Banggai Hari Ini

Pertamina EP DMF dan Masyarakat Adat 'Sulap' Kokolomboi Bangkit Lewat Hutan dan Madu

Data dari pemerintah desa setempat menunjukkan 15,05 persen dari penduduk Desa Leme-leme adalah penduduk pra sejahtera. 

Penulis: Asnawi Zikri | Editor: Regina Goldie
HANDOVER
HUTAN KOKOLOMBOI - Sofiana Nur Khasanah, pendamping program dari Pertamina EP DMF, memaparkan program konservasi hutan Kokolomboi pada acara Media Gathering 2025 Pertamina EP Regional Indonesia Timur, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (23/6/2025). (Asnawi Zikri/TribunPalu.com) 

Baca juga: BREAKING NEWS: Warga Parigi Moutong Resah, Sungai Lambunu Keruh Rusak Sawah dan Kebun

Selain penjaga hutan, masyarakat Adat Togong-Tanga dapat berperan menjadi perpustakaan hidup yang berperan memahami setiap spesies yang ada di kawasan hutan Kokolomboi.

Berkat kolaborasi Pertamina EP DMF dan masyarakat adat, sebanyak 13,44 hektare dari luas hutan qdat sebesar 54 hektate telah terestorasi, 279,95 hektare atau 4,5 persen kawasan konservasi berbasis masyarakat, 7,12 ton per tahun pemanfaatan limbah biosulfur, serta 0,022 ton per tahun reduksi emisi dari penggunaan energi baru terbarukan.

“Masyarakat adat pengetahuan tradisional dan praktik berkelanjutan dalam mengelola sumber daya alam, tapi sayangnya peran mereka malah seringkali terpinggirkan. Padahal mereka adalah perpustakaan hidup yang justru mengemban tugas jadi penjaga rumah mereka. Masyarakat Adat Togong-Tanga menjadi bukti bahwa keberadaan mereka bisa membantu upaya konservasi, khususnya mengatasi pelaku illegal logging,” ujar Sofiana. 

Baca juga: Lantik Pejabat Struktural dan Fungsional, Wamen Ossy Minta Jajaran Bekerja Adaptif terhadap Zaman

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, program ini juga mendorong kegiatan ekonomi yakni budidaya lebah dan wisata minat khusus. 

Budidaya lebah madu menjadi salah satu upaya rehabilitasi kawasan hutan mengingat peran lebah sebagai pollinator yang membantu penyerbukan tanaman di sekitar kawasan. 

Selain itu, budidaya lebah madu ini juga menjadi mata pencaharian masyarakat dari yang sebelumnya menjual kayu hasil hutan dan berburu satwa. Petani madu yang terlibat didalam kawasan taman Kehati kokolomboi mencapai 10 orang dengan kemampuan panen sebesar 800–1200 liter per tahun. 

Kelompok tani madu Kokolomboi turut melibatkan petani madu di luar Kawasan untuk memenuhi permintaan pasar, hingga saat ini sebanyak 245 anggota telah terafiliasi dengan kemampuan produksi sebesar 8.400 liter per tahunnya. 

Baca juga: DPRD Sulteng Gelar RDP Bahas Sengketa Lahan Plasma di Morowali Utara

"Saat ini, pendapatan petani madu mencapai Rp1.445.500 sampai Rp8.547.534 per bulan," ungkapnya.

Berdasarkan data kunjungan yang dikelola oleh Pengelola Taman Kehati Kokolomboi, tercatat sebanyak 453 wisatawan domestik dan lebih dari 60 wisatawan mancanegara dari 22 negara yang memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat sekitar sebagai penyedia jasa lingkungan dengan ketentuan tamu domestik sebesar Rp 60.000/orang/hari dan tamu asing Rp 200.000/orang/hari.

Kontribusi ratusan masyarakat adat Togong-Tanga dalam menjaga hutan tetap lestari turut mendukung capaian sustainable development goals tujuan 13 penanganan perubahan iklim melalui kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta tujuan 15 ekosistem daratan melalui upaya perlindungan, restorasi, dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degradasi lahan, serta menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved