Sulteng Hari Ini

Kisah Abu Asbal, Mantan Sekretaris ISIS Indonesia di Sulteng

Dirinya menceritakan awal kisah bagaimana dirinya bergabung dalam kelompok radikalisme itu.

|
Penulis: Supriyanto | Editor: Regina Goldie

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Supriyanto Ucok

TRIBUNPALU.COM, PALU - Mantan Sekretaris ISIS Indonesia, Abdurrahman Hamidan ( Abu Asbal ) menceritakan pengalaman bagaimana pandangan ISIS dalam Radikalisme dalam podcast bersama Tribun Motesa-tesa, Rabu (2/7/2025).

Podcast ini merupakan program dari Densus 88 Antiteror Mabes Polri Satgaswil Sulawesi Tengah dalam rangka Pencegahan dan Deradikalisasi.

Abu Asbal mengatakan, ajaran ISIS tersebut merupakan paham radikalisme yang salah dan tidak untuk diikuti.

Dirinya menceritakan awal kisah bagaimana dirinya bergabung dalam kelompok radikalisme itu.

"Saya awalnya bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah di Palu, hingga mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di salah satu sekolah di Jawa," kata Abu Asbal dalam podcast tersebut.

Baca juga: Kapolres Donggala Kunjungan Kerja ke DPRD Donggala, Bahas Program Kerja Prioritas

Perjalanannya dalam menempuh pendidikan dibidang agama lumayan panjang sebelum masuk dalam kelompok itu.

Sebagai seorang mahasiswa dari sebuah kampus milik Negara Arab Saudi di Jakarta, Abu Asbal mengatakan bahwa dirinya kerap kali mengikuti kajian dan membaca berbagai buku terkait pergerakan jihad.

Selama berkuliah, dirinya menciptakan suatu program yang dapat menghimpun seluruh elemen mahasiswa untuk berpartisipasi dalam pergerakan radikal tersebut.

Mantan Sekretaris ISIS Indonesia itu mengatakan dalam kelompok radikal itu, mereka berprinsip bahwa orang yang tidak sejalan dengan faham mereka, dinyatakan kafir.

Setelah bergabung bersama bersama kelompok intoleran itu, Abu Asbal akhirnya berangkat ke Turki melalui bantuan rekannya sekelompoknya disana.

Baca juga: Dugaan Pemerasan Benny Chandra, Selain Kajari Tolitoli Juga Libatkan Mantan Kejati Sulteng

Dalam perjalanannya, ia ditangkap oleh pihak kepolisian Turki atau sebuah organisasi intelijen rahasia di Turki  (Karakol).

"Ada sekitar 300 orang dari Indonesia yang ditangkap oleh Karakol dalam bahasa Turki, kami ditahan selama dua minggu sebelum dideportasi ke Indonesia,"ucapnya.

"Tiba di Indonesia kami di jemput oleh tim anti terorisme Densus 88,"lanjutnya.

Selama ditahan di Lapas Nusakambangan, Abu Asbal mendapat pencerahan dari mantan anggota kelompok sebelumnya dan akhirnya membuat dirinya sadar.

Dalam perjalanan kisahnya, Abu Asbal menilai banyak pelajaran yang dia dapat untuk kembali ke jalan yang benar.

"Pembina yayasan kami, Prof Lukman Taher yang memberikan dukungan dan pencerahan soal Nasionalisme ini,"ungkapnya.

Abdurrahman Hamidan (Abu Asbal) kini telah kembali menjadi seorang Nasionalis dan saat ini menjadi imam Masjid dengan kesibukan hariannya menjual madu. (*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved