipi Masakan atau Makanan saat sedang Puasa, Apakah Tak Membatalkan?
Tak hanya itu saja, orang yang memiliki kondisi ini juga tidak boleh menjamak dan mengqashar salat lagi.
"Misalnya saya sudah niat tinggal di Amsterdam seminggu, maka mulai datang saya tidak boleh menjamak mengqashar," sambungnya.
Hal ini dikarenakan dalam keadaan tersebut sudah bukan musafir, melainkan sebagai mukim.
Namun jika ke suatu tempat memiliki jangka waktu kurang dari 4 hari, maka masih diperbolehkan menjamak dan mengqashar salat karena musafir.
Perlu diketahui jika musafir dalam Bahasa Arab memiliki dua jenis, yakni perjalanan safar dan zihab.
Melalui tayangan YouTube Dunia Islam, Ustaz Adi Hidayat menjelaskan tentang hal ini.
Safar adalah orang yang melakukan perjalanan jarak jauh lebih dari 80 km, sedangkan zihab tidak sampai 80 km.
"Orang-orang yang melakukan perjalanan jauh dan jaraknya lebih dari 80 km bisa disebut sebagai safar.
Sedangkan zihab relatif dekat tidak melampaui 80 km," jelas Ustadz Adi Hidayat.
Safar disini bisa diartikan sebagai perjalanan yang menyulitkan dan bahkan bisa merubah zona waktu.
Oleh karena itu, orang-orang yang dalam keadaan safar atau melakukan perjalanan bisa membatalkan puasanya karena dalam keadaan sulit.
Baca juga: Bagaimana Hukum Puasa Ramadhan Bagi Ibu Hamil dan Menyusui? Ini Kata Buya Yahya & Ustaz Adi Hidayat
Sulit di sini bisa karena medannya yang susah dilalui, jaraknya, atau keadaannya.
Bahkan ada kondisi safar tertentu yang mutlak mengharuskan kita untuk berbuka.
Bahkan kata beberapa ulama, hukum berbukanya sama wajibnya dengan hukum puasa di hari-hari Ramadhan biasa.
Jadi Ustadz Adi Hidayat menjelaskan lebih lanjut kalau anda dalam kondisi safar tertentu akan berdosa jika tidak berbuka puasa.
Kejadian ini pernah terjadi di masa Nabi SAW di mana terdapat seseorang yang tiba-tiba istirahat di bawah pohon dengan kondisi yang sangat lemas.
Kebetulan waktu itu, Nabi juga sedang diperjalanan Safar. Nabi yang melihat itu kemudian bertanya “Kamu kenapa?”.
Mereka menjawab “Saya sedang puasa ya Rasulullah”.
Kata Rasulullah kembali “Tidak bagus anda memaksakan puasa dalam Safar dalam kondisi yang seperti ini”.
Kemudian Nabi SAW meminta kepada mereka untuk berbuka puasa.
Maka dari itu, jika seseorang yang sedang Safar sampai harus dalam keadaan yang lemas dan tidak mempunyai tenaga hukum berbukanya lebih wajib daripada hukum puasanya.
Selain itu, jika seseorang dalam keadaan Safar sampai merubah zona waktu yang sangat luar biasa juga bisa menyebabkan hukum berbukanya lebih wajib daripada hukum berpuasanya.
Namun akan berbeda dengan seseorang yang Safar namun mengendarai pesawat.
Hal ini dikarenakan terkadang jika naik pesawat tidak akan merubah zona waktu dan juga tidak dalam kesulitan.
Maka itu tidak termasuk rukhsah untuk tidak berpuasa.
Baca juga: Hukum Berkumur dan Sikat Gigi saat Berpuasa Ramadhan, Apakah Membatalkan? Ini Kata Buya Yahya
3 Hal yang Harus Diperhatikan saat Safar
Meski musafir, terdapat beberapa hal yang harus Anda ketahui.
TribunPalu melansirnya dari tayangan YouTube Tanya Ustaz Tribunnews dengan Ustaz Tajul Muluk.
Ia mengatakan terdapat tiga hal yang harus diketahui oleh umat Muslim dalam memaknai pilihan berpuasa atau tidak saat melakukan perjalanan jauh.
Pertama, lebih baik melanjutkan puasa saat bepergian jauh, namun menggunakan transportasi yang nyaman.
Dalam hal ini Ustaz Tajul memberi contoh, bepergian dengan jarak 100, 2000 atau bahkan 500 kilo meter, namun ditempuh dnegan pesawat atau kereta api.
Maka para jumhur ulama sepakat agar seseorang yang mengalami hal serupa bisa melanjutkan puasanya.
"Kalau diukur dengan jarak 100, 200 bahkan 500 kilo, tapi ditempuh dengan alat transportasi nyaman, mayoritas ulama sepakat lebih baik dilanjutkan puasanya," ujarnya.
Kedua, dianjurkan berbuka jika perjalanan jauhnya memberatkan.
Kemudian yang ketiga, apabila perjalanan jauhnya tidak hanya memberatkan, tetapi juga membahayan diri seseorang.
Ia mencontohkan saat sedang menyupir kendaraan dan hendak ke suatu tempat yang jauh, namun rasa lapar datang saat itu juga.
Maka haram untuk melanjutkan puasa, dan harus membatalkannya.
"Misalnya nyupir, laper banget dalam perjalann jauh kan malah menimbulkan bahaya. Nah itu haram dilanjutkan," pungkasnya.
(TribunPalu.com/Hakim)