Serikat Pekerja Desak Presiden Prabowo Batalkan PP 28/2024 soal Tembakau

Ketua Umum FSP-RTMM-SPSI Sudarto AS, mengungkapkan keresahan mereka terhadap kondisi ekonomi global dan domestik yang tidak menentu.

Editor: Regina Goldie
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
CUKAI ROKOK - Petani menyortir tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Klaten, Jawa Tengah. FSP RTMM-SPSI secara tegas menuntut pembatalan pasal-pasal terkait tembakau dan makanan minuman dalam PP 28/2024. 

TRIBUNPALU.COM - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI), yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, telah menyampaikan surat berisi tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto

Mereka meminta pemerintah segera merevisi sejumlah ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang berkaitan dengan tembakau serta industri makanan dan minuman, dan juga menyerukan pemberlakuan moratorium atas kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) selama tiga tahun mendatang.

Ketua Umum FSP-RTMM-SPSI Sudarto AS, mengungkapkan keresahan mereka terhadap kondisi ekonomi global dan domestik yang tidak menentu serta tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Baca juga: Cek Syarat dan Cara Daftar KUR BRI 2025 Secara Online

"Pemerintah harus berpihak kepada pekerja industri makanan, minuman, dan tembakau. Kebijakan yang tidak konsisten dan diskriminatif hanya akan memperburuk keadaan, termasuk insentif PPh 21 yang tidak mencakup para anggota kami di sektor industri hasil tembakau dan makanan minuman," tegas Sudarto.

Ia menambahkan bahwa perluasan insentif PPh 21 ke sektor tembakau dan makanan-minuman akan menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam menegakkan keadilan dan perlindungan bagi seluruh sektor padat karya, bukan hanya sebagian.

Lebih lanjut, Sudarto menekankan urgensi deregulasi dan revitalisasi industri padat karya untuk melindungi sektor makanan, minuman, dan tembakau dari tekanan ekonomi. Ia menyoroti PP 28/2024 yang dianggap kontroversial dan mendesak agar segera dibatalkan. 

Baca juga: 106 Calon Jemaah Haji Cirebon Gagal Berangkat, Padahal Sudah Lunasi Biaya

"Pasal-pasal dalam PP ini, seperti pasal yang mengatur larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dan larangan pemajangan iklan di luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak serta rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (aturan turunan PP 28/2024), mengancam keberlangsungan lapangan pekerjaan," ujarnya.

Dalam surat yang dikirimkan kepada Presiden Prabowo, FSP RTMM-SPSI secara tegas menuntut pembatalan pasal-pasal terkait tembakau dan makanan minuman dalam PP 28/2024.

"Aturan ini tidak sesuai dengan tujuan yang diungkap ke publik. Kebijakan ini tidak berfungsi sebagai upaya mitigasi atau partisipasi, melainkan lebih kepada pelarangan yang mematikan industri. Padahal, saat ini tidak ada lapangan kerja pengganti," jelas Sudarto.

Lebih lanjut, Sudarto juga menekankan pentingnya moratorium kenaikan CHT selama tiga tahun ke depan.

"Di tengah kondisi ekonomi yang stagnan dan melemah, kenaikan CHT hanya akan menambah beban industri, meningkatkan peredaran rokok ilegal, dan berujung pada PHK massal," katanya.

Sudarto menegaskan bahwa menyelamatkan sektor padat karya, terutama industri strategis seperti tembakau, sangat penting.

"Industri ini melibatkan banyak pihak dari hulu ke hilir, mulai dari petani, produsen, hingga ritel dan sektor penunjang lainnya. Nasib banyak orang dipertaruhkan," tambahnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved