Sulteng Terkini

Ketua FKPAPT Harap KPA di Sulawesi Tengah Bekali Anggota dengan Pengetahuan Mitigasi Bencana

Ketua FKPAPT Kabupaten Parigi Moutong mengungkapkan satu cara mengurangi risiko bencana adalah dengan membekali generasi muda dengan pengetahuan.

Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz
Sejumlah kelompok pencinta alam saat melakukan aksi penanaman mangrove secara massal di Teluk Palu. 

TRIBUNPALU.COM, PALU - Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana.

Salah satunya dengan membekali generasi muda dengan pengetahuan yang memadai soal mitigasi bencana.

Hal itu diungkapkan Ketua Forum Komunikasi Pencinta Alam Pantai Timur (FKPAPT) Kabupaten Parigi Moutong, Didit Prianto, Selasa (30/7/2019).

Dalam penerapannya, kata Didit, diharapkan dapat membangun kesadaran masyarakat sejak dini untuk hidup harmoni dengan alam melalui mitigasi bencana.

"Tentu ini tidak mudah, butuh tahapan, makanya saat ini kami mulai dari komunitas kami," ujar Didit kepada Tribunpalu.com.

Sejumlah kelompok pencinta alam saat melakukan aksi penanaman mangrove secara massal di Teluk Palu.
Sejumlah kelompok pencinta alam saat melakukan aksi penanaman mangrove secara massal di Teluk Palu. (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)
Sejumlah kelompok pencinta alam saat melakukan aksi penanaman mangrove secara massal di Teluk Palu.
Sejumlah kelompok pencinta alam saat melakukan aksi penanaman mangrove secara massal di Teluk Palu. (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)

Ia berharap, seluruh komunitas dan kelompok pencinta alam yang ada di Sulawesi Tengah agar memberikan porsi lebih besar dalam memberikan materi mitigasi bencana terhadap anggotanya.

Di Kabupaten Parigi Moutong sendiri, kata dia, FKPAPT sudah menerapkannya ke dalam sistem pembelajaran khusus pada pelaksanaan pendidikan dan latihan dasar (Diklatsar) pencinta alam.

"Sejak awal bulan Januari 2019 itu, materi mitigasi bencana sudah kami terapkan di setiap latihan dasar pencinta alam di Parimo," ujarnya.

Hal itu dimaksudkan agar setiap orang, khususnya anggota pecinta alam, dapat terlatih sejak dini dalam upaya penanggulangan bencana.

Tentu ini adalah hal yang krusial, mengingat wilayah Indonesia, khususnya Sulawesi Tengah, merupakan daerah rawan bencana.

Signifikansi pengetahuan mitigasi bencana semakin terasa terutama setelah bencana gempa bumi dan tsunami pada 28 September 2018 silam yang melanda Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Parimo.

Sulteng Terkini: Peringatan HUT ke-23, Kecamatan Palolo Pecahkan Rekor Kue Lapis Terbesar di Dunia

Sulteng Hari Ini: Alat Deteksi Gempa Dicuri Bocah SMP, Begini Cuitan Kocak BMKG Bikin Warganet Gemas

Menurut Didit, Kabupaten Parimo sendiri adalah wilayah yang terkena dampak yang parah dari bencana gempa bumi bermagnitudo 7,4 itu.

"Memang setiap daerah memiliki tingkatan bencana yang berbeda-beda, berdasarkan kondisi geografinya dan sejarah kegempaannya," jelas Didit.

Sehingga, warga perlu membiasakan diri, serta memahami potensi dan dampak yang ditimbulkan dari bencana alam.

Memahami mitigasi bencana, terang Didit, adalah bagian dari proses awal setiap manusia yang bersenyawa dengan alam dan lingkungannya.

Sumber: Tribun Palu
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved