PLN Suluttenggo

Serikat Pekerja PLN Tolak Power Wheeling, Benalu dalam Transisi Energi Nasional

Penerapan power wheeling dapat menimbulkan dampak negatif signifikan, baik dari segi keuangan, hukum, teknis, maupun ketahanan energi.

Editor: mahyuddin
HANDOVER
Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PLN, M Abrar Ali menyebut penerapan Power Wheeling berpotensi memperburuk kondisi ini, terutama karena pembangkit yang menggunakan energi baru terbarukan (EBT) bersifat intermiten dan tidak stabil. 

TRIBUNPALU.COM - Power Wheeling, kini menjadi sorotan tajam dalam perdebatan kebijakan energi Indonesia.

Skema yang telah lama dikenal dalam struktur liberalisasi pasar ketenagalistrikan yang menciptakan mekanisme Multi Buyer Multi Seller (MBMS) itu memungkinkan pihak swasta dan negara untuk menjual energi listrik di pasar terbuka atau langsung ke konsumen akhir.

Menurut Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PLN, M Abrar Ali, Power Wheeling terdiri dari dua jenis transaksi, yakni Wholesale Wheeling dan Retail Wheeling.

Wholesale Wheeling terjadi ketika pembangkit listrik (baik milik swasta maupun negara) menjual energi listrik dalam jumlah besar ke perusahaan listrik atau konsumen di luar wilayah usahanya.

Sementara Retail Wheeling memungkinkan pembangkit listrik menjual energi listrik langsung ke konsumen akhir di luar wilayah operasinya.

“Kedua model ini menggunakan jaringan transmisi dan distribusi sebagai “jalan tol” dengan skema open access, di mana semua pembangkit listrik dapat menggunakannya dengan membayar “Toll Fee”,” kata Abrar melalui keterangan tertulis diterima TribunPalu.com, Sabtu (21/9/2024).

Baca juga: PLN Resmikan Kampung Bahari Nusantara di Minahasa Utara, Dorong Ekonomi Kreatif Lewat Wisata dan UMK

Dia menegaskan, penerapan Power Wheeling dapat menimbulkan dampak negatif signifikan, baik dari segi keuangan, hukum, teknis, maupun ketahanan energi.

“Power Wheeling adalah benalu dalam transisi energi kita. Penerapan skema ini berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi ekonomi negara dan ketahanan energi nasional. Kebijakan ini harus segera ditinjau ulang agar dampak negatif yang mungkin timbul dapat diminimalisir,” ucap Abrar.

Namun demikian, Abrar memastikan bahwa SP PLN akan mengedepankan langkah diplomasi, dengan membangun komunikasi dengan pihak-pihak terkait.

Antara lain melalui DPD, DPR, hingga tim transisi pemerintahan untuk mengkomunikasikan mengenai penolakan skema Power Wheeling tersebut dan berbagai macam bahayanya.

“Kami menyampaikan surat ke fraksi-fraksi di DPR-RI, kami juga menyampaikan surat kepada Ketua DPD-RI Bapak La Nyala Mataliti, karena beliau juga punya hak konstitusi. Dan ke Ditjen EBTKE kita sampaikan juga surat, termasuk juga ke Istana. Saya juga akan menyampaikan surat ke Menteri Pertahanan, cq Presiden Indonesia terpillih,” ujar Abrar.

Abrar Ali meminta pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan power wheeling demi menghindari kerugian ekonomi jangka panjang dan memastikan stabilitas sektor energi nasional.

Dampak Keuangan

Labih jauh ia mengatakan, bahwa power wheeling juga dapat menggerus permintaan listrik organik hingga 30 persen dan permintaan non-organik dari pelanggan Konsumen Tegangan Tinggi (KTT) hingga 50 % .

Hal itu akan berujung pada lonjakan beban APBN karena biaya yang harus ditanggung negara.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Belajar dari John F Kennedy

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved