Tari Tradisional

Sejarah Tari Balia, Dipercaya Sebagai Ritual Penyembuh Bagi Masyarakat Suku Kaili

Berikut sejarah lengkap Tari Balia dari Sulawesi Tengah. Tari Balia dipercaya sebagai ritual penyembuhan masyarakat Suku Kaili.

kebudayaan.kemendikbud.go.id
Tarian Balia merupakan ritual tradisional dari Suku Kaili di Sulawesi Tengah. Ritual ini diyakini masyarakat Suku Kaili sebagai metode penyembuhan atau pengobatan paling ampuh. 

TRIBUNPALU.COM - Berikut sejarah lengkap Tari Balia dari Sulawesi Tengah.

Tari Balia dipercaya sebagai ritual penyembuhan masyarakat Suku Kaili.

Pada umumnya, Tari Balia dilakukan untuk mengusir ganguan mahluk halus seperti jin.

Dulu, masyarakat Suku Kaili menjadikan Tarian Balia sebagai 'prajurit kesehatan' ketika seseorang menderita penyakit yang tak kunjung sembuh.

Bahkan di era modern seperti saat ini, ritual yang biasa disebut No Balia masih dilakukan ketika pengobatan medis tak kunjung berhasil mendatangkan kesembuhan.

Ritual No Balia sendiri digolongkan sebagai tarian yang berkaitan dengan kepercayaan animisme. Alasannya, tarian ini dilakukan sebagai bentuk pemujaan benda-benda keramat.

Sakit yang bisa disembuhkan melalui Tarian Balia tidak sembarangan. Masyarakat Suku Kaili percaya Tarian Balia ampuh untuk mengobati sakit yang disebabkan gangguan jin atau roh jahat.

Pelaksanaan Ritual No Balia.
Pelaksanaan Ritual No Balia. (kebudayaan.kemendikbud.go.id)

Hal ini sesuai dengan arti kata Balia, yaitu 'Bali' atau tantang dan 'Ia' atau dia. Sehingga maknanya adalah tantang dia atau lawan dia yang membawa penyakit ke tubuh seseorang.

Meski disebut sebagai tarian, ritual No Balia sendiri tidak menampilkan gerakan lenggak-lenggok yang gemulai.

Berbeda dengan kebanyakan tarian tradisional lainnya, ritual No Balia dilakukan dengan prosesi cukup ekstrem. Salah satunya menginjak bara api.

Dalam prosesi tersebut, bara api disimbolkan sebagai kemarahan dan elemen buruk.

Rangkaian prosesi Tarian Balia bisa berlangsung hingga tujuh hari tujuh malam. Lamanya prosesi tergantung tingkat keparahan dan jenis penyakit.

Berdasarkan hal tersebut, Tarian Balia dibagi menjadi tiga jenis; Balia Bone, Balia Jinja, dan Balia Tampilangi.

Balia Bone merupakan tingkatan paling rendah dalam ritual ini. Biasanya digunakan untuk jenis penyakit ringan. Prosesinya pun tidak membutuhkan waktu terlalu lama. Prosesi dalam ritual Balia Bone hanya dipimpin seseorang yang disebut Sando.

Kemudian Balia Jinja, ritual yang berada dalam tingkatan selanjutnya. Prosesi tarian ini melibatkan banyak orang, yaitu Sando, Bale, penderita penyakit, dan pengunjung. Biasanya, beberapa orang yang mengikuti ritual ini akan mengalami kesurupan.

Sedangkan Balia Tampilangi merupakan ritual tingkatan tertinggi dan paling sakral. Ritual ini memadukan tarian Balia Bone dan Balian Jinja. Biasanya, ritual Balia Tampilangi dipilih kalangan bangsawan dengan jenis penyakit cukup parah. Prosesi ritual ini membutuhkan prosesi paling lama.

Adapun Tarian Balia mempunyai setidaknya 10 prosesi. Tak hanya sekedar menginjak bara api, ritual lainnya adalah ritual pompoura atau tala bala'a, ritual adat enje da'a, ritual tampilangi ulujadi, pompoura vunja, ritual manuru viata, ritual adat jinja, balia topoledo, vunja ntana, ritual tampilangi, dan nora binangga.

Pelaksanaan ritual No Balia memerlukan biaya tak sedikit. Pasalnya, pihak yang mengadakan ritual harus mempersiapkan berbagai hal.

Seperti bahan-bahan ritual, yaitu dupa, keranda, buah-buahan, hingga hewan kurban.

Pemilihan jenis hewan kurban pun berdasarkan kasta pihak penyelenggara. Biasanya ayam, kambing, atau kerbau.

Selain itu, pihak penyelenggara juga harus menanggung ongkos lelah para peritual yang hadir.

Prosesi ritual dimulai ketika pawang laki-laki beraksi membacakan mantra dan jampi. Dipercaya, mantra dan jampi tersebut dapat memanggil arwah penguasa, para dewa, hingga roh nenek moyang.

Dalam setiap prosesinya, para peritual meletakan sesajian berbeda di dekat dupa.

Adapun orang yang sakit harus berada di sekitar penari Balia hingga kemudian diusung untuk mengikuti prosesi puncak.

Dalam ritual No Balia, prosesi puncak adalah menyembelih hewan kurban sebagai bentuk seserahan dan permohonan kesembuhan. Nantinya, darah hewan kurban ini dijadikan simbol permohonan kesembuhan bagi orang yang sakit.

Asal Usul Tarian Balia

Tidak ada informasi pasti menyebutkan tahun kemunculan dan dimulainya ritual No Balia oleh Suku Kaili.

Tarian ini dipercaya sudah dilakukan para nenek moyang Suku Kaili dan tetap dipertahankan turun temurun.

Bahkan di zaman modern seperti sekarang tetap dijaga sebagai suatu tradisi.

Tarian Balia merupakan kepercayaan Suku Kaili tentang menjaga hubungan baik dengan dewa-dewa dan leluhur.

Mereka yang melakukan Tarian Balia menyakini segala penyakit akibat gangguan jin dan roh jahat hanya bisa disembuhkan dengan cara memuja para dewa dan roh leluhur.

Meski begitu, Suku Kaili tetap percaya pada metode penyembuhan medis. Buktinya, Tarian Balia akan dilakukan hanya jika penyembuhan medis tak bisa mendatangkan kesembuhan. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved