Warga Segel Kantor Desa Parimo
Camat Parigi: Kami Tidak Benarkan Penyegelan Kantor Desa Bambalemo
Ramlin menyebutkan, pemerintah kecamatan memahami kekecewaan warga, namun penyegelan bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
Penulis: Abdul Humul Faaiz | Editor: Regina Goldie
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Abdul Humul Faaiz
TRIBUNPALU.COM, PARIMO - Camat Parigi, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Ramlin menegaskan bahwa pihaknya tidak membenarkan aksi penyegelan Kantor Desa Bambalemo yang dilakukan oleh warga.
Menurutnya, tindakan itu dapat mengganggu jalannya pemerintahan desa dan pelayanan kepada masyarakat.
Ramlin menyebutkan, pemerintah kecamatan memahami kekecewaan warga, namun penyegelan bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
“Penyegelan kantor desa tidak dibenarkan. Kita harus mencari solusi dengan musyawarah, bukan tindakan yang merugikan banyak orang,” ujarnya, Selasa (26/8/2025).
Ia menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta aparat keamanan setempat untuk menindaklanjuti peristiwa ini.
Langkah awal yang ditempuh adalah mengadakan rapat internal guna menyusun strategi penyelesaian masalah.
Baca juga: Camat Parigi Pastikan Pelayanan Warga di Desa Bambalemo Tetap Berjalan Meski Kantor Disegel
Ramlin menambahkan, rencana pertemuan dengan warga yang menyegel kantor desa juga sedang disiapkan.
Tujuannya adalah mencari jalan keluar secara bersama-sama agar konflik tidak berlarut-larut.
Camat Parigi menegaskan, pemerintah kecamatan memiliki tanggung jawab untuk menjaga ketertiban dan kelancaran pemerintahan desa.
Ia mengimbau masyarakat agar tetap bersabar menunggu penyelesaian melalui jalur resmi.
“Harapan kami, warga memahami bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan sedang menyiapkan langkah terbaik,” ujarnya.
Ramlin juga menekankan pentingnya komunikasi antara warga, pemerintah desa, dan aparat kecamatan untuk menemukan solusi.
Ia menilai, setiap pihak perlu bersikap dewasa dalam menghadapi persoalan agar tidak menimbulkan kerugian tambahan.
Selain itu, pemerintah kecamatan juga menyiapkan alternatif agar pelayanan administrasi tetap berjalan meski kantor desa disegel.
Baca juga: Banggai Kepulauan Raih Prestasi pada Puncak Jambore Sulteng 2025
Hal ini termasuk mengundang sekretaris desa agar pelayanan sementara bisa dipindahkan ke rumah sekdes.
Namun, lanjut Ramlin, beberapa warga masih menunggu keterlibatan bupati dan wakil bupati sebelum membuka segel kantor.
Dia menyebut, pemerintah daerah sudah menerima laporan terkait aksi penyegelan ini dan siap menindaklanjuti.
Ia menekankan, pelayanan publik tetap menjadi prioritas utama pemerintah kecamatan dalam kondisi apapun.
“Meski kantor desa disegel, hak masyarakat untuk mendapatkan layanan tidak boleh terganggu,” tegas Ramlin.
Ia berharap, persoalan ini segera terselesaikan dengan baik, sehingga pemerintahan desa kembali berjalan normal dan masyarakat tetap merasa aman.
"Yang paling penting adalah pelayanan masyarakat, dengan kondisi tentu kebutuhan masyarakat kan terganggu," pungkasnya.
Warga Segel Kantor Desa
Sebelumnya, warga Desa Bambalemo, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, kembali melakukan penyegelan kantor desa, Senin (25/8/2025).
Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap kinerja Kepala Desa Susanto yang dinilai gagal dalam menjalankan tugas dan tidak memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat.
Sekitar 40 warga terlihat memblokade pintu utama kantor desa dengan memasang palang kayu, sebagai simbol kekecewaan terhadap kepemimpinan desa yang dianggap tidak responsif.
“Kami sudah berkali-kali menyampaikan keluhan, tapi tidak pernah dihiraukan,” ujar Ma’ruf, salah satu tokoh masyarakat.
Menurutnya, Kepala Desa jarang masuk kantor, sehingga berbagai urusan dan kebutuhan administrasi masyarakat terbengkalai.
“Kalau pemimpin jarang hadir, bagaimana mau mengurus desa?” lanjutnya.
Selain itu, warga juga mempersoalkan pengelolaan Dana Desa tahun 2023–2024 yang dinilai tidak transparan.
Mereka menduga anggaran tidak digunakan sebagaimana mestinya dan tidak melibatkan masyarakat dalam proses perencanaannya.
“Kami ingin ada transparansi, supaya semua jelas dan masyarakat ikut mengawasi,” tegas Ma’ruf.
Aksi penyegelan kantor desa ini disebut bukan kali pertama dilakukan.
Namun, hingga saat ini, belum ada perubahan nyata dari pihak pemerintah desa.
“Kami lelah menunggu, sekarang tuntutan kami hanya satu: Kepala Desa mundur,” tegasnya.
Warga menyatakan akan terus mempertahankan penyegelan hingga ada tindakan nyata dari pemerintah atau Kepala Desa membuka diri terhadap aspirasi warganya.
Mereka menegaskan bahwa apa yang mereka lakukan adalah upaya mempertahankan hak sebagai warga yang menginginkan pelayanan publik yang baik.
“Kami hanya ingin pemimpin yang bisa bekerja untuk rakyatnya,” tutup Ma’ruf.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.