Mengenang Tragedi Mina yang Terjadi pada Tanggal 2 Juli, 29 Tahun yang Lalu
Tepat pada (2/7/1990) terjadi tragedi di Mina, Arab Saudi. Tragedi tersebut menewaskan lebih dari 1.000 jemaah haji, termasuk jemaah asal Indonesia
TRIBUNPALU.COM - Tanggal 2 Juli mengingatkan kita semua pada sebuah tragedi yang terjadi di Terowongan Harasatul Mina, Arab Saudi.
Terjadi tepatnya pada 2 Juli 1990, tragedi yang menewaskan lebih dari 1.000 jemaah yang tengah menjalankan ibadah haji tersebut dikenal sebagai Tragedi Mina.
Dari ribuan korban, sejumlah jemaah asal Indonesia juga menjadi korban dari tragedi Mina.
• Mengenal Manfaat Saffron, Putik Bunga yang Kaya akan Kandungan Baik untuk Kesehatan
Dikutip dari kompas.com, sebanyak 649 jemaah Indonesia meninggal dunia dari total 1.426 korban jiwa.
Para korban meninggal dunia akibat terhimpit karena adanya jemaah yang masuk dan keluar di terowongan tersebut.
Arsip pemberitaan Harian Kompas (13/4/1991) menyebutkan, pada tahun itu jumlah jemaah Indonesia dalam melaksanakan haji mencapai rekor terbanyak, yakni 81.242 orang.
Mengenai penyebab peristiwa, dikutip dari The New York Times.com, seorang saksi dan diplomat melaporkan sekitar 1.400 jemaah mati lemas atau terinjak-injak hingga tewas.
Peristiwa ini berawal dari berhentinya para jemaah di tengah-tengah terowongan yang terfasilitasi AC.
Saat itu, suhu sangat panas, sehingga terjadi saling dorong satu sama lain sehingga menimbulkan kekacauan.
Sementara itu, dikutip dari Saudi Press Association, Raja Fahd menyampaikan bahwa peristiwa itu terjadi karena adanya gerombolan massa yang memadati terowongan melebihi kapasitas.
"Jika para jemaah mengikuti instruksi, kecelakaan akan dapat dihindari," jelas Raja Fahd.
Insiden ini tercatat sebagai bencana terburuk dalam penyelenggaraan haji.
Harian Kompas, 8 Juli 1990 menuliskan, dalam keadaan diam pun, terowongan ini hanya mampu menampung sekitar 40.000 orang.
Sementara itu, artikel Harian Kompas, 29 Juli 1990 menyebutkan, Komandan Keamanan Haji Pemerintah Arab Saudi saat itu, Mayor Jenderal Abdulkader A. Kamal, mengatakan, daya tampung terowongan sebanyak 26.000 orang.
Adapun, saat peristiwa terjadi, terowongan dipenuhi oleh 50.000 orang.
Peristiwa ini meninggalkan rasa trauma tersendiri, khususnya bagi korban selamat maupun para keluarga korban.
Sebagai tanda duka atas peristiwa ini, Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal 6 Juli 1990 sebagai Hari Berkabung Nasional.

Kala itu, Presiden Soeharto memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang sehari penuh.
Dampak dari Tragedi Mina, sempat terjadi ketegangan dalam hubungan Indonesia dengan Arab Saudi.
Sempat terjadi perdebatan antara utusan khusus Raja Fahd, Menteri Perindustrian dan Perlistrikan Arab Saudi Abdul Aziz Al-jamil dengan Menteri Agama RI Munawir Sjadzali mengenai proses penguburan jenazah jemaah haji Indonesia korban musibah Terowongan Harasatul Lisan.
Pada 13 Juli 1990, DPR RI melalui Komisi IX menyampaikan empat harapan kepada Pemerintah RI.
Pertama, harapan agar korban ditempatkan pada satu lokasi khusus di Arab Saudi.
Kedua, imbauan dari Pemerintah RI untuk menanyakan kepada Pemerintah Arab Saudi sejauh mana tanggung jawabnya dan sebab-sebab terjadinya musibah di Terowongan Mina.
Ketiga, Pemerintah Indonesia diminta mengimbau Departemen Agama agar dapat menyelesaikan dan mengoordinasi santunan kepada ahli waris korban.
Sebab, banyak korban meninggal dunia yang masih memiliki tanggungan anak-anak yang butuh perhatian secara moril dan materi.
Harapan selanjutnya, meminta Pemerintah Indonesia agar menyempurnakan dan meningkatkan kerja sama dengan Pemerintah Arab Saudi tentang penyelenggaraan haji agar Tragedi Mina tidak terulang kembali.
Kemudian, utusan khusus Raja Fahd menemui Presiden Soeharto di Istana Merdeka pada 17 Juli 1990.
Dalam pertemuan itu, Pemerintah Indonesia menuntut pernyataan maaf dan adanya tanggung jawab diri atas tragedi kematian massal di Terowongan Mina kepada Pemerintah Arab Saudi.
Bahkan, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) mengeluarkan pernyataan bahwa Pemerintah Arab Saudi dapat dituntut dan diajukan ke depan Mahkamah Internasional di Den Haag oleh baik keluarga korban maupun Pemerintah Indonesia yang bersangkutan dengan tragedi ini.
(Tribunpalu.com)