DPRD Sulteng

DPRD Sulteng Gelar RDP Bahas Sengketa Lahan Plasma di Morowali Utara

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD Sulteng, Yus Mangun, ini dihadiri anggota Komisi I dan II DPRD Sulteng.

Penulis: Zulfadli | Editor: Regina Goldie
ZULFADLI/TRIBUNPALU.COM
RDP DPRD SULTENG - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait sengketa lahan plasma sawit antara masyarakat Desa Winangabino dan Desa Lijo Kecamatan Mamosalato, Kabupaten Morowali Utara, dengan PT Karunia Alam Makmur (KAM).  

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli

TRIBUNPALU.COM, PALU – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait sengketa lahan plasma sawit antara masyarakat Desa Winangabino dan Desa Lijo Kecamatan Mamosalato, Kabupaten Morowali Utara, dengan PT Karunia Alam Makmur (KAM). 

Kegiatan itu berlangsung di Ruang Sidang Utama DPRD Sulteng, Jl Prof Moh Yamin, Kelurahan Lolu Selatan, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Senin (23/6/2025).

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD Sulteng, Yus Mangun, ini dihadiri anggota Komisi I dan II DPRD Sulteng, perwakilan masyarakat kedua desa, jajaran manajemen PT KAM, serta sejumlah instansi terkait.

Dalam rapat itu, perwakilan masyarakat Desa Winangabino, Muhajir, memaparkan kronologi persoalan yang bermula dari penyerahan lahan pribadi dan tanah ulayat masyarakat kepada perusahaan. 

Lahan tersebut, kata Muhajir, dikuasai turun-temurun dan digunakan masyarakat untuk menanam padi ladang sebelum hadirnya perusahaan.

Muhajir menjelaskan, masyarakat menyerahkan lahan dengan pola pembagian 60:40, di mana 60 persen lahan dikelola perusahaan dan 40 persen menjadi kebun plasma masyarakat. 

Namun, menurutnya, sejak panen perdana pada Februari 2017, masyarakat tidak dilibatkan dalam proses panen dan hanya menerima satu kali pembayaran hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) sebesar Rp400 ribu per hektare.

“Masyarakat sudah jenuh dan marah karena sabar kami sudah habis. Kami menahan buah plasma dan akan memanen sendiri kebun plasma kami. Ini hak kami karena kebun itu berasal dari lahan pribadi dan ulayat kami, bukan dari lahan negara,” tegas Muhajir.

Perwakilan PT KAM, Agus Hariada, menyatakan perusahaan telah diambil alih dua tahun lalu oleh CCM Group dan berada di bawah holding Hardaya Plantation Group. 

Menurutnya, manajemen baru berkomitmen menata kembali manajemen, tenaga kerja, serta komunikasi eksternal dengan masyarakat.

“Kami hati-hati karena ini menyangkut uang miliaran rupiah. Kami mendukung pelibatan semua pihak, termasuk aparat penegak hukum dan manajemen lama, agar masalah ini jelas dan terbuka,” ujar Agus.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi II DPRD Sulteng, Yus Mangun, menegaskan bahwa DPRD akan memfasilitasi mediasi lanjutan dengan menghadirkan manajemen lama PT KAM, Pemerintah Kabupaten Morowali Utara, camat, kepala desa, serta pengurus koperasi dan masyarakat.

Sementara itu, Anggota DPRD Sulteng, Rauf, menambahkan, bahwa seluruh masalah perusahaan lama otomatis menjadi tanggung jawab perusahaan baru setelah proses takeover. Ia mendesak perusahaan memberikan hak masyarakat secara adil.

“Kalau dihitung, hasil panen sawit selama tujuh tahun seharusnya sudah lebih dari Rp100 juta per hektare. Jangan salahkan manajemen lama, laksanakan kesepakatan awal agar tidak menimbulkan keributan,” ujar Rauf. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved