Pernah Disandera di Irak 14 Tahun Lalu, Meutya Hafid Sempat Terpikir Mati dan Teringat Mendiang Ayah

Saat masih menjadi jurnalis, Meutya Viada Hafid pernah menjadi korban penyanderaan di Irak pada 2005 silam.

Instagram/meutya_hafid
Meutya Hafid. 

TRIBUNPALU.COM - Banyak jurnalis yang menjadi korban dan disandera ketika meliput di daerah rawan konflik. Hal itu pernah dirasakan oleh Meutya Viada Hafid pada tahun 2005 silam.

Mendapat penugasan ke Irak untuk meliput pemilu pertama pasca Saddam Husein terguling, Meutya bersama rekannya justru disandera oleh kelompok bersenjata.

Ketua Komisi I DPR RI tersebut mengingat jelas mobil yang dikendarainya berhenti di sebuah pom bensin saat menuju Baghdad.

Tiba-tiba sekelompok pria bersenjata laras panjang mendatangi dan mengambil alih mobil tersebut.

Meutya bercerita kedua matanya ditutup menggunakan kain. Lehernya bersinggungan dengan senjata api. Ya, senjata tersebut ditodongkan kepadanya.

Meski matanya diselimuti kegelapan, perempuan berusia 41 tahun tersebut berusaha mengingat jalan yang dilalui. Mulai dari belok kiri, kanan dan seterusnya. Dua jam berlalu dan Meutya tak bisa mengingat lagi jalan yang dilewatinya.

Saat penutup matanya dibuka, sepanjang mata memandang Meutya hanya menyaksikan gurun pasir. Seketika itu pula dia berpikir, "Oh ini saya diculik."

Dalam wawancara khusus bersama Tribunnews.com, politikus Golkar tersebut mengatakan mati sempat terlintas dalam pikirannya saat disandera.

Saat itu, Meutya juga mengaku teringat almarhum ayahnya. Ia merasa penyanderaan itu adalah tanda dirinya akan dipanggil oleh ayahnya untuk menyusul ke alam sana.

"Pikiran pertama sih mati ya. Ingat almarhum ayah. Jangan-jangan dipanggil nih sama ayah suruh nyusul," ujar Meutya, kepada Tribunnews.com di Ruang Tunggu VIP Komisi I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).

"Kaki rasanya nggak menginjak tanah," imbuhnya, seraya menunjukkan gestur bahwa kakinya terasa lemas saat berada di situasi tersebut.

Meutya Hafid.
Meutya Hafid. (Instagram/meutya_hafid)

Kecelakaan Bus Sinar Jaya vs Bus Arimbi di Tol Cipali KM 117,800: Penyebab hingga Identitas Korban

Iring-iringan Mobil Menhan Prabowo Disebut Berisik Tak Seperti Jokowi, Ini Tanggapan Gerindra

Ledakan Bom Bunuh Diri di Mapolrestabes Medan, Jubir BIN Sebut Pelaku Orang Baru di Dunia Teror

Terlintasnya pikiran itu bukan tanpa sebab. Perempuan kelahiran Bandung tersebut melihat para pria yang menyanderanya memiliki postur tubuh yang besar.

Selain itu, berada di gurun pasir dan tidak memiliki senjata juga menjadi kendala tersendiri. Melawan mereka dan lari, bukanlah opsi yang tepat menurut Meutya.

"Pertama mereka besar-besar secara postur tubuh dan berbeda jauh, saya tidak terlalu besar. Mereka punya senjata laras panjang, membawa kita ke gurun, dimana kalau kita nggak punya senjata kita juga nggak bisa lari. Karena kita juga nggak tahu (berada dimana), melawan juga nggak bisa," kata dia.

Melihat situasi dan kondisi yang tak menguntungkan dirinya, Meutya pun berusaha ikhlas. Namun ia merasakan lebih tenang pasca mencoba untuk ikhlas menerima kondisinya kala itu.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved