Palu Hari Ini

25 Jurnalis di Palu Dilatih Kenali Misinformasi dan Disinformasi Pemilu 2024

pentingnya program pelatihan ini serta menyoroti peran penting jurnalis dalam menangani isu-isu yang berkaitan dengan pemilu

TribunPalu.com/ Jolinda
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu dan Google News Initiative bekerja sama untuk menyelenggarakan program pelatihan mengenai misinformasi dan disinformasi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Jolinda Amoreka 


TRIBUNPALU.COM, PALU - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu dan Google News Initiative bekerja sama untuk menyelenggarakan program pelatihan mengenai misinformasi dan disinformasi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Pelatihan ini berlangsung selama dua hari, dimulai pada Sabtu (1/7/2023) dan berakhir pada Minggu (2/7/2023).

Pelatihan diadakan pada Hotel Jazz pada Jalan Zebra II No.11, Kelurahan Birobuli Utara, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu yang diikuti oleh 25 jurnalis dari berbagai media cetak, elektronik, dan online.

Ketua AJI Palu Yardin Hasan, mengatakan pentingnya program pelatihan ini serta menyoroti peran penting jurnalis dalam menangani isu-isu yang berkaitan dengan pemilu.

Yardin menyoroti meningkatnya ancaman terhadap keselamatan jurnalis dan penyebaran informasi yang menyesatkan di media sosial selama periode pemilu 2024.

Ia mendorong peserta untuk berpartisipasi aktif dalam pelatihan ini dan berkontribusi dalam menyampaikan informasi yang kredibel dan bertanggung jawab kepada masyarakat Sulawesi Tengah terkait isu-isu pemilu.

Baca juga: Pensiunan Perwira Polisi di Kota Palu Manfaatkan Hari Tua dengan Jadi Peternak Sapi

"Program pelatihan mencakup berbagai topik, antara lain mengidentifikasi model dan bentuk disrupsi informasi dalam pemilu, dampak destruktif polarisasi terhadap demokrasi, transformasi kampanye pemilu di era digital, memerangi disrupsi informasi dan ujaran kebencian dalam lanskap politik," ujar Yardin Hasan.

Sementara itu Nurika Manan salah satu narasumber dalam pelatihan menjelaskan, secara umum terdapat tiga jenis gangguan informasi antara lain informasi yang salah atau informasi palsu yang dibagikan oleh individu yang sungguh-sungguh percaya akan kebenarannya.

Kedua, disinformasi yang merujuk pada penyebaran informasi palsu secara sengaja untuk tujuan tertentu.

Ketiga, malinformasi yang melibatkan penyalahgunaan informasi untuk menyebabkan kerugian, seringkali dengan mengungkapkan informasi pribadi ke publik.

Nurika menegaskan ketiga jenis gangguan informasi tersebut dapat mempengaruhi pengambilan keputusan masyarakat di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Baca juga: HUT Bhayangkara ke-77, Kapolres Banggai Beri Penghargaan kepada Masyarakat Peduli Lingkungan

Senada dengan itu Syifaul Arifin narasumber lainnya menyoroti, salah satu faktor penyebab polarisasi di Indonesia sejak 2014 adalah peningkatan penggunaan media sosial sebagai alat kampanye, termasuk penyebaran pesan politik yang memperkuat polarisasi, yang sering diikuti oleh tindakan di dunia nyata.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, Arifin mengajukan pertanyaan tentang bagaimana jurnalis dapat memperoleh kembali kepercayaan publik dan melaporkan polarisasi dan konflik politik tanpa mempertajamnya atau memperkuatnya.

Arifin menegaskan bahwa jurnalis harus kembali pada tugas utama mereka, yaitu melayani kepentingan publik daripada kepentingan kandidat atau partai politik tertentu. Hal ini juga mencakup perlindungan terhadap hak-hak kelompok minoritas.

Lebih lanjut, Arifin menekankan pentingnya memperkuat liputan berita lokal, menerapkan jurnalisme berbasis solusi, mempromosikan jurnalisme perdamaian, dan mendorong dialog.

“Peran media dalam menciptakan ruang dialog antar individu yang berbeda pandangan semakin dilihat sebagai cara lain untuk mengatasi polarisasi politik di masyarakat,” tutur Arifin. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved