Tujuh Tersangka Pembubaran Retret Diamankan, Formas Dorong Penegakan Hukum

Dalam kejadian tersebut, sejumlah massa mendatangi lokasi acara dan membubarkan kegiatan yang sedang berlangsung.

Editor: Regina Goldie
Tribun Depok
PEMBUBARAN PAKSA KEGIATAN KEAGAMAAN - Forum Masyarakat Indonesia Emas (Formas) kembali mengungkapkan kecamannya terhadap tindakan pembubaran paksa yang terjadi pada sebuah kegiatan retret keagamaan di sebuah rumah singgah yang terletak di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada Jumat, 27 Juni 2025.  

TRIBUNPALU.COM - Forum Masyarakat Indonesia Emas (Formas) kembali mengungkapkan kecamannya terhadap tindakan pembubaran paksa yang terjadi pada sebuah kegiatan retret keagamaan di sebuah rumah singgah yang terletak di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada Jumat, 27 Juni 2025. 

Dalam kejadian tersebut, sejumlah massa mendatangi lokasi acara dan membubarkan kegiatan yang sedang berlangsung, yang kemudian diikuti dengan perusakan fasilitas rumah retret yang digunakan untuk kegiatan tersebut.

Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip dasar yang dijamin oleh konstitusi negara.

Ketua Umum Formas, Yohanes Handojo Budhisedjati, menyatakan bahwa insiden tersebut mencerminkan ancaman nyata terhadap kebebasan beragama dan kehidupan sosial yang harmonis di Indonesia.

"Kami sangat menyesalkan adanya tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi yang menjamin setiap warga negara untuk bebas menjalankan aktivitas keagamaan mereka. Pembubaran kegiatan retret ini adalah tindakan yang sangat tidak dapat dibenarkan dan tidak sejalan dengan semangat Pancasila yang menekankan pentingnya toleransi, penghormatan terhadap perbedaan, dan persatuan," ungkap Handojo.

Formas menilai bahwa tindakan perusakan terhadap fasilitas yang digunakan untuk kegiatan keagamaan ini berpotensi menciptakan ketegangan sosial yang lebih besar.

Hal ini berbahaya, tidak hanya bagi individu-individu yang terlibat langsung dalam kegiatan tersebut, tetapi juga bagi masyarakat luas yang bisa terpolarisisasi oleh tindakan yang tidak mencerminkan semangat kerukunan sosial.

"Kita tidak bisa membiarkan hal seperti ini terjadi. Indonesia adalah negara yang beragam, dan kita harus memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa memandang agama atau keyakinan, dapat hidup berdampingan dalam kedamaian," lanjut Handojo.

Keberagaman Indonesia sebagai Pilar Utama

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman yang sangat luas.

Negara ini terdiri dari berbagai suku, agama, budaya, dan tradisi yang berbeda-beda, namun tetap menjunjung tinggi semangat persatuan.

Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya "Berbeda-beda tetapi tetap satu", adalah semboyan negara yang seharusnya menjadi dasar setiap tindakan warga negara dan aparat negara dalam kehidupan sehari-hari.

Yohanes Handojo Budhisedjati menegaskan bahwa Indonesia harus terus menjaga dan memperkuat semangat keberagaman ini agar setiap perbedaan yang ada justru menjadi kekuatan bangsa, bukan sumber perpecahan. "Sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, kita harus terus bekerja keras untuk menjaga persatuan dan keharmonisan sosial. Toleransi adalah kunci dalam menjaga keutuhan negara ini. Jika kita gagal dalam hal ini, kita berisiko menciptakan ketegangan yang bisa merusak struktur sosial dan politik kita," ujar Handojo.

Dalam pandangannya, kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan dalam kerangka yang sah dan damai seharusnya tidak menjadi sumber permasalahan, melainkan justru dapat mempererat hubungan antarumat beragama.

