OPINI

OPINI: Kepastian Hukum Pemeriksaan sebagai Wujud Kaidah Pemeriksaan Pajak yang Baik

Beberapa ketentuan pelaksanaan juga mengalami perubahan mengikuti undang-undang ketentuan umum yang berlaku (KUP).

|
Editor: Regina Goldie
handover
SISTEM PERPAJAKAN INDONESIA - Akademisi dan Praktisi Perpajakan, Dr.Azwar Amiruddin, S.E., S.H., M.H., M.Ak., M.A(tax)., CLI., Ak., APCIT. Pemeriksaan Pajak dilakukan sesuai dengan Standar Umum, Standar Pelaksanaan dan Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.  

Oleh : Dr.Azwar Amiruddin, S.E., S.H., M.H., M.Ak., M.A(tax)., CLI., Ak., APCIT

( Akademisi dan Praktisi Perpajakan )

TRIBUNPALU.COM - Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang ditandai dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 7 tahun 2021, diharapkan membawa dampak positif bagi kepastian hukum dibidang Perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. 

Beberapa ketentuan pelaksanaan juga mengalami perubahan mengikuti undang-undang ketentuan umum yang berlaku (KUP).

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan kemudian mengatur Penetapan dan Ketetapan melalui prosedur pemeriksaan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.

Baca juga: Mahasiswa Bakar Foto Prabowo hingga Lempar Kotoran Sapi dalam Aksi Indonesia Gelap

Pemeriksaan Pajak dilakukan sesuai dengan Standar Umum, Standar Pelaksanaan dan Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. 

Perubahan peraturan pelaksanaan sebagai aturan yang mengimplementasikan peraturan perundang-undangan sangat diperlukan untuk menghindari misinterpretasi (misinterpret) ke-mendua-an arti (ambiguity) dan kekaburan norma (norm vagueness), norma di 'isi' dengan makna yang seharusnya merupakan intensi dari pembuat undang-undang (lawmaker). PP 50 tahun 2022 kemudian ditanggapi dengan perubahan ketentuan pemeriksaan terbaru yang diundangkan baru-baru ini.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak yang diundangkan tanggal 10 Februari 2025, memuat poin penting perubahan untuk memastikan pelaksanaan prosedur pemeriksaan dilakukan sesuai dengan kaidah pemeriksaan yang baik.

Baca juga: DPRD Donggala RDP dengan Camat dan Kepala Desa Loli Saluran Akibat Longsor di Permukiman Warga

Beberapa poin penting dari PMK terbaru tentang Pemeriksaan Pajak ini diantaranya :

  •  Jenis pemeriksaan pajak terdiri dari pemeriksaan lengkap, terfokus, dan spesifik
  •  Jangka Waktu Pengujian : Pemeriksaan Lengkap 5 bulan, Pemeriksaan Terfokus 3 bulan, dan Pemeriksaan Spesifik 1 bulan
  • Jangka Waktu Pelaporan 30 Hari sejak SPHP diterima
  • Apabila dalam jangka waktu 1 bulan Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan data, maka dokumen yang kita serahkan setelah 1 bulan jangka waktu dapat dianggap tidak diberikan
  • Apabila dokumen yang diberikan ileh Wajib Pajak menyulitkan / tidak cukup bagi Pemeriksa untuk melakukan pengujian , maka Pemeriksa dapat menghitung PKP secara jabatan, dan bisa mengusulkan agar dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk WP 
  • Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dari 7 hari kerja jadi 5 hari kerja

Baca juga: Gubernur Sulteng Pimpin Rapat Forkopimda, Tekankan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Jelang Ramadhan

Dengan perubahan ketentuan diatas kemudian timbul pertanyaan yang menarik, apakah jangka waktu pengujian cukup untuk menghasilkan laporan pemeriksaan yang valid disertai dengan bukti yang kompeten.

Apakah dengan tidak dipenuhinya dokumen sesuai dengan permintaan dari pemeriksa yang memungkinkan penetapan dapat dilakukan secara jabatan, tidak membuka lebar pintu tax dispute post-audit?

Apakah SDM Pemeriksa Pajak dapat menyesuaikan dengan jangka waktu pengujian mengingat jangka waktu yang demikian singkat?

Baca juga: Irwan Lapatta: Kritik Adalah Bagian dari Pembangunan

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved