KUNJUNGAN PAUS FRANSISKUS

Paus Fransiskus Perlihatkan Kepedulian Mendalam Terhadap Golongan Marginal

Paus Fransiskus sekali lagi menunjukkan kepedulian mendalam terhadap golongan yang kerap tak terdengar dan kurang diperhatikan.

Editor: Regina Goldie
Handover
Momen Paus Fransiskus Dipeluk Anak-anak saat Tiba di Kedubes Vatikan. 

TRIBUNPALU.COM - Setelah tiba di Indonesia, Paus Fransiskus disambut oleh anak-anak yatim, orang-orang yang sakit, dan pengungsi di area Kedutaan Besar Vatikan (Nunciatura) di Jakarta Pusat.

Dalam acara itu, Paus Fransiskus memberikan sapaan kepada sekitar 40 orang dari kelompok marginal.

Kegiatan tersebut berlangsung singkat namun hangat.

Baca juga: 
Bobby Nasution Pertanyakan Keputusan KPK Panggil Kaesang Pangarep

Dengan menempatkan pertemuan tersebut segera setelah kedatangannya, Paus Fransiskus sekali lagi menunjukkan kepedulian mendalam terhadap golongan yang kerap tak terdengar dan kurang diperhatikan.

Di hari pertama, bahkan agenda pertama Paus Fransiskus di Indonesia adalah menyapa orang-orang yang berada di pinggiran eksistensial.

Paus Fransiskus selalu menaruh perhatian khusus kepada orang miskin, telantar, pengungsi, dan korban human trafficking,” ujar Rm Martinus Dam Febrianto SJ, Indonesia Country Director, Jesuit Refugee Service (JRS) dalam keterangan tertulis, Rabu (4/9/2024).

Baca juga: 
Nyaris Buang Anak ke Laut, Kemensos RI Temui Keluarga

Dikatakannya, perhatian Paus Fransiskus terhadap kelompok marginal telah ia tuangkan dalam Evangelii Gaudium tahun 2013, tak lama setelah beliau terpilih menjadi pemimpin umat Katolik sedunia.

Berikut petikan dari Evangelii Gaudium tahun 2013:

Sangat perlu memberi perhatian dan mendekatkan diri kepada bentuk-bentuk baru kemiskinan dan kerentanan, di mana Kristus yang menderita ada di dalamnya dan kita dipanggil untuk mengenali-Nya, bahkan jika upaya untuk mengenali-Nya tampaknya tidak memberi kita manfaat nyata dan langsung.

Saya berpikir tentang para tunawisma, para pecandu napza, para pengungsi, penduduk asli, dan banyak orang lainnya. Para migran memberikan tantangan khusus bagi saya, karena saya adalah imam dari sebuah Gereja tanpa perbatasan, Gereja yang menganggap dirinya ibu bagi semua.”

Oleh sebab itu, saya menyerukan kepada setiap negara untuk memiliki keterbukaan yang murah hati yang akan mampu menciptakan bentuk-bentuk sintesis budaya baru tanpa perlu takut kehilangan identitas lokal. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribun News

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved