Tambang Ilegal di Sulteng
BREAKING NEWS: Polda Sulteng Tetapkan Komisaris PT GPS Tersangka Tambang Ilegal, Sita 17 Alat Berat
Polisi juga menyita 17 unit alat berat Eskavator, 99 tumpukan material ore Nikel, dokumen pertambangan dan surat keterangan tanah (SKT).
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Priyatno
TRIBUNPALU.COM, PALU - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah menetapkan AT (31) selaku Direktur Utama PT GPS dan S (46) selaku Komisaris Utama PT GPS sebagai tersangka pertambangan ilegal di Kabupaten Morowali Utara.
Penindakan PT GPS, setelah sebelumnya tim Ditreskrimsus Polda Sulteng bersama PT Bukit Makmur Istindo Nikeltama (PT Bumanik) menduga operasional PT GPS tidak memiliki ijin.
“Penindakan PT GPS dilakukan tim Ditreskrimsus Polda Sulteng dua kali,” tutur Kabidhumas Polda Sulteng Kombes Pol Djoko Wienartono di hadapan para jurnalis di Polda Sulteng, Selasa (4/6/2024)
Penindakan pertama, tanggal 7 Februari 2024 dan penindakan kedua tanggal 25 Maret 2024 di Desa Towara, Kecamatan Petasia Timur Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
“PT GPS diduga dalam melakukan kegiatan pertambangan Nikel berada di dalam area wilayah kawasan hutan dan wilayahi Ijin Usaha Produksi (IUP) PT Bumanik,” ujar Kombes Pol Djoko Wienartono.
Baca juga: Film Horor Berjudul Temurun Sudah Tayang di Bioskop, Ini Sinopsis Filmnya

Polisi juga menyita 17 unit alat berat Eskavator, 99 tumpukan material ore Nikel, dokumen pertambangan dan surat keterangan tanah (SKT).
Sedang untuk penindakan tanggal 25 Maret 2024, penyidik telah menyita enam unit alat berat excavator, 2 unit dump truck roda 10 dan 12 dome atau tumpukan ore nikel.
Atas perbuatan tersangka, negara mengalami kerugian kurang lebih Rp 5 miliar.
Mereka diduga telah melakukan tindak pidana penambangan tanpa ijin sebagaimana pasal 158 Undang Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 1,5 Milyar dan paling banyak Rp 10 miliar.
"Tersangka juga dijerat pasal 89 ayat (1) huruf a dan b Undang Undang RI nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, dengan pidana singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 1,5 Milyar dan paling banyak Rp 10 Milyar," jelas Kombes Pol Djoko Wienartono.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.