Soal Pemulangan WNI Eks ISIS, Sudjiwo Tedjo: Kalau Tolak, Maka Usir juga Koruptor di Negeri Ini

Budayawan Sudjiwo Tedjo turut buka suara terkait wacana pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS.

Instagram/president_jancukers
Budayawan Sudjiwo Tedjo mengomentari wacana pemulangan WNI eks ISIS ke Tanah Air. 

Jika sempat disebutkan bahwa WNI eks ISIS tidak bisa pulang, hal ini tidak berlaku untuk ISIS.

Sebab, di dalam Undang-Undang disebut seseorang yang meninggalkan negara dan berperang untuk negara lain maka akan kehilangan kewarganegaraan.

Sementara itu, ISIS memiliki status sebagai suatu organisasi, bukan negara.

"Kalau di peraturan yang mengatur soal kehilangan kewarganegaraan itu salah satunya memang dia berelasi dengan negara gitu."

"ISIS ini bukan negara, dia organisasi terlarang. Ini persis kayak organisasi terorisme yang ada di Indonesia," papar Choirul Anam.

WNI Mantan ISIS akan Dipulangkan, Pengamat: Tak Perlu Repot Mereka Sudah Kehilangan Kewarganegaraan

Kepala BNPT Buka Suara Soal Wacana 600 WNI eks ISIS Dipulangkan: Jangan Main-main, Ini Tidak Mudah

Chairul Anam mengimbau agar pemerintah belajar dari pengalaman saat pemulangan WNI eks ISIS pada tahun 2017.

Lewat hal itu, pemerintah bisa mengetahui program-program apa yang layak dan tidak layak untuk kembali diterapkan pada wacana pemulangan WNI eks ISIS saat ini.

"Lah yang paling dekat adalah apa evaluasi pemulangan ISIS yang kemarin, itu bisa jadi bahan."

"Apakah memang ada program yang efektif atau tidak," paparnya.

Lebih lanjut, Choirul Anam mencoba mengungkapkan program yang belum diterapkan di Indonesia terkait pemulangan WNI eks ISIS.

Jadi sebelum memulangkan WNI tersebut ke Indonesia, pemerintah harus lebih dahulu memilah posisi setiap orang di ISIS.

Apakah dia kombatan atau bukan.

Misalkan, orang tersebut melakukan perekrutan untuk masuk ke ISIS maka dia harus mendapatkan hukuman dan perlakuan yang sesuai saat tiba di Indonesia.

"Misalkan, seandainya ada orang-orang yang mengajak dan menyebutkan kalau ISIS itu baik maka harus diadili."

"Jadi dari 600 orang harus dipilah betul-betul siapa yang nggak boleh menikmati hak asasi manusia , penikmatan hak asasi manusia itu hilang karena mereka bagian dari pelaku kekerasan, itu pengadilan yang belum ada," ungkapnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Palu
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved