Sidang Ferdy Sambo Cs
Tidak Ada Revisi, Kejaksaan Agung Ungkap Alasan Bharada E Dituntut 12 Tahun Penjara
Sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J kini memasuki babak baru.
TRIBUNPALU.COM - Sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J kini memasuki babak baru.
Jaksa Penuntut Umum atau JPU telah membacakan tuntutan terhadap para terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J.
Tiga terdakwa dituntut 8 tahun penjara, yakni Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Kemudian, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup.
Sementara, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E dituntut 12 tahun penjara.
Mengenai tuntutan JPU kepada Bharada E, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan sejumlah pernyataan.
Dirangkum Tribunnews.com, berikut pernyataan Kejagung terkait tuntutan untuk Bharada E:
1. Bharada E Dinilai Jadi Pelaku Utama
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana mengatakan, Bharada E adalah pelaku utama dan menjadi eksekutor yang menghilangkan nyawa Brigadir J.
Sehingga, menurut Kejagung, status Justice Collaborator yang diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) semestinya tak bisa didapatkan oleh Bharada E.
"Beliau adalah sebagai pelaku utama, sehingga tidak dapat dipertimbangkan juga sebagai yang harus mendapatkan Justice Collaborator," ujar Ketut Sumedana dalam konferensi pers, Kamis (19/1/2023).
Ketut menjelaskan, hal ini juga selaras dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 dan UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Itu juga sesuai SEMA Nomor 4/2011 dan UU Perlindungan Saksi dan Korban," lanjut dia.
2. Tuntutan Bharada E Disebut Sudah Tepat
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Fadil Zumhana, mengungkapkan pihaknya tidak akan merevisi soal tuntutan kepada Bharada E.
"Masalah meninjau merevisi, kami tahu kapan akan merevisi."
"Ini sudah benar ngapain direvisi," ungkapnya kepada wartawan, Kamis, dikutip dari Wartakotalive.com.
3. Soal Justice Collaborator Bharada E
Kejagung telah mempertimbangkan soal status Justice Collaborator Bharada E.
Fadil Zumhana mengklaim, pihaknya telah mengurangi tuntutan terhadap Bharada E karena pengajuan Justice Collaborator tersebut.
"Justru kami sudah pertimbangan rekomendasi JC dari LPSK itu."
"Kalau kami tidak pertimbangkan sikap LPSK, mungkin saja akan lebih tinggi, 12 tahun ini sudah kami ukur dengan parameter pidana yang jelas," jelasnya, Kamis.
Namun, Fadil menyebut, sejatinya status Justice Collaborator tersebut belum ditetapkan secara resmi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Kami ingin beri penjelasan, JC ini rekomendasi LPSK."
"Tapi penetapan JC dari PN Jaksel belum ada."
"Kami sudah mempertimbangkan walaupun penetapan pengadilan belum ada."
"Kenapa, karena si Richard Eliezer inilah terungkap peristiwa pidana sesungguhnya. Itu kami hargai," beber Fadil.
4. LPSK Diminta Tak Intervensi Tuntutan Bharada E
Kejagung juga menanggapi pernyataan LPSK yang kecewa dengan tuntutan Bharada E.
Fadil Zumhana mengatakan, LPSK tidak boleh mengintervensi jaksa yang menuntut dalam perkara tersebut.
Kejagung pun berterima kasih atas peran LPSK yang melindungi terdakwa.
Meski begitu, kata Kejagung, LPSK tidak berhak ikut campur dan pengaruhi jaksa atas tuntutan Bharada E.
"Memang LPSK banyak komentar tapi tidak apa-apa itu tugas dia, dia melindungi korban benar itu dia, bahkan dia pelihara korban supaya selamat tidak diganggu orang."
"Saya terima kasih kepada LPSK sehingga perkara ini bisa selesai," ujar Fadil, Kamis, dilansir Wartakotalive.com.
Selanjutnya, Kejagung merasa tidak ada yang salah dengan tuntutan terhadap Bharada E.
“Kami tahu apa yang harus kami lakukan, benar tahu benar, karena pengalaman pengetahuan dan ada aturan, tahu persis saya itu, kajati tahu persis, kajari tahu persis, jaksa tahu persis."
"Tapi kan kami sudah pertimbangkan sehingga menuntut (Bharada E) lebih rendah dari pelakunya, ini Pak Sambo," jelas Fadil.
5. Bharada E Bukan Pengungkap Fakta Hukum Pertama
Kejagung menyebut, Bharada E bukanlah orang pertama yang menguak fakta hukum kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Ketut Sumedana mengatakan, keluarga Brigadir J adalah pihak pertama yang menguak fakta kejadian pembunuhan berencana itu.
"Kemudian diktum, deliktum yang dilakukan tindak pidana Eliezer, RE, sebagai eksekutor yaitu pelaku utama bukanlah sebagai penguak fakta hukum," ujarnya, Kamis, seperti diberitakan Wartakotalive.com.
"Jadi, dia bukan penguak, mengungkap satu fakta hukum, yang pertama justru keluarga korban," jelas Ketut.
Sebagai informasi, Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Bharada E disebut menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
Peristiwa pembunuhan disebut terjadi lantaran adanya cerita sepihak dari Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan oleh Brigadir J di Magelang pada 7 Juli 2022.
Ferdy Sambo kemudian marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J yang melibatkan Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.(*)
(TribunPalu.com/Tribun-Medan.com)
Sidang Ferdy Sambo Cs
Bharada E
Brigadir J
Putri Candrawathi
Kuat Maruf
Ricky Rizal
Kejaksaan Agung
JPU
Keluarga Brigadir J Minta Hakim Vonis Ferdy Sambo Seumur Hidup, Putri Candrawathi 20 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Kawal Vonis Hakim, Keluarga Brigadir J Bakal Datang ke Jakarta Saksikan Sidang Ferdy Sambo |
![]() |
---|
Penyesalan Ferdy Sambo Jelang Sidang Vonis, Merasa Tertekan dengan Hukuman Masyarakat |
![]() |
---|
Ferdy Sambo Dapat Giliran Pertama, Terdakwa Pembunuhan Brigadir J Segera Jalani Sidang Vonis |
![]() |
---|
Bharada E Pasrah Pledoi Ditolak JPU, Kini Hanya Berharap pada Keputusan Hakim |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.