Pascapembunuhan Ayah dan Anak di Parimo, Ini Harapan Ketua BPD Desa Tana Lanto
Pembunuhan dua orang petani yang merupakan ayah dan anak di Kabupaten Parigi Moutong menyisakan trauma berat bagi warga.
TRIBUNPALU.COM, PARIGI MOUTONG - Pembunuhan dua orang petani yang merupakan ayah dan anak di Dusun Tokasa, Desa Tana Lanto, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, beberapa hari lalu, menyisakan trauma berat bagi warga.
Hingga saat ini mereka, khususnya petani, masih takut beraktivitas kembali.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tana Lanto, Riswan Baco Ismail Kepada Tribunpalu.com, Kamis (27/6/2019).
Kata dia, selain jaminan keamanan, warga Dusun Tokasa membutuhkan trauma healing, khususnya keluarga korban.
Sebab, saat ini warga enggan menggarap kebun mereka karena merasa takut menjadi korban selanjutnya.
"Iya, ini sangat miris, sementara penghidupan mereka hanyalah berkebun," ujarnya.

Selain itu, kata Riswan, dibutuhkan pendampingan syariah bagi warga Desa Tana Lanto, khususnya Dusun 3 Tokasa.
Sehingga, kelompok-kelompok radikal itu tidak mudah masuk untuk memberikan pemahaman tertentu, atau bahkan membentuk kelompok baru.
"Pendampingan syariah ini saya kira sangat dibutuhkan. Dengan melibatkan kementerian agama," kata Riswan.
Apalagi, menurut Riswan, Kementerian Agama Kabupaten Parigi Moutong saat ini sudah memiliki kelompok penyuluh agama.
"Saya kira harus dimaksimalkan dan difasilitasi," harapnya.
Terkait keluarga korban, Riswan berharap ada perhatian dari pemerintah daerah, untuk memberikan santunan duka.
"Pemerintah harus hadir, untuk menguatkan korban," tegasnya.
• Korban Pembunuhan di Desa Tana Lanto, Parimo Sebelumnya Pernah Diburu oleh Ali Kalora cs
• Dua Petani di Parigi Moutong Ayah dan Anak Ditemukan Tewas Digorok di Kebun
• Minta Jaminan Keamanan, Keluarga Korban Pembunuhan di Parimo Yakin Pelaku Mujahidin Indonesia Timur
Selain itu ia berharap ke depannya, dilakukan sistem keamanan terpadu di Desa Tana Lanto.
Misalnya, seluruh masyarakat pekebun harus dijadikan satu kelompok.
Mereka bekerja secara gotong royong dikawal oleh aparat keamanan.
"Kalau warga bekerja secara kelompok, saya kira kelompok radikal itu tidak berani mendekat," tuturnya.
"Upaya semacam ini perlu dilakukan agar para petani bisa beraktivitas dan bisa menghidupi anak istrinya," tambahnya.
(Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)