5 Hal Seputar Hukuman Kebiri Kimia pada Pelaku Pemerkosaan 9 Anak di Mojokerto
Terdakwa kasus pemerkosaan Muh Aris pun divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto dengan hukuman kebiri kimia.
TRIBUNPALU.COM - Seorang pemuda yang berprofesi tukang las menjadi pelaku pemerkosaan terhadap sembilan anak.
Pemuda tersebut adalah Muh Aris (20 yang berasal dari Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Muh Aris terbukti melakukan sembilan kali pemerkosaan terhadap anak-anak di wilayah Kota dan Kabupaten Mojokerto.
Ia diputus bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Terdakwa kasus pemerkosaan Muh Aris pun divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto dengan hukuman kebiri kimia.
Aris juga dihukum penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hukuman kebiri kimia merupakan jenis hukuman yang tidak lazim dilakukan di Indonesia.
Berikut TribunPalu.com merangkum sederetan hal tentang vonis hukuman kebiri kimia terhadap pemuda asal Mojokerto tersebut.
1. Baru pertama kali di Mojokerto
Vonis hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan pada pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak ini merupakan yang pertama di Kabupaten Mojokerto.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu mengatakan, dari sekian kasus kejahatan seksual, khususnya pemerkosaan yang diajukan ke pengadilan, baru kali ini keluar vonis hukuman kebiri kimia.
"Untuk wilayah Mojokerto, ini yang pertama kali," kata Nugroho Wisnu saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/8/2019) malam.
• Jenazah Ipda Erwin Yudha Akan Dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kabupaten Cianjur
• Pertama di Mojokerto, Pelaku Pemerkosaan 9 Anak Dijatuhi Vonis Kebiri Kimia
2. Sudah inkrah
Vonis hukman pidana 12 tahun kurungan, denda 100 juta subsider 6 bulan kurungan, dan kebiri kimia terhadap Muh Aris sudah inkrah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya.
Vonis hukuman pidana bagi predator anak itu tertuang dalam Putusan PT Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY, tertanggal 18 Juli 2019.
Putusan itu menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto.
"Putusannya sudah inkrah. Kami segera melakukan eksekusi," kata Nugroho Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
3. Kejaksaan masih mencari rumah sakit
Untuk pelaksanaan atau eksekusi hukuman kebiri kimia, kejaksaan masih mencari rumah sakit yang bisa dan bersedia menjalankan.
Mengutip laman Kompas.com, Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu mengatakan pihaknya masih mencari rumah sakit.
"Kalau untuk pidana kurungannya sudah bisa dilakukan eksekusi. Namun, untuk kebiri kimia, kami masih mencari rumah sakit yang bisa," kata Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
4. Latar belakang landasan hukum kebiri kimia
Pengaturan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dilandaskan pada UU Nomor 17 Tahun 2016.
Diwartakan Kompas.com pada 25 Mei 2016, Presiden Joko Widodo menanggapi maraknya kasus kejahatan seksual pada anak.
Sehingga, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu tersebut mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dan akhirnya disahkan menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016 pada Oktober 2016.
Sanksi yang diatur berupa kebiri kimia dan pemasangan alat deteksi elektronik yang bertujuan untuk mendeteksi pergerakan pelaku setelah keluar dari penjara nantinya.
Selain itu, perppu ini juga memuat ancaman hukuman mati bagi pelaku.
• Kondisi Andrea Dovizioso Pascatabrakan di MotoGP Inggris 2019, Sempat Hilang Ingatan
• Erwin Yudha, Polisi yang Terbakar saat Kawal Demo di Cianjur Meninggal Dunia Dini Hari Tadi
• Jenazah Ipda Erwin Yudha Akan Dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kabupaten Cianjur
4. Tanggapan psikolog
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri menanggapi keputusan pengadilan di Jawa Timur yang menjatuhkan vonis hukuman kebiri kimia kepada pria pemerkosa sembilan anak
"Akhirnya, ada juga pengadilan negeri yang memuat kebiri kimiawi dalam putusannya bagi terdakwa predator seksual. Majelis Hakim di PN Mojokerto," ujarnya, Sabtu (24/8/2019).
Namun, menurut Reza, bisa dipastikan, putusan semacam itu tidak bisa serta merta dieksekusi.
Ia mengungkap beberapa alasannya.
"Pertama, Ikatan Dokter Indonesia menolak menjadi pelaksana karena di Indonesia filosofi kebiri adalah retributif. Padahal, di luar, filosofinya adalah rehabilitasi. Dokter, kata IDI, bertugas menyembuhkan, bukan balas dendam," katanya.
Alasan kedua, sambung Reza, di sini, kebiri dijatuhkan dengan menihilkan kehendak pelaku.
Alhasil, bisa-bisa pelaku menjadi semakin buas.
"Kemudian di luar, kebiri adalah berdasarkan permintaan pelaku. Pantaslah kalau di sana kebiri kimiawi mujarab. Di sini belum ada ketentuan teknis kastrasi kimiawi. Akibatnya, UU 17/2016 melongo bak macan kertas," lanjutnya.
5. Apa itu kebiri kimia?
Kebiri kimia dilakukan dengan cara memasukkan zat kimia anti-androgen pada tubuh seseorang.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi produksi hormon testosteron.
Sehingga yang bersangkutan akan mengalami pengurangan dorongan seksual.
Kebiri kimia asalnya juga dari kata obat yang bersifat anti hormon testosteron.
Hal ini diungkap oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Wimpie Pangkahila.
Mengutip laman Kompas yang disarikan dari Harian Kompas edisi 14 Mei 2016, pemberian obat antitestosteron juga menimbulkan beberapa efek samping.
Seperti kekuatan otot menurun, osteoporosis, anemia, lemak meningkat, dan penurunan fungsi kognitif.
Dari sejumlah efek samping di atas bisa memunculkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Kebiri kimiawi juga bisa membuat pria mengalami infertilitas atau ketidaksuburan.
Pria yang diberikan obat antiandrogen berpotensi mengalami kemandulan karena kemungkinan tidak memiliki sel spermatozoa. Efek dari obat antitestosteron juga bersifat sementara. Gairah seksual bisa kembali muncul jika pemberian obat tersebut dihentikan.
Hukuman kebiri kimia pun bukannya tanpa pro dan kontra.
Sebelum ada vonis kebiri kimia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor dari hukuman kebiri kimia.
IDI menolak jadi eksekutor hukuman kebiri dengan alasan pelaksanaan hukuman kebiri oleh dokter dianggap melanggar Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
(TribunPalu.com/Kompas.com)