Palu Hari Ini

Komunitas Maxim Car Palu Tolak Kewajiban Branding Mobil: Batasi Ruang Gerak dan Bebani Driver

Menurut mereka, kewajiban branding justru menyulitkan dalam menjalankan aktivitas sebagai driver transportasi online. 

|
Penulis: Robit Silmi | Editor: Fadhila Amalia
Robit/TribunPalu.com
DISKUSI - Komunitas Maxim Car di Kota Palu meminta aturan pemasangan branding di bodi mobil ditiadakan. Selama ini, pengemudi Maxim Car yang berstatus prioritas diwajibkan menempelkan iklan Maxim di kendaraan mereka. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Robit Silmi

TRIBUNPALU.COM, PALU – Komunitas Maxim Car di Kota Palu meminta aturan pemasangan branding di bodi mobil ditiadakan. 

Selama ini, pengemudi Maxim Car yang berstatus prioritas diwajibkan menempelkan iklan Maxim di kendaraan mereka.

Permintaan itu disampaikan langsung perwakilan Komunitas Maxim Car saat mengikuti diskusi bersama Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid, di Ruang Bantaya, Kantor Wali Kota, Jl Balai Kota, Kelurahan Tanamodindi, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Kamis (4/9/2025).

Baca juga: Ramalan Zodiak Cinta Jumat 5 September 2025: Libra Dengarkan Pendapat Orang Lain, Gemini Posesif

Menurut mereka, kewajiban branding justru menyulitkan dalam menjalankan aktivitas sebagai driver transportasi online. 

Selain membuat mobil terlihat kotor, branding juga membatasi ruang gerak mereka ketika masuk ke kawasan tertentu.

“Kalau kami prioritas harus ditempel branding. Terlihat kotor, dan membuat kami terbatas memasuki area bandara, terminal, dan pelabuhan,” kata perwakilan komunitas ojek online mobil.

Mereka menilai branding bukan solusi meningkatkan pelayanan, melainkan menambah beban bagi mitra driver. 

Baca juga: Komunitas Ojek Online Palu Minta Akses Bebas ke Bandara, Terminal dan Pelabuhan

Apalagi, kondisi di lapangan menunjukkan adanya stigma dan perlakuan berbeda terhadap kendaraan yang ditempeli iklan.

Komunitas Maxim berharap Pemerintah Kota Palu dapat memfasilitasi dialog dengan manajemen aplikator untuk meninjau kembali aturan tersebut. 

Mereka ingin ada kebijakan yang lebih berpihak pada mitra driver, tanpa mengurangi kualitas layanan bagi penumpang.

“Harapan kami branding ditiadakan. Yang penting pelayanan tetap jalan, penumpang merasa nyaman, dan mitra driver tidak lagi dibatasi ruang geraknya,” ujar perwakilan komunitas.

Baca juga: Riwayat Gempa September di Sulteng Lima Tahun Terakhir, Hari Ini Magnitudo 4,6

Usulan itu menjadi salah satu aspirasi yang mengemuka dalam forum diskusi bersama Pemkot Palu. 

Selain Maxim, sejumlah komunitas lain seperti Grab Car dan ojek online roda dua juga menyampaikan persoalan yang mereka hadapi di lapangan.

Berikut adalah beberapa persoalan lokal utama yang dihadapi Kota Palu:

1. Masalah Lingkungan dan Tata Ruang

Pengelolaan Sampah yang Belum Optimal: Volume timbulan sampah di Kota Palu cukup tinggi. 

Kendalanya adalah kurangnya sarana dan prasarana pengangkutan sampah, minimnya bank sampah dan TPS3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle), serta kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam membuang sampah pada tempatnya.

Tata Ruang Berbasis Bencana: Palu adalah daerah yang sangat rawan bencana, khususnya gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi.

Oleh karena itu, penataan ruang menjadi isu krusial. Masih ada pembangunan di zona-zona yang sangat rawan bencana. Koordinasi antarinstansi dan penegakan hukum tata ruang menjadi tantangan besar.

Kerusakan Akibat Pertambangan: Beberapa laporan menunjukkan bahwa aktivitas pertambangan di sekitar Kota Palu berdampak pada kerusakan lingkungan, yang jika tidak dikendalikan dapat memberikan dampak jangka panjang.

2. Persoalan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial

Stagnasi Ekonomi dan Kemiskinan: Beberapa pihak, termasuk pengusaha, mengeluhkan stagnasi ekonomi di Kota Palu yang berdampak pada sulitnya investasi dan terbatasnya lapangan kerja. 

Data BPS menunjukkan angka kemiskinan di kota ini masih menjadi perhatian.

Gelandangan dan Pengemis (Gepeng): Penanganan masalah gepeng masih terkendala oleh berbagai faktor, termasuk kurangnya anggaran, validasi data, hingga adanya "budaya malas" di kalangan sebagian gepeng.

Permukiman Kumuh dan Relokasi: Lahan yang terbatas dan pertumbuhan penduduk, khususnya yang berpenghasilan rendah, memicu munculnya permukiman ilegal di bantaran sungai dan pantai.

Upaya relokasi sering kali menimbulkan persoalan baru terkait penyesuaian sosial dan ekonomi bagi warga yang dipindahkan.

3. Masalah Sosial dan Infrastruktur

Konflik Komunal: Beberapa kelurahan di Palu memiliki riwayat konflik komunal yang panjang, seperti di Nunu dan Tavanjuka. 

Konflik ini dapat kembali mencuat sewaktu-waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pengangguran dan masalah ekonomi.

Sistem Transportasi dan Fasilitas Publik: Sistem transportasi umum di Kota Palu masih sangat terbatas, yang menyebabkan ketergantungan pada kendaraan pribadi.

Hal ini berdampak pada kemacetan dan polusi. Selain itu, ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) juga masih di bawah standar.

Infrastruktur Dasar Belum Merata: Beberapa infrastruktur dasar, seperti air bersih dan pengelolaan limbah domestik, belum menjangkau seluruh kawasan.

Hal ini terkendala oleh keterbatasan anggaran dan kurangnya kepedulian masyarakat dalam pemeliharaan.

Pemerintah Kota Palu bersama berbagai pihak terkait terus berupaya mengatasi persoalan-persoalan ini, namun tantangan yang ada membutuhkan kolaborasi yang kuat dan berkelanjutan dari semua elemen masyarakat.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved