Sosok Anas Urbaningrum, Terpidana Kasus Mega Korupsi Hambalang yang Bebas Hari Ini
Anas Urbaningrum dijadwalkan bebas dari penjara hari ini, Selasa (11/4/2023).
TRIBUNPALU.COM - Anas Urbaningrum dijadwalkan bebas dari penjara hari ini, Selasa (11/4/2023).
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu bebas setelah menjalani hukuman penjara sejak tahun 2013 silam.
Anas Urbaningrum merupakan terpidana kasus korupsi proyek Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang ini telah menyelesaikan masa tahanannya di Lapas Sukamiskin Bandung, Jawa Barat.
Kasus yang menjeratnya yaitu tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya.
Setelah melalui proses hukum pada 2013 hingga 2014, Anas Urbaningrum mendapat hukuman 8 tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp 57,9 miliar dan 5.261.070 dollar AS.
Baca juga: Mobil Dinas Pelat Kemenhan Terlibat Kecelakaan dan Tabrak Ojol, Pengendaranya Masih Remaja
Lantas siapa sebenarnya Anas Urbaningrum?
Berikut profil Anas Urbaningrum, terpidana kasus mega korupsi proyek Hambalang yang bebas hari ini.
Profil Anas Urbaningrum
Mengutip TribunnewsWiki.com, Anas Urbaningrum lahir di Blitar, Jawa Timur pada 15 Juli 1969.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini pernah menempuh pendidikan di Universitas Airlangga, Surabaya pada 1987.
Ia lalu dinyatakan lulus dari Jurusan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik pada 1992.
Anas Urbaningrum kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di Universitas Indonesia hingga meraih gelar master bidang ilmu politik pada 2000.
Kiprah Anas di kancah politik dimulai saat ia bergabung pada organisasi gerakan mahasiswa.
Ia lalu bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), bahkan menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta, 1997.
Dalam perannya sebagai ketua, Anas berada di tengah pusaran perubahan politik pada Reformasi 1998.
Pada era itu pula ia menjadi anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik, atau Tim Tujuh, yang menjadi salah satu tuntutan Reformasi.
Dipimpin Ryaas Rasyid mereka melahirkan UU No, 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3/1999 tentang Pemilhan Umum, dan UU No. 4/1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Adapun tujuannya adalah untuk menciptakan produk baru dalam rangka menuju gelaran Pemilu dengan sistem baru.
Anas Urbaningrum juga bergabung dalam Tim Sebelas atau Tim Seleksi Partai Politik yang bertugas memverifikasi kelayakan data administrasi partai politik yang dapat ikut dalam pesta demokrasi.
Pada saat itu, tahun 1999, terdapat 48 partai politik yang lolos seleksi.
Kontribusinya dinilai baik, ia lalu mendapatkan penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden RI, 1999.
Dua tahun kemudian ia dipercaya sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyiapkan Pemilu 2004.
Anas pun dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid dengan Ketua KPU Nazaruddin.
Pendidikannya ia perdalam dengan melanjutkan studi doktor ilmu politik di Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Namun, pada 8 Juni 2005 Anas mengundurkan diri.
Ia memilih bergabung dengan Partai Demokrat, yang pada saat itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden RI ke-6 dalam Pilpres 2004.
Saat itu, Anas diminta untuk menjabat sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah.
Pada Pemilu 2009 Anas Urbaningrum pun terpilih menjadi anggota DPR RI dari dapil Jawa Timur VII.
Anas didapuk menjadi Ketua Umum Fraksi Partai Demokrat di DPR RI.
Ia berhasil menjaga kesolidan seluruh anggota fraksi Partai Demokrat dalam voting Kasus Bank Century.
Menyusul pemilihannya sebagai ketua umum partai, Anas mengundurkan diri dari DPR pada 23 Juli 2010.
Di tahun 2010 ini, Anas Urbaningrum mendapatkan penghargaan sebagai Man of the Year 2010 dengan predikat Guard of Integrity.
Ia lalu menjadi Ketua Umum Partai Demokrat sejak 23 Mei 2010 hingga menyatakan berhenti pada 23 Februari 2013.
Terjerat Kasus Proyek Hambalang
Sehari sebelum menyatakan undur diri dari jabatannya sebagai Ketum Partai Demokrat, Anas ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada 22 Februari 2013.
Anas diduga telah melakukan gratifikasi dalam proyek Hambalang.
Dalam surat dakwaan, Anas Urbaningrum disebut menerima Rp 2,21 miliar dari proyek Hambalang.
Uang tersebut digunakan untuk membantu pencalonannya sebagai Ketua Umum dalam Kongres Partai Demokrat tahun 2010.
Ia menjadi terdakwa dan kemudian ditahan di rutan Jakarta Timur kelas 1 cabang KPK pada 10 Januari 2014.
Pada 2015, MA menolak kasasi Anas Urbaningrum.
Saat itu, MA justru memperberat vonis Anas dari kurungan penjara 7 tahun menjadi 14 tahun.
Majelis hakim yang menjatuhkan vonis kepada Anas adalah Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme.
Bahkan, MA juga mengabulkan permintaan jaksa penuntut umum KPK yang meminta vonis Anas diperberat dengan pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan politik.
Meski sempat diperberat, Anas mengajukan putusan kembali (PK) pada MA di tahun 2018 lalu.
MA akhirnya menyetujui PK tersebut dan memotong hukuman penjara Anas sebanyak 6 tahun.
Kini MA memutusukan hukuman penjara Anas menjadi hanya 8 tahun.
Adapun Anas didakwa mengeluarkan dana Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar AS untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat saat Kongres Demokrat pada 2010.
Uang itu diduga berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang, yakni proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek APBN lainnya yang diperoleh Grup Permai.
Terseret Kasus E-KTP
Mengutip TribunJateng.com, Anas Urbaningrum disebut menerima jatah sebesar 11 persen dari keuntungan proyek pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.
Informasi itu berdasarkan keterangan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhmmad Nazaruddin.
Namun, Nazaruddin mengaku tidak tahu mengenai realisasinya.
Karena pada tahun 2011 yakni tahun untuk realisasi, Nazaruddin menjalani proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kalau realisasinya kan saya 2011 sudah ada kena masalah. Tapi kesekapatan seperti itu waktu itu," kata Nazaruddin di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (20/11/2017).
Jatah itu, lanjut Nazaruddin, diberikan kepada Anas karena pada saat itu Anas adalah ketua fraksi Partai Demokrat.
Selain itu, Anaslah yang mengkomunikasikan supaya program itu jalan.(*)
(TribunPalu.com/Tribunnews.com)
Perjalanan Kasus E-KTP Setya Novanto hingga Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin |
![]() |
---|
BREAKING NEWS: Wagub Sulteng Resmi Jadi Kader Partai Demokrat |
![]() |
---|
BREAKING NEWS: Sekjen Demokrat Herman Khaeron Tiba di Palu, Hadiri Rakerda DPD Sulteng |
![]() |
---|
Roy Suryo Bantah Keterlibatan Partai Biru dalam Isu Ijazah Palsu Jokowi |
![]() |
---|
Roy Suryo Bantah Jadi Pion 'Orang Besar' di Balik Isu Ijazah Palsu Jokowi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.