Polemik Pajak Kota Palu

Warung Sari Laut Keberatan Pajak 10 Persen, Sebut Masih Berat Dibebankan ke Konsumen

Kaswan menegaskan, kenaikan harga menu yang sebelumnya dilakukan bukan karena adanya pajak baru tersebut. 

|
Penulis: Robit Silmi | Editor: Regina Goldie
Robit/TribunPalu.com
Kerukunan Warung Sari Laut Kota Palu (KWSLP) menanggapi kebijakan Pemerintah Kota Palu terkait penerapan pajak makan dan minuman sebesar 10 persen. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Robit Silmi

TRIBUNPALU.COM, PALU – Kerukunan Warung Sari Laut Kota Palu (KWSLP) menanggapi kebijakan Pemerintah Kota Palu terkait penerapan pajak makan dan minuman sebesar 10 persen.

Sekretaris KWSLP, Kaswan, menilai kebijakan tersebut masih terlalu berat jika langsung diterapkan pada warung-warung makan, khususnya jenis sari laut.

Menurutnya, warung makan dengan segmen menengah ke bawah tidak bisa disamakan dengan kafe maupun restoran modern di Kota Palu.

“Pajak 10 persen itu jadi berat bagi kami, tentunya beda dengan kafe-kafe. Mengingat mas Joko adalah kebutuhan makanan masyarakat menengah ke bawah, sehingga sampai saat ini belum siap menambahkan 10 persen di setiap harga makanan,” ujar Kaswan kepada TribunPalu.com, Selasa (19/8/2025).

Baca juga: Banjir di Balinggi Jati Ancam Gagal Panen, Petani dan Ketahanan Pangan Terancam

Kaswan menegaskan, kenaikan harga menu yang sebelumnya dilakukan bukan karena adanya pajak baru tersebut. 

Melainkan murni dipicu melonjaknya harga bahan pokok di pasaran.

“Terkait kenaikan harga menu mas Joko bukan karena pajak, murni terkait kenaikan harga bahan pokok. Saat itu memang tidak wajar menurut kami,” jelasnya.

Ia menyebut, setiap tahun harga bahan pokok selalu mengalami peningkatan. 

Kondisi ini membuat warung makan terpaksa menyesuaikan harga jual menu.

“Dalam 3 sampai 4 tahun terakhir memang warung mas joko itu selalu ada kenaikan mengikuti harga di pasar,” tambah Kaswan.

Baca juga: Setelah Viral karena Donat, Pinkan Mambo Kini Jualan Pisang Goreng Seharga Rp200 Ribu

Kaswan juga mengungkapkan, sebenarnya upaya penerapan pajak makan dan minum pernah dicoba pada awal 2024. 

Namun, hal tersebut dinilai tidak efektif di lapangan.

“Sebelumnya sudah pernah kami coba di awal tahun 2024, konsumen ada yang memberi ada juga yang tidak. Saya rasa tidak efektif karena kami tidak bisa memaksa, konsumem banyak yang kabur” ungkapnya.

Ia menambahkan, berbeda halnya dengan kafe yang memang langsung menerapkan pajak makan dan minum.

Meski begitu, pihaknya memahami Pemkot Palu tetap membutuhkan pemasukan dari sektor pajak. 

Namun, menurut Kaswan, pelaku usaha kuliner kecil saat ini masih kesulitan jika langsung menerapkan pungutan sebesar itu.

“Kami pantau dari teman-teman sari laut di Kota Palu, itu merasa kesulitan untuk menerapkan pajak 10 persen yang ditambahkan di setiap menu. Karena nanti konsumen yang akan terbebani,” ucapnya.

Baca juga: Bupati Sigi Kukuhkan Bunda PAUD Kecamatan Masa Bakti 2025–2030

Ia juga mengungkapkam bahwa warung sari laut harus merogoh kantong sendiri untuk membayar pajak makanan dam minum 10 persen.

Sebelumnya, KWSLP sudah lebih dulu menaikkan harga menu sebesar Rp2.000 per porsi di tahun 2025. 

Kenaikan tersebut dilakukan sebagai penyesuaian dari lonjakan bahan pokok yang terjadi di pasaran.

Diketahui, Pemerintah Kota Palu menaikkan tarif pajak makanan dan minuman dari yang sebelumnya 6 persen menjadi 10 persen pada tahun 2024.

• Banjir Bandang Malino Ungkap Lemahnya Pengawasan Tambang di Morowali Utara Sulteng

 Kronologi Pajak Restoran di Kota Palu

Polemik pajak restoran di Kota Palu bermula dari kebijakan pemerintah kota yang mengoptimalkan pungutan pajak makan dan minum sebesar 10 persen.

Pajak ini sebenarnya bukan hal baru, karena sudah diatur sejak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011.

Namun, baru pada tahun 2023 hingga 2024 kebijakan ini mulai ditegakkan secara aktif melalui Perda Nomor 9 Tahun 2023.

Pemerintah Kota Palu, melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), mulai melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha kuliner. Mereka memasang stiker bertanda "Wajib Pajak 10 persen" di restoran dan warung makan, sekaligus melakukan pemantauan langsung untuk memastikan pelaku usaha menjalankan kewajiban pajaknya.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya Pemkot meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang dinilai masih belum optimal dari sektor ini.

Para pengusaha kecil mengeluhkan bahwa penerapan pajak 10 persen sangat memberatkan, terutama karena kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih sepenuhnya pascabencana dan pandemi.

Mereka menilai daya beli yang menurun dan harga bahan baku yang meningkat membuat margin keuntungan semakin kecil, dan tambahan beban pajak akan semakin mempersempit ruang gerak usaha mereka.

Baca juga: Bupati Sigi Kukuhkan Bunda PAUD Kecamatan Masa Bakti 2025–2030

Puncak polemik terjadi ketika pada awal Agustus 2025, Bapenda menutup sementara lima warung makan yang dianggap menunggak pajak.

Aksi ini menimbulkan reaksi keras dari masyarakat. Banyak yang menganggap penegakan aturan ini terlalu keras dan tidak mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi para pelaku usaha kecil.

Warganet juga ikut menyoroti kebijakan ini, menyebutnya kurang berpihak pada rakyat kecil. (*)

Tags
Kota Palu
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved