6 Hakim Konstitusi Terbukti Langgar Kode Etik, MKMK Beri Sanksi Terguran Lisan
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi kepada enam hakim konstitusi melanggar kode etik.
TRIBUNPALU.COM - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi kepada enam Hakim Konstitusi melanggar kode etik.
Pelanggaran kode etik itu terkait sidang Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia calon presiden dan wakil presiden.
Enam Hakim Konstitusi tersebut, yakni Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic P Foekh, dan M Guntur Hamzah.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, keenam hakim tersebut telah melanggar Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.
"Para Hakim Terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," ucap Jimly Asshiddiqie, saat membacakan putusan kolektif, di gedung Mahakamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Sehingga, Jimly menegaskan, MKMK menjatuhkan sanksi berupa terguran lisan kepada enam Hakim Konstitusi terlapor tersebut.
"Menjatuhkan sanski teguran lisan secara kolektif kepada Para Hakim Terlapor," tegasnya.
Terkait pelanggaran etik keenam hakim tersebut, MKMK menyimpulkan para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti tidak menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang bersifat tertutup.
"Praktik benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan yang dianggap sebagai sesuatu yang wajar karena Para Hakim Terlapor secara bersama-sama membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling mengingatkan," kata Jimly.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).
Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.
Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).
Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:
"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."
Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).
Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
Imbasnya, saat ini MKMK telah menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim terkait putusan tersebut.
MKMK juga telah memeriksa semua pelapor dan para hakim terlapor, hingga putusan terkait dugaan pelanggaran etik itu siap dibacakan, pada Selasa (7/11/2023) sore pukul 16.00 WIB, di Gedung MK, Jakarta Pusat.
(*/ TribunPalu.com / Tribunnews.com )
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK)
Hakim Konstitusi
MKMK
Jimly Asshiddiqie
Komisi III DPR RI Gelar RDPU Bahas Putusan MK Terkait Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal |
![]() |
---|
Mahkamah Konstitusi Putuskan Pemilu Nasional dan Pilkada Daerah Tak Serentak Mulai 2029 |
![]() |
---|
LPSK Sosialisasikan Perpanjangan Waktu Pengajuan Kompensasi Korban Terorisme Masa Lalu di Sulteng |
![]() |
---|
BNPT dan LPSK Pastikan Korban Terorisme Masa Lalu Bisa Ajukan Kompensasi hingga 2028 |
![]() |
---|
RUU Sisdiknas Akan Wajibkan Pendidikan Dasar Gratis di Sekolah Swasta Termasuk Honor Guru Non ASN |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.