"Kegiatan retret yang diadakan oleh sekelompok pelajar tersebut pada dasarnya mengajarkan nilai-nilai positif seperti cinta kasih, saling menghormati, dan menjunjung tinggi persaudaraan. Jika hal-hal seperti ini dibubarkan, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk membangun masyarakat yang lebih baik," lanjutnya.

Penegakan Hukum yang Adil dan Tegas

Formas juga menyerukan agar aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas dalam menanggapi kasus pembubaran kegiatan retret ini.

Menurut Handojo, kasus ini tidak hanya berkaitan dengan perusakan fasilitas, tetapi juga melibatkan penghormatan terhadap hak konstitusional setiap warga negara untuk menjalankan keyakinannya.

"Perbuatan yang dilakukan oleh kelompok massa ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum, dan seharusnya diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kita tidak bisa membiarkan tindakan semacam ini dibiarkan begitu saja," tegas Handojo.

Polda Jawa Barat telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam insiden pembubaran paksa tersebut, dan Formas mendesak agar pihak berwajib tidak hanya menindak pelaku, tetapi juga melakukan langkah-langkah preventif untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

"Kami mendesak pihak berwajib untuk segera melakukan investigasi yang menyeluruh dan memastikan bahwa tindakan tersebut tidak terulang kembali. Tidak ada tempat bagi intoleransi dalam masyarakat kita," tambah Handojo.

Respons Anggota DPR: Negara Tidak Boleh Kalah dari Intoleransi

Selain itu, Anggota Komisi III DPR RI, Sarifudin Sudding, juga turut menyuarakan keprihatinannya terhadap insiden tersebut.

Sudding menegaskan bahwa negara harus hadir untuk melindungi hak-hak setiap warganya, termasuk hak untuk beribadah.

"Ini bukan sekadar masalah disharmoni sosial, melainkan masalah besar yang menyangkut kepastian hukum. Negara harus menunjukkan keberanian untuk melindungi hak konstitusional setiap warga negara, termasuk hak untuk menjalankan ibadah dan keyakinannya," ujarnya.

Sudding juga mengingatkan bahwa peristiwa semacam ini harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak, termasuk pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat.

"Kita harus memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk menjalankan agama dan keyakinannya, tanpa ada kekhawatiran akan ancaman atau tekanan dari kelompok manapun. Ini adalah hak dasar yang harus dijaga oleh negara," tegasnya.

Sudding juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait semakin meningkatnya aksi intoleransi di berbagai daerah, yang dapat merusak kerukunan sosial.

"Setiap kali ada kejadian seperti ini, kita harus bertanya, apakah kita sudah cukup melindungi hak-hak setiap warga negara? Atau justru kita memberi ruang bagi kelompok intoleran untuk bertindak semaunya?" ujar Sudding.

Dirinya menambahkan bahwa negara tidak boleh membiarkan kelompok-kelompok intoleran mengganggu kebebasan beragama warganya.

Pentingnya Dialog dan Penyelesaian Secara Damai

Formas juga mengingatkan bahwa dalam menyelesaikan setiap permasalahan sosial, khususnya yang berkaitan dengan perbedaan agama dan kepercayaan, dialog menjadi langkah yang sangat penting.

Handojo menegaskan bahwa dialog yang konstruktif antar kelompok sangat diperlukan untuk mencapai pemahaman bersama.

"Kita harus menghindari tindakan kekerasan dan lebih memilih pendekatan dialogis dalam menyelesaikan masalah. Dialog adalah cara terbaik untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam dan membangun kerukunan," kata Handojo.

Formas berharap agar kejadian ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dan mengedepankan rasa saling menghormati.

 "Keberagaman adalah aset kita, dan kita harus belajar untuk menghargainya. Toleransi adalah kunci dalam menjaga keutuhan bangsa. Mari kita jaga bersama Indonesia yang damai dan penuh kasih," pungkas Handojo. (*)

Sumber: Tribunnews.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved