WALHI Sulawesi Tengah Duga Ada Keterlibatan Polisi di Aktivitas Tambang Ilegal Dongi-dongi
WALHI Sulawesi Tengah menduga adanya keterlibatan oknum aparat kepolisian dalam membekingi aktivitas pertambangan illegal di Dongi-Dongi.
Penulis: Haqir Muhakir |
TRIBUNPALU.COM, PALU -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah menduga adanya keterlibatan oknum aparat kepolisian dalam membekingi aktivitas pertambangan illegal di Dongi-Dongi.
Daerah Dongi-dongi, yang berada di Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso sejatinya termasuk kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).
"Propam Polda harus selidiki dugaan keterlibatan oknum anggota kepolisian dalam membekingi pertambangan ilegal di TNLL," ungkap Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Tengah, Abdul Haris Lapabira, Sabtu (18/1/2020) sore.
Abdul Haris Lapabira mengatakan, intensitas pertambangan illegal yang dilakukan secara terang-terangan di daerah Dongi-dongi belakangan semakin meningkat.
Maka, kata Haris, patut diduga adanya keterlibatan oknum aparat kepolisian yang ikut membekingi pertambangan ilegal tersebut.
"Kalau tidak ada back-up oleh aparat keamanan, sulit dipercaya warga bisa seberani itu melakukan pertambangan ilegal secara terang-terangan," ujar Haris.
Karena itu, kata Haris, WALHI Sulteng mendesak Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulteng untuk menyelidiki dugaan adanya keterlibatan oknum aparat kepolisian tersebut.
Dan bilamana terbukti, oknum aparat kepolisian yang terlibat harus diproses secara hukum dan dijatuhi sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.
"Selain itu, kami juga mendesak Polda Sulawesi Tengah untuk melakukan penertiban secara manusiawi dengan pendekatan persuasif terhadap para penambang ilegal tersebut tanpa menggunakan cara-cara kekerasan dan represif," kata Haris.
• Walhi Sulteng Desak Kepolisian Bongkar Pemodal Pertambangan Ilegal di Dongi-Dongi
• Polisi Akui Aktivitas Tambang Ilegal di Wilayah Dongi-dongi Luput dari Pengawasan
• BPS: Komoditas Makanan Sangat Berperan dalam Mempengaruhi Angka Kemiskinan di Sulawesi Tengah
• Akhir Tahun 2019, BPS Catat Jumlah Penduduk Miskin di Sulawesi Tengah Capai 404.030 Orang
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Kombes Pol Didik Supranoto mengakui bahwa pihaknya lengah dalam pengawasan tambang ilegal di wilayah Dongi-dongi, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Lanjut Didik, pengawasan di daerah Dongi-dongi terus dilakukan, bahkan polisi membangun pos di sekitar wilayah tambang ilegal tersebut.
"Jadi pengawasan tetap dilaksanakan," jelas Didik, Rabu (15/1/2020) siang.
Didik menjelaskan alasan mengapa aktivitas tambang ilegal di Dongi-dongi masih terus berlangsung, padahal tambang di kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) sudah ditutup beberapa tahun lalu.
Menurutnya, pelaku tindak pidana di daerah Dongi-dongi, juga sama dengan pelaku tindak pidana di daerah lain.
"Kenapa kok di sini masih terjadi tindak pidana meski banyak polisi, sama dengan di sana (Dongi-dongi, red), mereka juga tahu celahnya, tahu kelemahan kita kapan, mereka akan beraktivitas," kata Didik.
Didik juga mengakui bahwa pelaku tindak pidana selalu mencari celah untuk melakukan aksinya.
"Jadi main kucing-kucingan," ungkap Didik.
Sebelumnya diberitakan, empat orang ditangkap Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah karena diduga terlibat aktivitas tambang ilegal.
Mereka ditangkap karena diduga melakukan tindak pidana dalam bidang minerba dan batubara.
Terduga pelaku itu kedapatan mengangkut material hasil tambang berupa pasir alias reff tanpa izin dari yang ditambang di daerah Dongi-dongi, Kabupaten Poso.
Mereka ditangkap polisi saat berada di lokasi pengolahan material reff di wilayah Kelurahan Kawatuna, Kota Palu.
"Mereka ditangkap di dua lokasi berbeda, yakni di tanggal 7 dan 8 Januari 2020," jelas Didik.
Diketahui, tambang Dongi-dongi di Kabupaten Sigi sudah ditutup aktivitasnya sejak tahun 2017 silam.
Karena wilayah yang menjadi lokasi tambang rakyat di Dongi-dongi itu masuk kawasan konservasi Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).
Keempat terduga pelaku itu berinisial RU (34), TR (37), YK (37), dan BP (33).
Total barang bukti yang diamankan oleh polisi sebanyak 39 karung yang berisi material pasir alias reff.
"Terduga pelaku dan barang bukti saat ini diamankan di Rutan Polda Sulteng," kata Didik.
Lanjut Didik, sampai dengan Rabu (15/1/2020) siang, pihaknya sudah memeriksa tujuh saksi dan dua saksi ahli.
Berdasarkan pemeriksaan saksi dan tersangka, ungkap Didik, diketahui bahwa keempat tersangka telah terbukti melakukan tindak pidana bidang minerba dan batubara berupa mengangkut material hasil tambang berupa pasir alias reff tanpa izin.
Mereka disangkakan Pasal 158 dan 161 UU nomor 04 tahun 2009 tentang pertambangan minerba dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000.
(TribunPalu.com/Muhakir Tamrin)