Viral Sosmed
Viral di Sosmed, Oknum Driver Gojek Bakar Hidup-hidup Seekor Anjing di Menteng
anjing berjenis mix dalmatian tersebut diduga dipukul dengan botol dan dibakar hingga sekarat.
TRIBUNPALU.COM - Sebuah kabar memilukan ramai dibicarakan di media sosial beberapa waktu belakangan ini.
Seekor anjing bernama Lucky ditemukan sekarat sebelum akhirnya tewas lantaran dipukul dan dibakar hidup-hidup di wilayah Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat (10/5/2019) malam.
Pengurus Yayasan Sarana Metta Indonesia, Christian Joshua Pale, mengatakan, anjing berjenis mix dalmatian tersebut diduga dipukul dengan botol dan dibakar hingga sekarat.
Pelaku diketahui sebagai oknum pengemudi ojek online yang merupakan tetangga pemilik anjing tersebut.
"Lucky ini milik dari ibu Melly. Jumat sore Lucky lagi asyik duduk di dalam kandangnya tiba-tiba ada satu warga kencing di samping kandang dia dan Lucky refleks mencakarnya," ucap Christian seperti yang dikutip Tribunpalu.com dari Kompas.com, Senin (13/5/2019).
• Tersangka Pembuat Video Adu Domba TNI-Polri Berharap BPN Prabowo-Sandi Berikan Bantuan Hukum
Christian juga membagikan informasi terkait pelaku tindakan keji tersebut di akun Instagram miliknya di christian_joshuapale.
Foto pelaku pembakar anjing idup-idup Dek Lucky
.
This man burn alive a dog.
.
Sebelon dedek dibakar, kepala Dek Lucky dipukul pakai botol isi bensin dan ini yang menyebabkan kepala dedek luka dan berjalan sempoyongan.
.
Saat dibakar dedek tidak bisa berlari kencang akibat pukulan dengan botol tersebut.
.
Ada saksi yang membantu memadamkan api yang menceritakan kronologisnya ke nyai
.
Sekarang nyai bersama bunda M dan Dek Vanessa otw Polda Metro Jaya utk membuat laporan ini.
.
Stay tune karena nanti nyai akan live instagram pernyataan resmi bunda yg menceritakan kronologis kematian dedek.
.
FB pelaku akan nyai publish di Fan Page Animals Hope Shelter
Kronologi Pembunuhan
Oknum ojol bernama Maulady ini marah lantaran dicakar oleh Lucky.
Ia pun meminta agar anjing itu segera dipindahkan dan mengancam akan dibakar jika tak dipindahkan.
Namun, lantaran pemilik anjing tersebut harus melaksanakan shalat tarawih, tidak ada yang memindahkan anjingnya.
"Ketika pulang pemiliknya sangat shock dan terpukul melihat kondisi Lucky sekarat dengan luka bakar di dalam kandangnya ternyata ancaman warga itu benar, Lucky dibakar hidup-hidup di dalam kandangnya yang sebelumnya kepala anjing tersebut dilempar dengan botol berisi bensin hingga pecah," kata dia.
Nyawa Lucky pun tak dapat ditolong meski dengan menggunakan infus lantaran sistem peredaran darahnya sudah dalam kondisi buruk.
• Forkopimda di Sulteng Apresiasi Kinerja KPU Selesaikan Rekapitulasi Tingkat Provinsi
Saat ini, pemilik anjing tersebut beserta tim pendamping dari Sarana Metta Indonesia sudah melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib di Polsek Menteng dan Polda Metro Jaya.
"Sudah dilaporkan semalam dan polisi langsung mengamankan TKP dan barang bukti. Police line sudah dibuat langsung," kata dia.
Gojek akan telusuri tindakan mitranya
Vice President Corporate Affairs Go-Jek Michael Reza Say mengatakan, pihaknya saat ini menelusuri tentang mitra pengemudinya yang membakar seekor anjing hidup-hidup di Menteng, Jakarta Pusat.
Pihak Go-Jek telah menerima laporan dari pemilik anjing tersebut pada Minggu (12/5/2019) kemarin.
"Terkait kabar yang berkembang di media sosial bahwa pelaku adalah mitra driver Go-Jek, dapat kami sampaikan bahwa saat ini kami tengah memproses laporan yang masuk. Di mana saat ini sedang berlangsung proses penelusuran lebih lanjut secara internal," kata Michael, saat dihubungi, Senin.
Ia menyebutkan, pihaknya sangat menyayangkan kejadian tersebut dan menentang berbagai bentuk perilaku kekerasan terhadap hewan.
Setelah penelusuran internal dilakukan, Go-Jek akan memberikan sanksi kepada pelaku.
"Perilaku kekerasan seperti ini tidak dapat dibenarkan dan kami tidak segan memberikan sanksi tegas kepada oknum mitra driver yang menjadi pelaku," kata dia.
Apakah anjing dan kucing peliharaan Anda berdampak buruk bagi lingkungan?
Apakah hewan peliharaan Anda punya jejak kaki ekologis atau turut berperan pada penurunan kualitas lingkungan?
Sejumlah pakar yakin jawabannya adalah ya, terutama jika binatang peliharaan yang dimaksud adalah anjing atau kucing.
Faktanya, menurut kajian yang dilakukan Robert dan Brenda Vale, peneliti keberlanjutan lingkungan di Universitas Victoria, Selandia Baru, seekor anjing setara dengan mobil SUV dalam konteks emisi gas rumah kaca.
"Anjing berukuran tubuh sedang menghasilkan emisi karbon dioksida rata-rata 4,233 kilogram pertahun," kata Robert Vale kepada BBC.
"Itu lebih besar ketimbangan gabungan emisi CO2 yang dihasilkan Toyota Land Cruiser keluaran tahun 2019 di tengah kota dan jalur tol," ujarnya merujuk informasi teknis yang dipublikasikan produsen mobil Jepang tersebut.
Namun bagaimana logika temuan itu?
Vale dan sejumlah akademisi menggarisbawahi pola makan binatang peliharaan, terutama cara manusia memproduksi pangan untuk hewan-hewan tersebut.
Pada tahun 2007, Gregory Okin, guru besar geografi di Universitas California, menerbitkan jejak kaki ekologis hewan perliharaan di Amerika Serikat. Beragam jajak pendapat memperkirakan, saat ini terdapat 163 juta kucing dan anjing yang dipelihara di permukiman.
Dalam kalkulasi Okin, pemberian makanan pada hewan domestik itu menerbangkan 64 juta ton gas rumah kaca ke atmosfer setiap tahun. Angka itu setara yang dihasilkan 13 juta mobil.
Penyebab fenomena itu adalah aktor utama di dalam setiap perdebatan tentang perubahan iklim: daging.
Catatan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menunjukkan, sektor peternakan di seluruh dunia menyumbang 15% dari total emisi gas rumah kaca.
Di sisi lain, penggunaan daging sebagai panganan anjing atau kucing cukup besar, menurut studi di AS. Okin mencontohkan, dua hewan peliharaan itu mengkonsumsi 25% daging yang disediakan peternakan di seluruh AS.
"Saya menyukai anjing dan kucing, dan saya sangat tidak menyarankan masyarakat untuk mengabaikan atau memaksakan pola makan vegetarian kepada mereka," kata Okin.
"Namun menurut saya kita perlu mempertimbangkan seluruh dampak yang dihasilkan hewan peliharaan sehingga kita dapat berbicara jujur tentangnya."
"Binatang perliharaan memberi banyak dampak positif, tapi mereka juga berefek besar bagi lingkungan," ujar Okin.
Bahkan sejumlah ilmuwan yang berselisih paham tentang jejak kaki ekologis binatang telah menelurkan rekomendasi untuk pemilik maupun calon pemelihara binatang.
Dalam analisis pilihan hidup yang sangat berkontribusi pada perubahan iklim, tidak ditemukan bukti bahwa memelihara anjing berefek besar pada isu ini. Pengaruh justru ditimbulkan perilaku lainnya.
Temuan tersebut diutarakan Seth Wynes dari Universitas Lund, Swedia, dan Kimberley Nicholas dari Universitas British Columbia, AS.
Meski begitu, Wynes dan Nicholas memberikan satu peringatan.
"Penelitian lebih lanjut terkait isu ini akan sangat bermanfaat. Hingga saat ini, kami yakin anjing yang berukuran kecil punya jejak karbon yang lebih kecil dibandingkan anjing bertubuh besar," tulis dua ilmuwan itu.
Robert dan Brenda Vale punya pendekatan yang lebih keras, salah satunya tertuang dalam buku mereka yang terbit tahun 2009, berjudul Time to Eat the Dog: The Real Guide to Sustainable Living.
Mereka tentu tidak benar-benar menyarankan kita untuk menyantap daging anjing. Mereka sebenarnya mendorong kita memilih hewan peliharaan yang dapat menyumbang sesuatu untuk persediaan makanan.
"Terdapat beberapa kebenaran bahwa jika kita memelihara hewan yang bisa dimakan, seperti ayam yang menghasilkan telur dan daging atau kelinci serta babi, kita dapat mengambil kompensasi keberadaan mereka terhadap lingkungan," kata Brenda Vale.
Beberapa tahun lalu, Brenda dan suaminya mendorong pemerintah kota Wellington, ibu kota Selandia Baru, untuk melarang kepemilikan hewan peliharaan tradisional. Ide itu ditolak otoritas setempat.
Keduanya memiliki daftar hewan peliharaan yang disusun berdasarkan jejak ekologis, yaitu dampak aktivitas manusia yang diukur dari penggunaan air dan lahan produktif untuk menghasilkan barang konsumsi serta kemampuannya menyerap limbah.
Daftar itu diukur dalam satuan hektare.
Merujuk kajian Robert dan Brenda, kucing mempunyai jejak ekologis sebesar 0,15 hektare, sedangkan hamster sebesear 0,014 hektare. Memelihara dua binatang herbivora ini dianggap setara dengan memiliki satu televisi plasma.
Bagaimana dengan anjing? 0,84 hektare.
Di sisi lain, Greg Okin khawatir pada meningkatnya tren kepemilikan hewan peliharaan, terutama di negara yang sebelumnya tidak mempunyai kecenderungan itu, seperti China.
Lembaga pemikir berbasis di Shanghai, China Pet Markert, menyebut populasi binatang domestik di negara itu meningkat dari 390 juta pada 2013 menjadi 509 juta tahun 2018.
"Di negara berkembang, seiring penduduk yang semakin kemakmuran, mereka semakin sering mengkonsumsi daging dan memelihara binatang," ujar Okin.
Industri penyedia panganan hewan peliharaan, yang penjualannya di seluruh dunia mencapai US$91 miliar (Rp1,3 triliun) tahun 2018, sebagaimana dicatat Euromonitor International, merupakan pemain kunci dalam perdebatan tentang jejak ekologis ini.
Kepada BBC, Michael Bellingham, pimpinan utama Asosiasi Produsen Makanan Hewan, menyatakan hal-hal untuk mempertahankan industrinya.
Bebas daging
"Belakangan ini banyak laporan tidak tepat terkait porsi daging yang digunakan industri makanan hewan," kata Bellingham.
"Industri kami menggunakan banyak produk sampingan yang cocok untuk konsumsi manusia, tapi ini tidak dimanfaatkan sama sekali atau sedikit demi sedikit, oleh produsen makanan manusia."
"Produsen makanan hewan menggunakan material itu untuk memberi nilai tambah padanya. Dengan demikian, mengurangi efek bahan tak terpakai, ketersediaan komoditas dan meminimalkan jejak karbon."
"Tidak ada binatang yang diternak khusus untuk industri makanan hewan," ujar Bellingham.
Industri itu juga melihat bahan makanan bebas daging sebagai solusi jitu persoalan ini. Eksperimen penggunaan protein alternatif seperti serangga juga tengah dikaji.
Bagaimanapun, kata Robert Vale, "Dalam konteks keberlanjutan, jika Anda menginginkan hewan peliharaan, miliki yang berpola makan vegetarian ketimbang karnivora."
"Begitu pula, jika Anda ingin mempunyai hewan peliharaan, sebaiknya Anda tidak memiliki anak," kata ujarnya.